FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Oleh
Ustadz Abu Isma�il Muslim al-Atsari NIKMAT LIDAH Sesungguhnya Allah Ta�ala telah menganugerahkan kepada manusia nikmat yang sangat banyak dan besar. Di antara nikmat Allah yang terbesar, setelah nikmat iman dan Islam, ialah nikmat berbicara dengan lidah, nikmat kemampuan menjelaskan isi hati dan kehendak. Allah Ta�ala berfirman: �Allah yang Maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al-Qur`aan. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara� [Ar-Rahm�n/55:1-4] Penciptaan manusia dan pengajaran berbicara kepadanya benar-benar merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah yang besar. Oleh karena itulah, Allah juga menyebutkan nikmat-Nya tentang penciptaan alat-alat berbicara bagi manusia. LIDAH, SENJATA BERMATA DUA Meski lidah merupakan nikmat yang besar, namun kita perlu mengetahui, bahwasanya lidah yang berfungsi untuk berbicara ini seperti senjata bermata dua. Yaitu dapat digunakan untuk taat kepada Allah, dan juga dapat digunakan untuk memperturutkan setan. Jika seorang hamba mempergunakan lidahnya untuk membaca Al-Qur`�n, berdzikir, berdoa kepada Allah, untuk amar ma�ruf, nahi munkar, atau untuk lainnya yang berupa ketaatan kepada Allah, maka inilah yang dituntut dari seorang mukmin, dan ini merupakan perwujudan syukur kepada Allah terhadap nikmat lidah. Sebaliknya, jika seseorang mempergunakan lidahnya untuk berdoa kepada selain Allah, berdusta, bersaksi palsu, melakukan ghibah, namimah, memecah belah umat Islam, merusak kehormatan seorang muslim, bernyanyi dengan lagu-lagu maksiat, atau lainnya yang berupa ketaatan kepada setan, maka ini diharamkan atas seorang mukmin, dan merupakan kekufuran kepada Allah terhadap nikmat lidah.[2] Dengan demikian, lidah manusia itu bisa menjadi faktor yang bisa mengangkat derajat seorang hamba di sisi Allah, namun juga bisa menyebabkan kecelakaan yang besar bagi pemiliknya.BENCANA LIDAH Secara umum, bencana yang ditimbulkan oleh lidah ada dua. Yaitu berbicara batil (kerusakan, sia-sia), dan diam dari al-haq yang wajib diucapkan. Abu �Ali ad-Daqq�q rahimahullah (wafat 412 H) berkata: الْمُتَكَلِّمُ بِالْبَاطِلِ شَيْطَانٌ نَاطِقٌ وَالسَّاكِتُ عَنِ الْحَقِّ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ �Orang yang berbicara dengan kebatilan adalah setan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu�.[3] Orang yang berbicara dengan kebatilan ialah setan yang berbicara, ia bermaksiat kepada Allah Ta�ala. Sedangkan orang yang diam dari kebenaran ialah setan yang bisu, ia juga bermaksiat kepada Allah Ta�ala. Seperti seseorang yang bertemu dengan orang fasik, terang-terangan melakukan kemaksiatan di hadapannya, dia berkata lembut, tanpa mengingkarinya, walau di dalam hati. Atau melihat kemungkaran, dan dia mampu merubahnya, namun dia membisu karena menjaga kehormatan pelakunya, atau orang lain, atau karena tak peduli terhadap agama. Termasuk perkara yang mengherankan, ada seseorang yang mudah menjaga diri dari makanan haram, berbuat zhalim kepada orang lain, berzina, mencuri, minum khamr, melihat wanita yang tidak halal dilihat, dan lainnya, namun dia seakan sulit menjaga diri dari gerakan lidahnya. Sehingga terkadang seseorang yang dikenal dengan agamanya, zuhudnya, dan ibadahnya, namun ia mengucapkan kalimat-kalimat yang menimbulkan kemurkaan Allah, dan ia tidak memperhatikannya. Padahal hanya dengan satu kalimat itu saja, dapat menyebabkan dirinya bisa terjerumus ke dalam neraka melebihi jarak timur dan barat. Atau ia tersungkur di dalam neraka selama tujuh puluh tahun.[4] Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam bersabda: إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لَا يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِي بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِي النَّارِ Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan satu kalimat, ia tidak menganggapnya berbahaya; dengan sebab satu kalimat itu ia terjungkal selama 70 tahun di dalam neraka. [5] MENJAGA LIDAH Menjaga lidah disebut juga hifzhul-lis�n. Lidah itu sendiri merupakan anggota badan yang benar-benar perlu dijaga dan dikendalikan. Lidah memiliki fungsi sebagai penerjemah dan pengungkap isi hati. Oleh karena itu, setelah Nabi n memerintahkan seseorang beristiqomah, kemudian mewasiatkan pula untuk menjaga lisan. Keterjagaan dan lurusnya lidah sangat berkaitan dengan kelurusan hati dan keimanan seseorang. Diriwayatkan bahwasanya Yahya bin Mu�adz berkata: �Hati itu seperti periuk dengan isinya yang mendidih. Sedangkan lidah itu adalah gayungnya. Maka perhatikanlah ketika seseorang berbicara. Karena sesungguhnya, lidahnya itu akan mengambilkan untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis, pahit, tawar, asin, dan lainnya. Pengambilan lidahnya akan menjelaskan kepadamu rasa hatinya�.[13] Diriwayatkan, bahwasanya seorang Salaf berkata: �Selama aku belum berbicara dengan satu kalimat, maka aku manguasainya. Namun jika aku telah mengucapkannya, maka kalimat itu menguasaiku�. Diriwayatkan, bahwasanya seorang Salaf berkata: �Diam adalah ibadah tanpa kelelahan, keindahan tanpa perhiasan, kewibawaan tanpa kekuasaan. Anda tidak perlu beralasan karenanya, dan dengannya aibmu tertutupi�.[21] Kesimpulannya, kita diperintah untuk berbicara yang baik dan diam dari keburukan. Jika berbicara, hendaklah sesuai dengan keperluannya. Wallahul-Musta�an. Terkait:
|
#2
|
|||
|
|||
![]()
lidah memang tidak bertulang..
gw setuju ama kesimpulan elo bro.. |
#3
|
||||
|
||||
![]()
benar bro.. semua perlu disesuaikan.. :good:
|
![]() |
|
|