Istilah mudik sudah banyak dikenal orang berasal dari akar kata �udik� yaitu kampung atau desa yg lawan katanya adalah kota. Ini seperti istilah arab � badui� sebagai lawan dari kata hadhory. Sehingga dengan sederhana bisa diambil kesimpulan bahwa mudik, adalah kembali ke kampung halaman. Sampai disinilah istilah mudik ini dipahami banyak orang, dan memang itu sudah cukup tepat menggambarkan fenomena yang ada di hadapan kita.
Dalam Bahasa Arab
Quote:
Struktur tatanan kata �mudik� sebenarnya sangat tidak aneh dalam bahasa arab. Mereka yang sempat belajar bahasa arab insya Allah akan mudah merasakan bahwa kata �mudik� sangat mungkin berasal dari bahasa arab. Selintas kata mudik akan bisa dikategorikan dalam ism fa�il untuk kata dengan wazan (tata susun) af-�a-la. Seperti istilah �murid� yang jelas dari bahasa arab, dari kata arooda � yuriidu , sehingga murid berarti � orang yang menginginkan (sesuatu)� dalam hal ini tentu saja menginginkan ilmu.
Nama Tokoh HAM yang gugur � Muniir�, juga jelas berasal dari kata anaaro-yuniiru, yang arti yang memberikan cahaya atau yang menerangi. Nah, dengan demikian kata �mudik� juga �bisa jadi- berasal dari turunan bahasa arab juga. Apalagi kalau kita hubungkan dengan sejarah bahasa arab, pendatang arab yang sudah mendarah daging di Indonesia turun menurun. Belum lagi banyaknya kata-kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari serapan bahasa arab, rasa-rasanya kesimpulan sederhana itu tidak sepenuhnya asal-asalan. Insya Allah
Asal Usul
Quote:
Kata mudik berasal dari kata "udik." Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti sungai di sebelah atas (arah dekat sumber) atau (daerah) di hulu sungai. Kata itu mengandung makna positif, yaitu bagian atas sungai atau bagian kepala sungai yang dekat sumber mata air, sehingga jernih dan belum terkena polusi.
Namun ada makna kedua dalam KBBI, yaitu desa, dusun, kampung (lawan dari kota). Kesan yang berkembang di masyarakat cenderung ke arah konotasi negatif, karena "orang udik" atau orang "dusun" sering dikaitkan dengan kebodohan dan kurang tahu sopan santun.
[/spoiler]
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for yuk mudik:
Lain dengan orang Jawa yang mengartikan "mudik" dengan naik. Contohnya andai seseorang memanjat pohon untuk memetik buahnya, lalu orang lain (orang Jawa) yang ada di bawah akan mengatakan, "Mbok mudiko sithik" yang berarti, "Coba naiklah sedikit."
Penggunaan kata ini dimulai, dikarenakan pada saat itu begitu banyaknya orang-orang dari Jawa yang pergi mencari nafkah ke Jakarta. Mereka datang dari berbagai daerah di pulau Jawa dan akhirnya menetap di Ibukota kita itu.
Ketika memasuki hari lebaran, para pendatang itu akan kembali ke kampung halamannya untuk bertemu dengan keluarga (sekaligus menceritakan betapa "makmurnya" Jakarta)
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for yuk mudik:
Secara filosofi, kata udik juga berarti hulu sungai, dimana semua aliran air (sumber kehidupan) berawal. Jadi, memang ada kalanya seseorang harus kembali ke daerah asal, sebagai tanda penghargaan dan rasa syukur atas tanah kelahirannya.
Mudik dari akar kata � adhoo-a� yang berarti � yang memberikan cahaya atau menerangi�
Ini bisa dipahami dengan mudah, bahwa mereka para pemudik itu secara khusus memberikan �cahaya� atau menerangi kampung-kampung halaman mereka.
Mudik dari akar kata � Adhoo-�a�, yang berarti � yang menghilangkan �
Selanjutnya, mudik berasal dari bahasa arab yang berarti : orang yang menghilangkan. Hal ini juga akan mudah kita tangkap, bahwa mereka pemudik itu adalah orang-orang perantauan yang dipenuhi beban perasaan kerinduan, dan kesedihan karena jauh dari orangtua, keluarga atau kampung halamannya. Karenanya mereka melakukan aktifitas mudik , dalam rangka �menghilangkan� semua kesedihan tersebut.
Mudik dari akar kata � adzaa-qo� yang berarti � yang merasakan atau mencicipi �
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for yuk mudik:
Orang yang mudik ke kampung halaman pastilah mereka yang ingin kembali �merasakan dan mencicipi� suasana kampung tempat kelahiran.
Akhirnya, istilah mudik dari manapun asalnya, sesungguhnya tetap bisa kita perluas dan selami maknanya dari �versi� padanan kata bahasa arabnya. Mungkin banyak lagi padanan kata arab yang bisa anda semua mencarinya, kali ini saya mencukupkan dengan tiga hal di atas.
Mudik memang merupakan suatu hal yang menarik, karena ini hanya terjadi di Indonesia dan memiliki persentase mobilitas yang tinggi tiap tahunnya.
Masyarakat di berbagai daerah (utamanya di kota besar), berduyun-duyun berangkat ke kampung halaman masing-masing, untuk menjalin silaturahmi dengan keluarganya. Sesuai dengan konteks Idul Fitri itu; meminta maaf untuk kembali ke fitrah.
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for yuk mudik:
Memang sudah adat istiadat orang Jawa, untuk selalu menjalin tali kekerabatan dan mengunjungi sanak keluarga. Ada semboyan mereka yang terkenal itu, "makan gak makan yang penting kumpul".
Nah, orang Betawi biasanya menyebut fenomena ini dengan mudik, menuju udik (pulang kampung). Namun, kata ini sekarang tidak ditujukan hanya untuk orang Jawa saja, tetapi semua yang terlibat langsung dengan fenomena mudik ini.
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
Artian Spiritual
Spoiler for open this:
[quote]
Itulah sebabnya kata "mudik" punya arti naik yang dapat dimaknai secara spiritual, yakni upaya menaikkan spiritualitas kita agar lebih tinggi lagi setelah sekian waktu berada dalam kehidupan kosmopolitan kehilangan spiritualitas, karena dipenuhi persaingan dan materialistis.
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for yuk mudik:
Kehidupan di kota yang keras menyebabkan aktivitas spiritual "si udik" sudah tidak lagi mampu menahan kemaksiatan.
Manusia tidak hanya butuh makan dan minum, sukses menjadi pejabat atau menjadi orang kaya. Lewat mudik secara psikologis memberi sumber kekuatan mental baru bagi mereka. Sebab, selama ini kehidupan di kota bagai fatamorgana, mereka berada di suatu tempat yang asing, panas, dan "menipu".
Dalam suatu waktu mereka akan kelelahan, bosan, dan jenuh serta membutuhkan tempat yang lebih nyaman dan aman.
Pada prinsipnya "udik" punya kesamaan dengan hulu, keduanya memiliki pengertian positif dan negatif. Jika seseorang mudik sebaiknya tidak sekadar pulang ke desa dan kampung halaman atau lawan kata kota. Seyogianya juga melakukan "perjalanan" dari "hilir" ke "hulu."
Ibarat menyusuri sungai berjalan dari bagian hilir yang kotor dan penuh polusi menuju bagian yang bersih dan bening. Dalam ajaran Islam juga ada istilah "hulu" dan "hilir."
[spoiler=open this] for yuk mudik:
Kalau mau mencari Islam yang bersih, maka carilah ke hulu jangan ke hilir. Islam orisinal adalah Islam yang ada di "hulu", yakni Islam Nabi dan para sahabat yang oleh Nabi disebut sebagai "sebaik-baik periode."
Lalu, Islam berkembang sejalan dengan tuntutan. Di situlah pengembangan dan penambahan terjadi hingga seringkali timbul silang pendapat dan kerancuan.
Melalui kerancuan itulah muncul gerakan purifikasi, yakni gerakan pemurnian menuju "hulu."
Menjelang Ramadan berakhir banyak saudara kita yang ke "hulu" alias mudik. Dalam pengertian sosiologis adalah pulang ke kampung halaman setahun sekali sesudah menetap di "hilir". Mereka bersilaturahmi, bersalam-salaman, saling menanyakan keadaan masing-masing, saling bermaaf-maafan.
Namun, ada sedikit yang disayangkan, karena seringkali "polusi hilir" ikut terbawa. Mereka membawa bukti keberhasilan hidup di "hilir" yang penuh persaingan.
Bukti itu tak lain adalah bukti-bukti material "hilir" yang airnya tak lagi jernih dan terpolusi. Spiritualitas terkikis, kebersahajaan terpupus, dan kesetiakawanan terkoyak.
Padahal "mudik" mestinya harus disertai pula dengan makna "mereguk kembali semangat di udik (hulu)".
Revitalisasi kehidupan menumbuhkan semangat gotong royong, kesetiakawanan, kebersahajaan, dan persaudaraan untuk dibawa lagi ke "hilir" (kota).
Dengan demikian, kehidupan "hilir"-lah yang semestinya diwarnai oleh kehidupan "hulu", bukan sebaliknya. Itulah makna mudik bagi "si udik."