FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
|||
|
|||
![]()
Statistik sering menjadi acuan dalam menilai sesuatu. Tak terkecuali dalam agama. Jumlah sangat menentukan. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Suatu aliran kepercayaan yang belum universal dapat diterima kebanyakan orang, tidak dapat dikatakan sebagai agama. Demikian juga sekte-sekte sempalan dari suatu agama, tidak akan dianggap sebagai agama bila tidak memilki umat yang cukup banyak menurut statistik, dan satu lagi yang harus diperhatikan, bagaimana karakteristik dari agama itu sendiri. Pernah saya singgung sebelumnya, bagaimana kemajuan yang banyak diagungkan oleh manusia adalah apa yang dinamakan dengan keyakinan timur tengah dengan pemikiran barat. Kamudian, trend dunia berlanjut pada penistaan agama-agama pagan, misionaris pada agama-agama timur jauh dan kadang proses ini tak jarang dilakukan dengan tindakan-tindakan anarkis. Adalah sebuah kewajaran sebagai penganut Buddha kita memelihara agama yang kita anut. Tak peduli apakah agama ini akan segera berakhir atau secara kuantitas terus menurun. Kenyataan statistik bisa dikotak-katik, kong kali kong antara sesama aliran, kadang menyuguhkan data statistik yang berbeda dengan kenyataan yang ada. Keyakinan timur tengah dengan pemikiran barat yang didengung-dengungkan menjadi kemajuan, sedikit banyak juga sudah mengerosi keyakinan kita umat Buddha. Adaptasi pemikiran akan Tuhan yang Maha Pencipta digodok sedemikian rupa, dikawin-silangkan menjadi bagian dari ajaran Buddha, yang sebenarnya masa bodoh tentang apa yang dikira 'kemajuan' itu. Umat Buddha, berlindung pada Tri Ratna, bukan pada otoritas lain, baik itu lebih tinggi maupun lebih rendah. Rasanya, pengertian dasar itu belum pernah diralat oleh Buddha sendiri sampai detik ini. Kembali ke statistik. Dalam sebuah post yang pernah kulakukan dengan judul 'Masih Buddha?' jelas tujuannya adalah untuk mengejar angka statistik. Sudah menjadi adat manusia untuk merasa nyaman bila kelompoknya terdiri dari orang banyak. Seakan-akan bangga bila aliran kami paling banyak penganutnya, berkembang dengan pesat dan lain sebagainya. Segala cara kadang dilakukan untuk mengejar angka statistik ini. Lewat dakwah, postinga-postingan dakwah di internet, penyebaran brosur, penyebaran cetakan-cetakan yang katanya 'dhamma' bahkan, kadang sampai melakukan penyegatan di Gradmedia. Padahal saya ke Gramedia hanya mau cari buku, eh.... malah kena 'kong to li....' Yah... memang kebanyakan seperti itu. Mereka yang fanatik, suka menggaet orang lain untuk masuk ke ajaran agamanya. Ini fakta kebanyakan, bukan keseluruhan. Tak ada yang salah dengan ajaran. Interprestasi yang picik dari umatnya yang kadang membuat kefanatikan bahkan seenaknya menyerang pribadi orang lain yang membuktikan bahwa dia salah. Lalu, dipakailah nurani... walau kadang nurani justru diperlakukan seperti naluri. Manusia yang mengaku bodoh lantas dibilang tidak punya harga diri. Kalau memang kita sudah pintar, untuk apa lagi belajar? Supaya lebih pintar? Kalau kepintaran yang dikejar, itu juga sudah nafsu... nafsu untuk lebih unggul dari orang lain. Agama Buddha mengajarkan kita untuk berpikir dengan kebebasan berpikir yang menakjubkan. Pemeluk Buddha benar-benar dibiasakan untuk berpikiran kritis terhadap apa saja, sampai ke masalah ketuhanan yang sering jadi esensi paling dasar bagi agama kebanyakan. Jadi ingat pada obrolan sengit Hermione pada Ron...." Kalau pemahamanmu tidak lebih lebar dari pada sendok teh.... jangan kau pikir semua orang seperti mu..." Kenyataannya itulah yang banyak terjadi. Herannya lagi, yang berteriak kaya gitu, sering pula bertidnak seperti itu. Hermione sendiri awalnya tidak percaya pada Deathly Hollow, walau kemudian kenyataannya apa yang dikiranya bullshit ternyata benar. Dan, sekarang... kayanya baik Hermione maupun Ron, pemahamannya seleabr sendok teh? Sorry jadi nglantur. Selingan saja, biar jangan terlalu serius. ![]() Lalu kembali lagi ke statistik (yeeee.... itu itu saja....) Kita memang sering dibutakan dengan statistik kok. Melakukan postingan banyak di Indoforum saja bisa dianggap kaya gitu. Begitu juga dengan agama. Banyak pengikutnya, banyak peminatnya, pesat perkembangannya dan angka-angka statistik yang bagus... Yah... iyalah..... jumlah penduduk Indonesia saja tiap hari bertambah kok. Kalau sampai statistik pemeluk agama tertentu justru semakin turun, rasanya pasti ada yang salah. Sayangnya, salah dan benar sudah setipis sehelai rambut. Yang jelas-jelas entah darimana sumbernya berani mencantumkan apa yang dinamakan 5 dosa yang langsung masuk neraka. Dan, ada juga yang melindungi. Ada juga yang justru dengan wajah berbedak tebal memperingatkan hat-hati, tapi malah menghapus apa yang bersumber dari Tri Pitaka. Dan, kalau sudah begitu, bagi kita yang ingin mendapat pengetahuan tentang agama Buddha dalam forum ini, masih pentingkah statistik? Kuantitas akhirnya tidak seiring dengan kualitas. Kalau kuantitas yang dikejar, kemana penegndalian diri? Tak ada gunanya mempunyai pengikut banyak kalau tindakan, perbuatan yang ada di lapangan justru merugikan orang lain. Pernah aku menekankan hal serupa mengenai saktinya perbuatan dalam menentukan orang masuk surga atau neraka. Dan dijawab dengan bahwa perbuatan baik kit agak ada apa-apanya dibandingkan dengan perbuatan baik Tuhan. Bahwa kita tak boleh sombong membesar-besarkan perbuatan baik kita. Karena perbuatan baik kita tak lebih lebar dari kain lap untuk mengepel lapangan sepak bola...... Walah..... itulah kalau pertandingannya tidak fair. Manusia biasa yang hanya pernah sekali pake gelar maha, yaitu sewaktu jadi mahasiswa, dibandingkan dengan essensi yang selalu pake MAHA, Tuhan. Tak imbang kan? Kalau sudah begitu, apa gunanya berbuat baik? Tentu saja berguna. Karena berbuat baik bukan untuk mengharapkan surga. kalau surga yang diharapkan, bukankah itu pamrih juga namanya. Berbuat baik, berkelakukan baik, menjalankan perintah (katanya) Tuhan, seringnya justru dilakukan untuk mengharapkan imbalan surga, kebahagian dsb. Lalu, apa bedanya dengan barter? masa dengan Tuhan juga mau barter? Tapi yah itu keadaannya. Sudah sampaikah kita pada posisi tidak mengharapkan apa-apa lagi? Bukankah itu yang kita jadikan tujuan bagi yang mengaku penganut Buddha? Nibbana... Bukan kuantitas.... |
![]() |
|
|