FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Quote:
Nama Raditya Dika makin ngetop saja setelah terbitnya buku Marmut Merah Jambu satu setengah tahun yang lalu. Mungkin momennya juga tepat. Selain film Kambing Jantan baru saja diputar, Raditya Dika menjadi pacar dari penyanyi cilik beranjak remaja yang tengah menanjak namanya: Sherina Munaf. Tak hanya itu, publik Indonesia (terutama para generasi mudanya) mulai senang dengan acara-acara stand-up comedy. Di tengah kesibukannya nongol dan ngocol di layar kaca, Dika masih jalan terus mengupdate tulisan-tulisannya bergaya blog yang kemudian dirangkum dalam novel terbarunya: Manusia Setengah Salmon. Di sini terlihat kedewasaan Dika sebagai seorang penulis makin berpengaruh pada gaya tulisannya. Masa transisi sudah dilakukan dalam Marmut Merah Jambu dan sekarang terasa sekali perbedaan gaya tulis Dika yang ala blog di buku Kambing Jantan dan lebih formal dalam bertutur di Manusia Setengah Salmon ini. Seperti halnya buku sebelumnya juga, Dika mengangkat satu tema sentral di novel ini dan yang dipilih adalah �Perpindahan�. Sekali lagi saya salut dengan Dika. Dia kini menginjak usia seperempat abad dan memang sudah pernah menyinggung sekali dua mengenai QLC (Quarter Life Crisis): masa-masa kehidupan pemuda-pemudi jaman sekarang yang gamang. Mau kuliah apa mereka setelah lulus SMU? Atau mau kerja apa mereka nanti selepas kuliah? Praktis �Perpindahan� atau �Perubahan� adalah suatu hal yang konstan terjadi dalam kehidupan manusia� dan Dika mengangkatnya secara humoris dalam penulisannya. Manusia Setengah Salmon Cover Saya merasa kalau kekuatan terbesar Dika adalah penulisannya yang down-to-earth dan dengan ringan menuturkan kejadian dalam kehidupannya sehari-hari. Setiap kali Dika mau menyetir keluar dari area nyaman itu dan masuk ke area super gokil maka kualitas tulisannya pasti hancur lebur dan tidak enak dibaca sama sekali. Saya suka sekali membaca pengalaman Dika saat belajar kentut bersama sang ayah maupun saat Dika melulu diteror oleh ibunya saat belajar di Belanda dulu (mungkin karena mamaku pun overprotektif padaku saya jadi bisa mengerti perasaannya). Di sisi lain, saya kebosanan ketika membaca bab-bab yang dipaksakan berisi reply dari tweet (yang seakan demi penambah jumlah halaman saja) sampai wawancara dengan para makhluk supernatural Indonesia yang ampun deh� geje abis. Saranku buat Dika: kalau memang lain kali bahannya belum cukup lebih baik diundur sedikit saja penerbitannya dan cari pengalaman yang benar-benar enak untuk digali dan ditulis. Si Bintang Gokil Toh setelah beberapa buku kebanyakan mengulas mengenai pengalaman hidup Dika sehari-harinya, saya berharap kalau di masa depan sang penulis muda ini bisa menciptakan karakter fiktif saja seperti Hilman dengan Lupus atau Olga. Kenapa? Karena karakter-karakter fiktif itu kaya Nobita di Doraemon: timeless. Saya tahu Dika bicara soal perubahan dalam novelnya tapi perlu diingat bahwa kebanyakan fanbasenya masih remaja SMP � SMU � Universitas. Berapa banyak di antara mereka yang akan �ga nyambung� kalau Dika mulai berkisah mengenai kesusahan saat bekerja nanti (evolusi paling logis setelah Manusia Setengah Salmon)? Lagipula memakai karakter fiktif (walau dengan dasar Dika dan keluarganya) juga bakalan membuat range penceritaan Dika lebih luas dan kreatif ketimbang melulu berdasarkan kisah nyata bukan? So my verdict is� Manusia Setengah Salmon adalah satu lagi output yang mantap dari Dika. Sang blogger yang kini telah berevolusi menjadi penulis ini membuktikan dirinya sebagai Hilman-nya Indonesia pada jaman millenium. Saya tunggu karya-karyamu berikutnya! Score: 7.5 |
#2
|
||||
|
||||
![]()
moga tetep santun deh penulis yg mkin trkenal
![]() |
![]() |
|
|