Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Lounge

Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini.

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 27th May 2012
baksourat baksourat is offline
Ceriwis Lover
 
Join Date: May 2012
Posts: 1,995
Rep Power: 16
baksourat mempunyai hidup yang Normal
Default Fakta lain mundurnya pak harto



Sang Negarawan, Rela Mundur Hindari Pertumpahan Darah



Setelah berkuasa dan mengabdi selama 32 tahun, Pak Harto meletakkan jabatan presiden dan menyerahkannya kepada BJ Habibie, Kamis 21 Mei 1998. Dia meletakkan jabatan secara sukarela, padahal dia masih didukung Jajaran TNI dan berbagai komponen bangsa. Keputusan pengunduran dirinya mengejutkan, bukan semata-mata karena desakan demonstrasi mahasiswa, melainkan lebih akibat pengkhianatan para pembantu dekatnya yang sebelumnya menjilat, ABS dan ambisius tanpa fatsoen politik.



Setelah Pak Harto meletakkan jabatan, bukan hanya yang berseberangan dengannya yang memaki dan menghujatnya, tetapi juga beberapa mantan pembantunya. Dia dihujat dan dipojokkan seolah-olah tak pernah berbuat baik untuk bangsa dan negaranya.



Apalagi kala itu, dia telah hidup sendirian. Sebelumnya, dia telah kehilangan �inspirasi� dan �teman sehati� setelah Ibu Tien Soeharto, isteri yang dicintainya, meninggal dunia (Minggu 28 April 1996). Pak Harto bukan pria satu-satunya yang merasakan dukungan dan keberadaan isterinya menjadi penopang kekuatan. Salah satu contoh, Bill Clinton mungkin sudah akan jatuh sebelum waktunya jika tak ditopang isterinya Hillary Clinton.



Pak Harto tidak segera mencari pengganti isterinya. Kesepiannya seperti teratasi atas dorongan pengabdian kepada bangsa dan negaranya. Ia menghabiskan waktunya dalam mengemban tugas beratnya sebagai presiden. Apalagi para pembantunya selalu memberinya laporan dan harapan yang mendorongnya untuk tetap bersedia menjabat presiden. Bahkan, bersama pembantunya (menterinya) BJ Habibie, ia bisa berjam-jam berbicara. Tak jarang para staf harus menyediakan mie instan jika menunggui pertemuan mereka itu.



Rakyat bangsa ini tentu masih ingat. Seusai Pemilu 1997 dan sebelum Sidang Umum MPR, Maret 1998, para pembantunya, di antaranya Harmoko, selaku Ketua Umum DPP Golkar, menyatakan akan tetap mencalonkan Soeharto sebagai presiden 1998-2003. Tapi, pada HUT Golkar ke-33, Oktober 1997 itu, HM Soeharto justru mengembalikan pernyataan itu untuk dicek ulang: �Apakah rakyat sungguhsungguh masih menginginkan saya menjadi presiden?�



Setelah berselang beberapa bulan, tepatnya tanggal 20 Januari 1998, tiga pimpinan Keluarga Besar Golkar atau yang lazim disebut Tiga Jalur Golkar, yakni jalur Golkar (Harmoko), jalur ABRI (Feisal Tanjung) dan jalur Birokrasi (Yogie SM), datang ke Bina Graha melaporkan hasil pengecekan ulang keinginan rakyat dalam pencalonan HM Soeharto sebagai Presiden RI.



Saat itu, mereka melaporkan bahwa �ternyata rakyat memang hanya mempunyai satu calon Presiden RI untuk periode 1998-2003 yaitu HM Soeharto,� kata Harmoko mengumumkan kepada pers usai melapor kepada Pak Harto. �Mayoritas rakyat Indonesia memang tetap menghendaki Bapak Haji Muhammad Soeharto untuk dicalonkan sebagai Presiden RI masa bakti 1998-2003,� tutur Harmoko yang didampingi M Yogie SM dan Jenderal TNI Faisal Tanjung ketika itu.



Menurut Harmoko, Jenderal TNI (Purn) H Muhammad Soeharto, setelah menerima hasil pengecekan itu, menyatakan bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden RI masa bakti 1998-2003. Selain mengumumkan kesediaan Pak Harto dipilih kembali sebagai Presiden RI, menurut Harmoko, Keluarga Besar Golkar juga membuat kriteria untuk calon Wakil Presiden, antara lain memahami ilmu pengetahuan dan teknologi. Pernyataan ini mengarah kepada BJ Habibie.



Dari hasil pengecekan yang dilakukan oleh keluarga besar Golkar itu, masih menurut Harmoko, Soeharto menghargai kepercayaan sebagian besar rakyat Indonesia tersebut walaupun harus ada pengorbanan bagi kepentingan keluarganya. Tetapi untuk kepentingan bangsa dan negara, Haji Muhammad Soeharto tidak mungkin menghindar dari tanggung jawab sebagai patriot dan pejuang bangsa.



�Dengan adanya kepercayaan rakyat ini tidak membuat Bapak Haji Muhammad Soeharto bersikap �tinggi glanggang colong playu.� Itu istilah Pak Harto yang artinya tidak meninggalkan tanggung jawab dan mengelak dari kepercayaan rakyat tersebut demi kepentingan negara dan bangsa,� tegas Harmoko.



Pengkhianatan Digulirkan



Tapi, ternyata itulah awal sebuah tragedi pengkhianatan digulirkan. HM Soeharto memang terpilih kembali menjadi Presiden periode 1998-2003 pada Sidang Umum MPR, 1-11 Maret 1998. Didampingi BJ Habibie sebagai wakil presiden.



Namun, komponen mahasiswa dan berbagai kepentingan kelompok masyarakat terus melancarkan demonstrasi meminta Presiden Soeharto dan Wapres BJ Habibie turun serta Golkar dibubarkan. Saat itu, Pak Harto masih terlihat yakin bahwa demonstrasi itu akan surut dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. Maka pada awal Mei 1998, ia berangkat ke Kairo, Mesir, untuk menghadiri KTT G-15.



Beberapa hari sebelum berangkat, adik kandung seibunya, H Probosutedjo, yang terkenal kritis kepadanya, meminta untuk jangan pergi karena situasi dalam negeri. Namun, Pak Harto merasa tidak patut untuk tidak pergi, karena posisinya kala itu bukan sekadar mewakili Indonesia tetapi juga mewakili ASEAN dan Gerakan Non Blok.



Saat berangkat, di bandara Halim Perdanakusuma, ia dilepas Wakil Presiden BJ Habibie, Pangab Faisal Tanjung, juga Ketua Harian ICMI Tirto Sudiro dan sejumlah menteri lainnya yang sebagian di antaranya kemudian mengkhianatinya.



Baca yg ini juga gan

Sepenggal Testimoni Sahabat Pak Harto



Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 10:14 AM.


no new posts