Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Lounge

Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini.

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 27th May 2012
lumpiabasah's Avatar
lumpiabasah lumpiabasah is offline
Senior Ceriwiser
 
Join Date: May 2012
Posts: 5,728
Rep Power: 0
lumpiabasah is a New Born
Default Membaca Kembali Jejak RA Kartini,21 April 1879-21 April 2011

Masih ingatkah dengan lirik lagu ini ?

Karangan / Ciptaan : W.R. Supratman

Ibu kita Kartini

Putri sejati

Putri Indonesia

Harum namanya



Ibu kita Kartini

Pendekar bangsa

Pendekar kaumnya

Untuk merdeka



Wahai ibu kita Kartini

Putri yang mulia

Sungguh besar cita-citanya

Bagi Indonesia



Ibu kita Kartini

Putri jauhari

Putri yang berjasa

Se Indonesia



Ibu kita Kartini

Putri yang suci

Putri yang merdeka

Cita-citanya



Wahai ibu kita Kartini

Putri yang mulia

Sungguh besar cita-citanya

Bagi Indonesia



Ibu kita Kartini

Pendekar bangsa

Pendeka kaum ibu

Se-Indonesia



Ibu kita Kartini

Penyuluh budi

Penyuluh bangsanya

Karena cintanya



Wahai ibu kita Kartini

Putri yang mulia

Sungguh besar cita-citanya

Bagi Indonesia




[/spoiler]
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for ibu kartini:














Pembicaraan tentang Kartini seakan-akan tidak pernah habis-habisnya. Berbagai penulis di luar dan dalam negeri menyorotinya dari berbagai aspek dengan berbeda perspektif dan kepentingan.



Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini, (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 � wafat di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun). Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Sosroningrat, bupati Jepara. Beliau putri R.M. Sosroningrat dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Kala itu poligami adalah suatu hal yang biasa.

Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya, R.M.A.A Sosroningrat, pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Peraturan Kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkimpoian itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Beliau adalah keturunan keluarga yang cerdas. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.

Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang namun tak berani dan takut dianggap anak yang durhaka, Untuk menghilangkan kesediahannya ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan bul\ku-buku yang berisikan tentang ilmu pemgetahuan yang kemudian dibacanya ditaman rumah karena Kartini prihatin bahwa ia tidak ingin wanita lebih rendah derajatnya dibanding kaum pria.

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca, semua buku termasuk surat kabar dibacanya, kalau ada kesulitan termasuk dari buku-buku dan surat kabar yang dibacanya ia selalu menanyakan kepada bapaknya. Melalui buku inilah Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa terutama bangsa Belanda yang ketika itu menjajah Indonesia.

Timbul keinginannya untuk memajukan kaum wanita bangsa Indonesia, wanita tidak hanya di dapur tapi juga harus mempunyai ilmu, ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya kemudian diajarkan pada mereka tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya, di tengah kesibukannya ia tidak pernah berhenti membaca dan juga menulis surat kepada teman-temannya yang berada di Negeri Belanda, Tak berapa lama ia menulis surat yang ditujukannya kepada Mr WH Adekanon, ia memohon agar diberikan beasiswa untuk belajar di Negeri Belanda, beasiswa yang didapatkan belum sempat dimanfaatkannya, Kartini terlanjur dinikahkan orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat.

Setelah menikah ia ikut suaminya di desa Rembang, ia ikut suaminya sangat memahami Kartini, suaminya membantu dan mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita, berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan sekolah wanita di Semarang, Surabaya, Jogjakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya, nama sekolah yang didirikannya ialah Sekolah Kartini. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dari kalangan mana saja tidak pula membedakan antara yang miskin dan yang kaya.

Pada tanggal 17 September 1904 Kartini meninggal dunia dalam usia yang ke-25 tahun, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat Mister WH Adekanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan oleh R A Kartini pada teman-temannya di Eropa, buku itu berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis Tot Licht).

Hingga di sini, marilah kita merenung kembali, apakah kita semua telah mengikuti pesan dan teladan Ibu Kartini tersebut?

Buku-buku tentang KARTINI:



* Habis Gelap Terbitlah Terang,buku versi Armijn Pane.

Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka. Armijn Pane, salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.

Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali.

* Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya

Surat-surat Kartini juga diterjemahkan oleh Sulastin Sutrisno.

* Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904

Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904. Penerjemahnya adalah Joost Cot�. Ia tidak hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Joost Cot� juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir.

Buku Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematrie.

* Panggil Aku Kartini Saja

Sampul Panggil Aku Kartini Saja, dikompilasi oleh Pramoedya Ananta Toer.

Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer. Buku Panggil Aku Kartini Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.

* Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya

Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru tentang Kartini lewat buku Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya. Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari kumpulan surat yang ditulis untuk Abendanon, diterbitkan dalam Door Duisternis Tot Licht.

Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi yang sangat maju dalam cara berpikir dibanding perempuan-perempuan Jawa pada masanya. Dalam surat tanggal 27 Oktober 1902, dikutip bahwa Kartini menulis pada Nyonya Abendanon bahwa dia telah memulai pantangan makan daging, bahkan sejak beberapa tahun sebelum surat tersebut, yang menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang vegetarian.

* Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903

Sebuah buku kumpulan surat kepada Stella Zeehandelaar periode 1899-1903 diterbitkan untuk memperingati 100 tahun wafatnya. Isinya memperlihatkan wajah lain Kartini. Koleksi surat Kartini itu dikumpulkan Dr Joost Cot�, diterjemahkan dengan judul Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.

"Aku Mau ..." adalah moto Kartini. Sepenggal ungkapan itu mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.




Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for foto RA.kartini bersama suaminya, R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903):















Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for foto RA. Kartini dan keluarga:















Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for foto tiga serangkai:















Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for makam R.A KARTINI di Bulu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Bulu terkenal dengan makam Ibu Kartini tepatnya di desa Mantingan. :

















[spoiler=open this] for Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918:






sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Kartini







jangan lupa:













Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 11:50 PM.


no new posts