
18th October 2010
|
 |
Ceriwiser
|
|
Join Date: May 2010
Location: medan
Posts: 645
Rep Power: 18
|
|
Lahan Buat Pelebaran Jalan, Eh Malah Dibuat Mal
JAKARTA- Pengamat perkotaan Yayat Supriatna mensinyalir salah satu sumber kemacetan di Ibukota selain pertumbuhan kendaraan baru yang tak terkendali, adalah aspek komersialitas lahan.
Sayangnya, warga Jakarta seakan tidak peduli terhadap hal tersebut. �Sebenarnya jalan yang ada tidak akan berubah, tetap pada porsinya. Pasti berubah itu tata bina lahan terutama lahan komersil. Yang tadinya rumah sekarang jadi pertokoan. Lalu yang tadinya lahan hijau menjadi pusat perbelanjaan atau mal,� ungkapnya kepada okezone, beberapa waktu lalu.
Dia mencontohkan, banyak kawasan yang dijadikan lahan untuk komersil padahal bisa untuk memperlebar ruas jalan. �Saya melihat sudah tidak ada sinergi antara masyarakat dengan lingkungan,� jelasnya.
Yayat pesimistis opsi mengurangi laju pertumbuhan kendaraan pribadi bisa jadi solusi mengatasi kemacetan. Dia menggambarkan bahwa keinginan masyarakat terhadap sesuatu yang dimilikinya lebih besar.
Jadi sangat tidak mungkin menyuruh masyarakat menggunakan kendaraan umum jika ada kendaraan pribadi di rumah, terlebih biaya untuk menggunakan kendaraan umum lebih mahal.
Pengurangan jumlah kendaraan, kata dia, tidak bisa jadi solusi karena bisa berdampak pada lahan industri. Mungkin yang benar adalah pengendalian pembatasan kendaraan melalui ERP.
�Rencananya memang sudah ada untuk hal itu tapi tidak ada realisasinya. Faktor biaya salah satu penghambatnya. Masyarakat juga akan berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraan umum karena mahal. Kalau naik motor itu murah, yah perbandingannya 1:3,� ungkap Yayat.
Lebih lanjut dia menambahkan, ketidakseriusan pemerintah dalam hal ini Pemda DKI terhadap kemacetan di Jakarta semakin terlihat jelas. Apa buktinya? Banyak wacana yang dikembangkan tetapi tidak ada realisasinya. Sebagai pengamat perkotaan, sekarang hanya bisa pasrah terhadap penyelesaian kemacetan ini.
�Kalau untuk sepeda bisa saja jadi alternatif, tetapi itu hanya banyak wacana. Saya bosan mengusulkan jalan untuk jalur sepeda. Sudah banyak rencana tapi tak ada realisasi,� tukasnya.(ful)
|