FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Go to Page... |
![]() |
|
Thread Tools |
#41
|
||||
|
||||
![]()
Latar Belakang Munculnya Adat Dan Nagari Bag.2
Spoiler for Isi:
3. Fase Koto
Karena anak kemenakan berkembang, wilayah semakin lebar maka aturan dan norma hidup semakin diperluas skopnya, membutuhkan adanya pemimpin diwilayah tersebut. Pemimpin yang akan : Manantukan lantak pasupadan, Manantukan inggo jo biteh, Kok kusuik ka manyalasaikan Karuah nan kamanjaniahkan Nan mamacik naraco keadilan Dalam bahasa Indonesia Menentukan tanda pembatas Menentukan wilayah dan batas Jika ada masalah yang akan menyelesaikan Jika keruh yang akan menjernihkan Yang memegang neraca keadilan Maka dipilihlah seorang pangkatuo/pangatuo/tuo kampung dan didirikanlah rumah gadang secara bergotong royong sebagai pelambang kebesaran pemimpin. Diharapkan dengan adanya pemimpin dengan segala hak dan kewajiban dan atributnya akan tercipta masyarakat harmonis, elok susunnya bak siriah rancak liriknyo bak ma atua (bagai sirih yang bagus susunnya setelah dijalin) Daerah/dusun tersebut menjadi makmur, aman dan damai yang dalam bahasa sangsekerta disebut kerto, sebagai akibat adaptasi berdasarkan struktur morfologis, kerto berobah jadi koto. Karena begitu subur dan makmurnya makin banyak pendatang (dagang lalu) yang menetap disana. Bagi pendatang baru didusun tersebut harus mengikuti aturan : dima bumi dipijak disitu langit dijunjuang. bajalan mairiang, Bakato baiyo Baiyua maisi Dalam bahasa Indonesia Dimana bumi dipijak disana langit dijunjung Berjalan mengiringi Berkata sepakat Ikut beriur. Ada juga yang mengatakan koto berasal kata kuta, artinya suatu wilayah yang dipagar untuk menahan serangan dari luar yang akan merugikan penghuninya, itulah yang disebut rumah berpagar adat, kampung bapaga buek, nagari bapaga undang, Tagak suku pado suku, tagak kampuang pado kampuang, taga banagari pada nagari. 4. Fase Nagari Dalam fase ini ada beberapa kelompok yang memisah dari inti, coba merantau ke daerah yang relatif dekat, kemudian didaerah baru tersebut mengalami fase yang sama dengan daerah asal. Dari taratak manjadi dusun, dari dusun manjadi koto, tetapi mereka tetap menjalin hubungan yang erat dan memakai aturan dan norma yang sama dengan daerah asal, Dibubuik indak layua Diasak indak mati Anak ciek kamanakan satu, Dalam bahasa Indonesia Dicabut tidak layu Dipindah tidak mati Anak satu kemenakan Satu Agar hubungan kekerabatan tidak putus karena telah berdiri beberapa koto, maka berdasarkan kesepakatan beberapa Tuo kampung yang memiliki kaitan norma dan kekeluargaan maka didirikanlah nagari. Dan daerah asal/jolong disebut dengan jorong. Dari sini muncullah, Tuah kato samufakat Nan bana kato baiyo Bulek aia ka pambuluah Bulek kato ka mufakat Dalam bahasa Indonesia Tuah kata karena mufakat Yang benar kata bersama Bulat air ke pembuluh Bulat kata ke mufakat Baragiah-ragiah Babagi indak bacarai Sarumpun bak sarai Sakalupak bak tabu Basimpang babalahan Bakarek bapanggabuangan Basasok bajarami Nagari bapaga undang Kampuang bapaga jo pusako Dalam bahasa Indonesia Saling memberi Berbagi tapi tidak bercerai Serumpun seperti serai Sekelupak seperti tebu Bersimpang berbelahan Berpotong bersambungan Bersosok berjerami Nagari berpagar undang Kampung berpagar pusaka. Seluruh aspek kehidupan baik secara individual maupun kolektif, saparuik, sapasukuan, sakoto sanagari, hak dan kewajiban serta seluruh aturan dan norma yang telah disepakati sifat gotong royong tenggang rasa dan lain-lain, semua saling menjalin satu sama lain, dan sebagai pengikut jalinan itu yang disebut adat. Tali pengikat inilah yang disebut adat: Indak lapuak dek hujan Indak lakang dek paneh Dirandam indak basah Dibaka indak anguih Dalam bahasa Indonesia Tidak lapuk karena hujan Tidak lekang karena panas Direndam tidak basah Dibakar tidak hangus Dapat disimpulkan adat adalah merupakan pandangan hidup yang menata keharmonisan kehidupan antar manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Sang Pencipta yang berpedoman kepada keserasian alam sekelilingnya. Itulah sebabnya adat memposisikan alam terkembang jadi guru. Panakiak pisau sirauik Ambiak galah batang lintabuang Salodong jadikan niru Satitiak jadikan lauik Sakapa jadikan gunuang Alam takambang jadikan guru. Sumber : Surek kaba Anak Nagari Sungai Pua " Apa Basi" edisi I Desember 2002 |
#42
|
||||
|
||||
![]()
Penghulu
Spoiler for Isi:
Tiap tiap Penghulu dalam nagari wajib melakukan dan memakai akal yang baik, begitu juga membawa kaum kerabatnya dan orang banyak kepada kebajikan, dan mencari ikhtiar akan menolak jalan kejahatan.
Jikalau penghulu itu menggunakan akal budinya, wajiblah dengan sidik midiknya dalam segala pekerjaan sekedar kuasa dirinya masing masing. Ditambah lagi suatu akal, penghulu wajib tahu dengan hereang dan gendeang, basa basi serta makna kata-kata kias, yakni kata kata yang mengandung arti didalamnya. Timbang Penghulu Penghulu itu wajib baginya menimbang baik buruk dengan baik, mudarat dan mamfaat, tinggi rendah, jauh dekat dalam segala pekerjaan yang akan dikerjakan, oleh anak buahnya. Dan selalu juga menimbang rugi dan laba, mengkaji sebab akibat perbuatannya, baik terhadap dirinya maupun terhadap anak kemenakannya, seperti kata ahli adat "Awal di perbuat akhir dikenal" Jika penghulu itu tiada menimbang lebih dahulu barang sesuatu apa pekerjaan yang akan dikerjakan atau yang akan dikerjakan anak buahnya, apalagi pekerjaan itu dikerjakan dengan terburu nafsu, hal itu sering sekali menyebabkan kerugian terhadap dirinya atau atas diri anak buahnya, atau atas diri orang lain, dan kerap kali pula hal itu merusak akan perjalanan adat asli dalam nagari yaitu adat-adat yang memberikan kebajikan banyak dalam nagari. Ilmu Penghulu Setiap penghulu wajib berilmu, wajib menambahkan ilmu, artinya mengetahui lebih banyak suatu persoalan suatu pekerjaan yang akan dikerjakan dan yang akan dikerjakan oleh anak buahnya baik pada massa yang lalu (hal yang telah terjadi) maupun pada massa yang akan datang, rugi atau laba, yang akan timbul sebab dari perbuatannya atau anak buahnya. Penghulu kerja tanpa ilmu hampa, ilmu yang ada tidak diamalkan oleh penghulu celaka. Dengan kata lain penghulu tidak berilmu pada pekerjaan yang akan dikerjakannya atau yang disuruh kerjakan pada anak buahnya, maka pekerjaan itu tanpa guna dan maksud pekerjaan itu semakin tidak jelas. Tentu pekerjaan itu termasuk pekerjaan yang sia-sia dan mubazir. Hakikat Penghulu. Setiap Penghulu itu wajib pula baginya akan berhakikat yang baik selama- lamanya. Sekali kali janganlah penghulu itu kelihatan oleh orang banyak berakikat jahat kepada barangsiapapun juga meskipun terhadap musuhnya, penghulu itu hendaknya berakikat baik terlebih dahulu sekalipun pada lawannya, hakikatnya harus mampu mencari jalan perdamaian yang dapat dilihat orang banyak dan berguna untuk keselamatan dirinya dan kaumnya. Jikalau penghulu itu kelihatan oleh orang lain, atau oleh kaumnya ada menaruh hakikat tidak baik terhadap barang sesuatunya, niscaya orang akan sak wasangka kepadanya, Jika kelihatan oleh orang bahwa penghulu itu menyimpan hakikat tidak baik kepada sesuatu yang tidak berpatutan, jikalau kelihatan pula oleh kaumnya bahwa penghulu itu berhakikat jahat terhadap orang lain, niscaya kaumnya itu akan turut pula berhakikat jahat. Kalaupun penghulu itu mempertahankan penghulunya itu dengan cara yang tidak baik, pada suatu ketika akan ditimpa malu dan akhirnya hakikat tidak baik itu akan jadi musuh di kemudian hari. Niat dan Hati Penghulu. Tiap-tiap penghulu wajib pula berniat dalam hatinya, bumi senang padi menjadi, anak buah berkembang biak nagari aman sentosa. Jalan raya titian bau, anak randa berjalan seorang, pantang terhambat terbelintang, hukum adil adat bernagari. Begitulah niat sehari-hari hendaknya. Yang dimaksud dengan kata anak berjalan seorang ialah terlihat dan terasa Nagari aman sentosa, karena tak ada sumbang salah, sesuai dengan kata syarak "setiap amal itu harus dimulai dengan niat, dan niat itu dimulai dari hati" Sumber : Surek kaba anak Nagari Sungai Pua "APA BASI". Edisi I Desember 2002 |
#43
|
||||
|
||||
![]()
Martabat Seorang Penghulu
Spoiler for Isi:
Seorang yang telah diangkat menjadi Penghulu oleh kaum anak kemenakannya, akan berwibawa dan disegani kalau dia sebagai seorang pemimpin lebih bisa memimpin dirinya sendiri yang dapat dicontoh dan ditauladan oleh masyarakat anak kemanakan yang dipimpinnya dalam segala tingkah laku dan perbuatannya.
Penghulu atau pemimpin yang demikian akan merupakan pemimpin yang dicintai oleh anak kemenakan dan masyarakatnya. Maka dalam ajaran adat Minangkabau perlu pemimpin itu dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan yang mengangkat martabat dan prestise penghulu tersebut, yaitu : 1. Ingek dan Jago pado Adat Ingek di adat nan ka rusak Jago limbago jan nyo sumbiang urang inget pantang Takicuah Urang jago pantang ka malingan Seorang Penghulu hendaklah selalu hati-hati dalam setiap tingkah laku dan perbuatannya yang akan merusak nama baik seorang penghulu atau pemimpin. Hendaklah mencerminkan dalam setiap gerak dan perilaku seorang penghulu itu, sifat-sifat yang baik dan sempurna, umpama perkataannya, duduk, minum, makan, berjalan, berpakaian yang selalu dapat dicontoh oleh anak kemenakan dan masyarakatnya. Dia selalu ingat dan hati-hati bahwa dia adalah seorang pemimpin yang senantiasa diperhatikan dan dilihat oleh masyarakat. Baik budi, tutur dan kata yang lemah lembut, berani tanggung jawab dalam segala tindakan, jangan seperti kata gurindam : Tinggi lonjak gadang galapua Nan lago dibawah sajo Baka ibarat ayam jantan Bakukuak di nan tinggi Gilo namuah kamanangan Muluik kasa timbangan kurang Gadang tungkuih tak barisi Elok baso tak manantu. Nan baiak umpamo buluah bambu Nan batareh nampak kalua Tapi di dalam kosong sajo Mamakai cabuah sio-sio Kecek gadang timbangan kurang Kacak batih lah babatih Kacak langan lah bak langan Ereng jo gendeng tak bapakai Baso basi jauah sakali Malu sopan pun tak ado Bicaro banyak suok-kida Indak manunjuak ma-ajari Penghulu yang demikian akan kehilangan harga diri dalam masyarakat dan tidak akan dihormati dan tidak akan berhasil dalam impiannya. Patitih pamenan adat Gurindam pamenan kato Jadi pemimpin kok tak pandai Rusak kampuang binaso kato. 2. Berilmu, Berfaham, Bermakrifat, Yakin dan Tawakal kepada Allah Berilmu Berilmu pengetahuan tentang rakyak yang dipimpinnya, tentang soko dan pusako, tentang korong kampuang dan halaman serta nagarinya. Berpengetahuan tentang hukum adat dan syarak, yang sagggup mengamalkannya dalam penyelesaian sengketa yang terjadi dalam lingkungan kaum dan nagarinya. Berfaham Merahasiakan apa yang patut dirahasiakan, Indak ta-ruah bak katidiang Indak ba-serak bak anjalai Kok rundiang ba nan batin Patuik ba-duo jan ba-tigo Nan jan lahia di-danga urang Bermakrifat Mengamalkan rukun Islam yang lima, dengan tulus dan ikhlas dan selalu ingat kepada Allah swt dan meninggalkan segala larangan agama Islam, begitupun larangan Adat dan Undang-Undang. Ilmu bak bintang bataburan Faham haluih bak lauik dalam Budi nan tidak kelihatan Faham nan tidak namuah ta-gadai Luruih bana dipegang sungguah. 3. Kayo dan Miskin pado Hati dan Kebenaran Seorang penghulu hendaklah mempunyai kesanggupan mengarahkan anak kemenakannya kepada kebenaran. Dia akan berusaha membawanya kepada jalan yang baik dan benar, diminta atau tidak diminta oleh anak kemenakannya. Ia rendah hati dan pemurah dalam segala bentuk yang mengarah kepada kebenaran dan perbuatan-perbuatan yang baik, selalu memberi ajaran-ajaran yang baik dan berfaedah. Sewaktu-waktu seorang penghulu perlu mempunyai sifat tegas dan bijaksana. Dia tidak akan mengambil suatu langkah dan tindakan sebelum diminta dan diperlukan. Dia tidak akan menyelesaikan suatu sengketa yang seharusnya tidak menjadi kewajibannya atau tidak pada tempatnya. Elok nagari dek panghulu Rancak tapian dek nan mudo Kalau akan memegang hulu Pandai mamaliharo puntiang jo mato. 4. Murah dan Mahal pado Laku dan Perangai yang Berpatutan Seorang penghulu pandai bertindak pada saat dan waktunya, melihat kepada tempat dan keadaan, pandai menyesuaikan diri pada setiap tingkatan masyarakat, tidak merasa rendah diri pada pergaulan, hormat kepada orang tua, kasih pada anak-anak. Ia bisa berkelakar sewaktu-waktu dengan anak kemenakan dan masyarakat, mempunyai sifat terbuka dalam segala tindakan kepemimpinannya. Ia selalu mentaati setiap keputusan yang telah diambil, sangat hati-hati dalam membikin dan mengucapkan janji pada seorang, rajin mengontrol anak kemenakan dalam segala bidang kehidupannya, mempunyai sifat yang tegas dan bijaksana dalam segala hal. Malabiahi ancak-ancak Mangurangi sio-sio Bayang-bayang sapanjang badan Man-jangkau sapanjang tangan bajalan surang tak dahulu Bajalan ba-duo tak ditangah Hermat cermat dio selalu Martabat nan anam tidaklah lengah. 5. Hermat dan Cermat Mangana Awa dan Akia Selalu mengenal sebab dan akibat, dan mempertimbangkan mudharat dan manfaat dalam pekerjaan dan putusan yang akan dibuat. Mempunyai ketelitian yang sunguh-sunguh dalam perbuatan dan tindakan. Memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam masyarakat. Indak mengelokan galah di kaki Indak malabiahi lantai bake bapijak Dek sio-sio nagari alah Dek cilako hutang tumbuah Mangana awa dengan akia Mangana manfaat jo mudharat Dalam awa akia membayang Dalam kulik mambayang isi cawek nan dari mandiangin Dibao nak urang ka biaro Takilek rupo dalam camin inyo dibaliak itu pulo 6. Sabar dan Ridha Mamakai Sidik jo Tabalieh Seorang penghulu selalu bersifat sabar dan lapang hati, tidak pemarah dan angkuh, pemaaf dalam segala ketelanjuran anak kemenakan dan masyarakat, mempunyai ketenangan dalam menghadapi segala hal. Ia selalu memegang kebenaran, dan juga tetap mempertahankan kebenaran dan keadilan, bisa meyakinkan orang lain dan masyarakatnya dengan sesuatu yang dianggapnya benar dan baik. Dan dia pun sanggup melaksanakan apa yang dikatakannya baik dan benar itu. Ia sabar dalam menghadapi segala sesuatu dalam masyarakat, baik kesulitan maupun bahaya yang menimpanya dan anak-kemenakannya. Dan ia senantiasa memusyawarahkan segala sesuatu yang akan diambil tindakan dan apa yang akan dilaksanakan dengan anak-kemenakannya. Indak bataratak bakato asiang Bukan mahariak mahantam tanah Pandai batenggang di nan rumik Dapek bakisa di nan sampik Alah bakarih samparono Bingkisan rajo Majopahik Tuah basabab ba karano Pandai batenggang di nan rumik. Kalau martabat yang enam macam ini telah dapat dihayati oleh seorang penghulu dengan sebaik-baiknya, maka penghulu tersebut akan bisa menjadi penghulu yang benar-benar "gadang basa nan batuah" yang dikehendaki oleh adat Minangkabau dan yang diharapkan oleh anak-kemenakan dan masyarakat yang membesarkannya, dan akan bertemulah kehendak pepatah adat : Kamanakan manyambah lahia Mamak manyambah batin Dengan mengamalkan secara sunguh-sunguh martabat seorang penghulu yang enam macam itu, terjauhilah seorang penghulu dari sifat-sifat yang sangat dibenci oleh ajaran adat, begitupun oleh pencipta adat Minangkabau, yakni ninik Dt. Parpatiah nan Sabatang dan Dt. Katumangguangan. Nak cincin galang lah buliah Nak ulam pucuak manjulai Nak aia pincuran tabik Sumua dikali aia datang Dek licin kilek lah tibo Dek kilek cayo lah datang Ka jadi sasi bungo jo daun Adat bajalan sandirinyo Bumi sangang padi manjadi Padi kuniang jaguang maupiah Taranak bakambang biak Anak buah sanang santoso Sumber : Buletin Sungai Puar 16 Agustus 1986 |
#44
|
||||
|
||||
![]()
Tugas Penghulu Bag.1
Spoiler for Isi:
Seorang penghulu yang telah dipilih oleh anak kemenakannya adalah pemimpin dari anak kemenakan tersebut, yang diibaratkan :
Hari paneh tampek balinduang Hari hujan bakeh bataduah Kusuik nan ka manyalasaikan Kok karuah nan ka mampajaniah Hilang nan ka mancari Tabanam nan ka manyalami Tarapuang nan ka mangaik Hanyuik nan ka mamintehi Panjang nan ka mangarek Singkek nan ka mauleh Senteng nan ka mambilai dalam segala hal. Maka perlu sesorang penghulu melaksanakan tugas kepenghuluannya (kepemimpinannya) dengan penuh kesadaran, dan kejujuran dan penuh tanggung jawab. Tugas seorang penghulu mencakup segala bidang, seperti ekonomi anak kemenakan, pendidikannya, kesehatannya, perumahannya, keamanannya, agamanya serta menyelesaikan dengan sebaik-baiknya kapan terjadi perselisihan dalam lingkungan anak kemenakan dan masyarakat nagari. Tugas-tugas tersebut diatas adalah suatu karya penghulu dalam memberikan bantuan dan partisipasi terhadap lancarnya jalan pembangunan dan lancarnya roda pemerintahan di nagari. Kalau tugas dalam lingkungan anak kemenakannya ini telah dilaksanakan sebagaimana mestinya menurut hukum adat Minangkabau, adalah merupakan bantuan yang tidak kecil artinya terhadap pembangunan dan pemerintahan di daerah kita, yang pokoknya merupakan tugas pula bagi ninik mamak penghulu di nagari-nagari. Maka di dalam adat Minagkabau ada empat macam tugas pokok bagi seorang penghulu : I. Manuruk alua nan Luruih Artinya seseorang penghulu harus melaksanakan segala tugas kepenghuluannya menurut ketentuan-ketentuan Adat lamo pusako usang, yakni meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, yang dilandaskan kepada 4 macam ketentuan : a. Melaksanakan (menurut) kato pusako b. Melaksanakan kato mufakat c. Kato dahulu batapati d. Kato kamudian kato bacari. Empat macam ketentuan adat adalah alur pusako yang dijadikan titik tempat bertolak dalam segala persoalan di dalam Adat Minangkabau. Umpamanya : Mahukum adia Bakato bana Naiak dari janjang Turun dari tanggo Kato pusako ini mempunyai pengertian yang dalam dan mempunyai ruang lingkup yang luas sekali dalam hidup dan kehidupan manusia di Minangkabau. Apakah pemimpin anak , kemenakan, korong kampuang, nagari, menyelesaikan persengketaan, melaksanakan suatu pekerjaan dan lain-lain, yang berhubungan dengan orang banyak, hendaklah menurut ketentuan adat itu sendiri. Kalau tidak, akan membawa akibat dan hasil yang tidak memuaskan, setidak-tidaknya mendatangkan rintangan dan halangan dan melambatkan proses suatu pekerjaan yang seharusnya kita capai dengan segera, seperti kata adat tentang kato pusako : Mamahek manuju barih Tantang bana lubang katambuak Malantiang manuju tangkai Tantang bana buah karareh Manabang manuju pangka Tantang bana rueh ka rabah Tantang sakik lakeh ubek Tantang ukua mako di Karek Tantang barih makanan pahek Artinya berusahalah sejauh mungkin meletakkan sesuatu pada tempatnya, berbuat dan bertindak tepat lurus dan benar menurut semestinya, atau dalam perkataan lain : Naik dari janjang Turun dari tanggo II. Manampuah Jalan nan Pasa Yang disebut di dalam adat : Jalan pasa nan ka tampuah Labuah goloang nan ka turuik Jangan manyimpang kiri jo kanan Condoang jangan kamari rabah Luruih manatang dari adat Yakni kebenaran. Seharusnya seorang yang telah jadi penghulu melaksanakan ketentuan yang telah berlaku baik cara berumah tangga, berkorong berkampuang, bernagari, jangan diubah dan dilanggar. Jalan menurut adat ialah dua macam pula : a. jalan dunia, yakni : baadat, balimbago, bacupak, bagantang b. jalan akhirat, yakni : beriman kepada Allah beragama islam bertauhid beramal Baadat : Dalam hal ini adalah melaksanakan dengan sesungguhnya dengan penuh kesadaran yang mencerminkan jiwa dan tujuan adat itu dalam setiap gerak dan perilaku seorang penghulu (pemimpin). Seorang yang beradat di Minangkabau harus sanggup merasakan ke dalam dirinya apa yang dirasakan oleh orang lain, sehingga menjadilah seorang yang beradat, apakah dia pemimpin atau rakyat, orang yang berbudi luhur dan mulia. Karena hal ini syarat mutlak dalam mencapai kebahagiaan lahir bathin, duniawi dan ukhrawi. Balimbago : Arti lembaga adalah suatu gambaran yang dimakan akal yang merupakan himpunan dari segala unsur penting dalam masyarakat (organisasi). Rumah tangga adalah suatu lembaga, pemerintahan adalah suatu lembaga, maka seorang penghulu tidak dapat melepaskan diri dari lembaga-lembaga tersebut. Penghulu adalah sebagai kepala adat dalam kaumnya, sebagai pemimpin dan sebagai anggota kaum. Juga dia sebagai bapak dari anak, anggota dari kerapatan adat-nagari, mamak dari kemenakan. Kalau seorang penghulu telah melalaikan tugasnya sebagai seorang penghulu, maka disebut penghulu yang tidak belimbago. Bacupak : Cupak adalah suatu ukuran di Minangkabau yang tidak lebih di kurangi, dan tidak boleh diubah. Kalau dalam adat, cupak yang paling utama diketahui dan dipakai oleh seorang penghulu ialah cupak usali, yakni bagaimana prosedurnya seorang penghulu menyelesaikan suatu sengketa anak kemenakan, sehingga dapat mencapai hasil penyelesaian yang sebaik-baiknya dan seadil-adilnya menurut kemampuan manusia yang diukur dengan cupak tersebut. Maka seorang penghulu harus mempunyai dan keakhlian dalam menyelesaikan suatu sengketa anak kemenakan, dengan cara tidak boleh dilebihi dan dikurangi atau berat sebelah (tidak adil). Bagantang : Disebut dalam adat gantang nan kurang duo limo puluah (empat puluh delapan). Sebenarnya maksud dari ketentuan adat ini ialah seorang pemimpin harus melaksanakan ukuran yang diturunkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya, mengetahui tentang sifat-sifat Tuhan itu sendiri, yakni Aqaid yang lima puluh, yaitu 20 sifat yang wajib pada Allah, 20 sifat yang mustahil pada Allah, dan 4 sifat yang wajib pada Rasul, dan 4 sifat yang mustahil pada Rasul, jumlah seluruhnya 48. Yang dua macam lagi tidak disebutkan dalam adat, karena dua macam teruntuk bagi kehendak Allah dan Rasul yakni, satu yang harus pada Allah dan satu yang harus pada Rasul. Jalan akhirat : Yakni iman, Islam, tauhid dan makrifat. Seorang Penghulu perlu menjadi seorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, yang benar-benar melaksanakan syari'at Islam yang telah diwajibkan dan sekaligus mengesakan Tuhan, dan beramal saleh. Karena penghulu adalah partner dari alim ulama yang melaksanakan maksud pepatah : Syarak mangato Adat mamakai kepada anak kemanakan dipimpinnya. |
#45
|
||||
|
||||
![]()
Tugas Penghulu Bag.2
Spoiler for Isi:
III. Mamaliharo Harato Pusako
Mempunyai tangan harato pusako, Seorang penghulu mempunyai kewajiban memelihara harta pusaka kaumnya dan anak kemenakannya, yang disebutkan dalam ketentuan adat : Kalau sumbiang dititik Patah ditimpa Hilang dicari Tabanam disalami Anyuik dipinteh Talamun dikakeh Kurang ditukuak Rusak dibaiki Artinya seorang penghulu harus berusaha memelihara harta pusaka anak kemenakan, jangan sampai terjual atau berpindah kepada orang lain. Begitupun tergadai yang tidak menurut syarat yang telah dibolehkan oleh adat Minangkabau, seperti untuk kepentingan pribadi, untuk kepentingan anak dan isteri. Boleh juga digadaikan hanya kalau telah ditemui salah satu syarat menurut adat, seperti gadih gadang tak balaki, maik tabujua tangah rumah, rumah gadang katirisan, adat tak badiri. Syarat tersebut harus terjadi dengan sesungguhnya, dan tidak ada jalan lain untuk mengatasinya selain dari menggadaikan harta pusaka tersebut. Pendeknya seorang penghulu harus berusaha jangan sampai harta pusaka anak kemenakan dan kaum, tergadai tidak menurut semestinya, menurut kehendaknya sendiri-sendiri dan berusaha mencarikan jalan keluar untuk mengatasinya, dengan mengamalkan maksud pepatah : Barek samo di pikiua Ringan samo dijinjiang. dengan jalan bantu membantu dalam kaum tersebut. Seorang penghulu harus berusaha untuk menambah harta pusaka anak-kemenakan dengan jalan manaruko sawah yang baru atau ladang, atau setidak-tidaknya berusaha meningkatkan hasil yang telah ada pada masa tersebut. Harta pusaka yang merupakan ulayat bagi seorang penghulu adalah daerah teritorial kekuasaan seorang penghulu. Disanalah berkembang anak kemenakan hidup dan berkehidupan, berumah dan bertetangga, bersawah dan berladang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan hasil sawah ladang tersebut ia dapat mendidik anak kemenakan, membangun sekolah dan mesjid, membangun rumah dsb. Kalau ulayat yang tempat bersawah dan berladang, ini telah terjual atau tergadai oleh seorang penghulu, maka habislah daerah kekuasaannya, hilanglah sumber ekonomi anak kemenakannya. Dalam adat dikatakan : Suku baranjak Bangso pupuih Manah hilang Suku dari seseorang penghulu akan hilang dan habis dengan berpindahnya hak milik dari ulayat tersebut, dan lama-lama bangsa dari seorang penghulu akan lenyap dan habis, tanah tempat mencari sumber penghidupanpun hancur, tidak ada tempat bagi keturunan di masa datang. Pepatah mengatakan : Sawah ladang banda buatan Sawah batumpak di nan data Ladang babidang di nan lereng Banda baliku turuik bukik Cancang latiah niniak moyang Tambilang basi rang tuo-tuo Usah tajua tagadaikan Kalau sumbiang batitik Patah batimpa hilang bacari Tarapuang bakaik tabanam basalami Kurang ditukuak ketek di pagadang Senteng dibilai singkek diuleh. IV. Mamaliharo Anak Kamanakan Tugas penghulu yang keempat ini adalah tugas yang berat, tetapi murni dan suci. Seorang penghulu yang baik dan bijaksana dapat memberikan arahan kepada anak kemenakan didalam segala lapangan kehidupan. Tugas memelihara anak kemenakan tergantung kepada berjalannya tugas yang tiga macam sebelumnya secara baik. Tanpa dapat menjalankan tugas tersebut, seseorang tidak akan berhasil dalam memimpin anak kemenakan dan kaum, yakni : Manuruik alua nan luruih Manampuah jalan nan pasa dan memelihara harta pusaka sebagai sumber penghidupan dari anak kemenakan tersebut, seperti kata pepatah : Anak dipangku kamanakan dibimbiang urang kampuang di patenggangkan Tenggang nagari jan binaso Tenggang sarato jo adatnyo Dari pepatah adat diatas kita dapat mengerti bahwa seorang penghulu disamping membimbing/memimpin kemenakannya dia harus bertanggung jawab memimpin anaknya. Dalam diri seorang Minangkabau melekat lima macam tugas dalam dirinya. Dia adalah sebagai pemimpin dari anaknya, pemimpin dari kemenakannya, dan pemimpin dari korong kampuangnya juga pemimpin didalam masyarakat nagarinya (kerapatan adat nagari) . Bila seorang penghulu benar-benar menjalankan tugas kepenghuluannya secara baik menurut adat, tugas-tugas tersebut diatas akan dapat dijalankan sekaligus, sesuai dengan pepatah diatas. Bukan hanya penghulu tahu kepada anak kemenakannya semata, tetapi juga dia tahu kepada korong kampuang dan nagarinya, serta keluarga di rumah tangga isterinya, dengan memimpin dan membimbingnya.Tentu saja dengan cara pimpinan yang berbeda, dengan memimpin anak dan kemenakannya sendiri. Kesimpulan : Tugas pokok penghulu di dalam nagari sapat disimpulkan dalam papatah : Manuruik alua nan luruih Manampuah jalan nan pasa Alua luruih barih tarantang Jalan pasa labuahnyo golong Indak manyimpang kiri jo kanan Luruih manantang barih adat Hanyuik bapinteh Hilang bacari Tarapuang bakaik Tabanam basalami Tingga dijapuik tapacik dikampuangkan Jauah diulangi Kalau kusuik disalasai Kalau karuah di janiahi Kusuik bulu paruah manyalasaikan Kusuik banang cari ujuang jo pangka Kusuik sarang tampuo api mahabisi Disuruah babuek baiak Dilarang babuek mungka Kasudahan adat di balairung Kasudahan dunia ka akhirat Sumber : Buletin Sungai Puar 14 April 1986 |
#46
|
||||
|
||||
![]()
Kewajiban Penghulu
Spoiler for Isi:
Pimpinan seorang penghulu bukanlah dimaksudkan sekedar mengepalai, tetapi mencakup bidang lahir dan batin, mental dan spiritual, seperti :
1. Ekonomi sawah ladangnya 2. Pendidikannya 3. Kesehatannya 4. Keagamaannya 5. Pergaulannya 6. Tingkah lakunya/adatnya 7. kewajiban terhadap pemerintah sebagai warga negara, kewajiban terhadap nagari dan kampung halamannya. Kewajiban Penghulu antara lain : a. Seorang penghulu di dalam kaum anak kemenakannya dapat mengetahui dengan pasti berapa jumlah anak kemenakan laki-laki dan perempuan, yang telah berpendidikan dan yang belum. Apakah penghasilan anak kemenakan cukup untuk kebutuhan hidupnya dari tahun ke tahun. b. Adakah anak kemenakan membayarkan kewajiban terhadap agama dan adatnya, membayarkan kewajiban terhadap rumah tangga, korong kampuang dan nagarinya. Berapa banyak anak kemenakan yang tidak mempunyai mata pencarian, dan sebab apa yang menyebabkan kurangnya mata pencarian. c. Seorang penghulu mencari jalan keluar dari kesukaran-kesukaran yang dialami oleh anak kemenakan. Ia harus membuat suatu perencanaan secara menyeluruh untuk kepentingan anak kemenakan, baik tentang ekonomi, dan pendidikannya maupun hal yang lain yang dianggap penting untuk anak kemenakan secara keseluruhan. d. Untuk itu perlu seorang penghulu mempunyai kemampuan dan keahlian untuk menghimpun anak kemenakandan memberikan pengarahan dan penjelasan kepada mereka tentang segala persoalan yang berhubungan dengan keselamatan mereka lahir bathin. Ia harus memberikan penjelasan tentang program pemerintah dan tugas kewajiban anak kemenakan terhadap program pemerintah tersebut sehingga dengan demikian penghulu-penghulu merupakan pembantu utama dalam lancarnya jalan pemerintahan di nagari. e. Seorang penghulu didalam kaumnya berkewajiban menjalankan tugas menyuruh anak kemenakan membuat kebajikan, dan menjauhi segala larangan agama, begitupun adat dan undang-undang pemerintahan. Seorang penghulu hasrus sanggup mewujudkan tujuan pepatah : syarak mangato adat memakai. Ia membantu tugas alim ulama dalam terlaksananya pengamalan ajaran di tengah kaum dan keluarga serta masyarakat banyak f. Seorang penghulu harus sanggup mengembangkan adat nan kawi di Minangkabau kepada anak kemenakannya, seperti ajaran yang apa yang dikandung oleh adat Minangkbau, dan apa tujuan dari adat itu, dan apa pula akibatnya kalau adat itu tidak dita'ati oleh masyarakat, anak, kemenakannya, sehingga akhirnya anak kemenakan dapat menerima warisan adat tersebut untuk diteruskannya kepada generasi selanjutnya. g. Seorang penghulu harus sanggup menyelesaikan setiap sengketa yang timbul di dalam kaum anak kemenakannya, tanpa menyerahkan kepada orang ketiga. Diapun harus sanggup mengatasi kesulitan yang timbul diatas rumah tangga dan korong kampungnya. h. Untuk kepentingan kemajuan anak kemenakan dan korong kampungnya, penghulu-penghulu harus mengadakan sidang (rapat) dengan penghulu lain yang bersangkutan, sehingga dapat dipecahkan bersama-sama persoalan apa yang timbul dan terjadi, dan jalan apa yang harus ditempuh, begitupun mengenai sengketa-sengketa yang terjadi dalam masyarakat. i. Seorang penghulu berkewajiban memikirkan dan memecahkan persoalan pembangunan nagari, kampung halaman dan rumah tangganya, dan mendorong anak kemenakan untuk melaksanakan barek sapikua ringan sajenjeng dalam melaksanakan pembangunan tersebut, seperti sekolah, kantor, mesjid, surau, rumah, irigasi, jalan raya, kebersihan nagari dan kampung. j. Seorang penghulu tidak dapat melepaskan diri terhadap sesuatu yang terjadi dalam masyarakat kampung dan nagarinya, seperti mempunyai sifat acuh tak acuh dalam suatu kejadian, baik atau buruk. Dia harus menjadi pemimpin yang tulus dan ikhlas dalam membantu setiap kegiatan pemerintahan di nagari sesuai dengan kata pepatah adat tentang kewajiban penghulu-penghulu di dalam adat sebagai berikut : Penghulu lantai nagari Malantai anak kemenakan Malantai rumah jo tanggo Malantai korong jo kampuang Malantai balai jo musajik Malantai sawah jo ladang Malantai labuah jo tapian Kalau malantai sabalun lapuak Kalau maminteh sabalun hanyuik Hari sahari diparampek Malam samalam dipatigo Malam bahabih hari Malam bahabih minyak Agak agiahkan jo ilmu Mamikia anak kamanakan Sumber : Buletin Sungai Puar 14 April 1986 |
#47
|
||||
|
||||
![]()
Larangan Dan Pantangan Seorang Penghulu
Spoiler for Isi:
Larangan dan pantangan bagi seorang penghulu di dalam adat Minangkabau dapat dibagi dalam dua garis besar, yaitu :
1. Mengerjakan setiap pekerjaan yang maksiat/mungkar dalam pandangan Agama dan Adat. 2. Perbuatan yang menjatuhkan harkat martabat penghulu yang disimpulkan dalam kaedah itu sendiri, seperti : Hilia malonjak, mudiak mangacau Kiri-kanan mamacah parang Mangusuik alam nan salasai Mangaruah aia nan janiah Bapaham bak kambiang dek ulek Karano miskin pado budi Barundiang bak sarasah tajun Karano takabua dalam hati Marubahi lahia jo batin Maninggalkan siddiq jo tabalia Mamakai cabuah sio-sio Kato nan lalu lalang sajo Bak caro mambaka buluah Rundiang bak marandang kacang Sabab lidah tak batulang Menurut pandangan syarak (Islam), pekerjaaan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya Muhammad saw ialah kafir, maksiak, takabur, pemarah, pendusta, penipu, pencuri, pemabuk, penjudi, munafiq, meninggalkan mengerjakan rukun islam yang lima. Larangan dan pantangan menurut pandangan adat ialah apa yang dilarang oleh Agama Islam, juga dilarang oleh Adat Minangkabau. Demikian juga mengerjakan pekerjaan yang tidak menurut alur dan patut bagi seorang pemimpin atau penghulu, seperti memecah belah orang bekeluarga, menimbulkan huru-hara, pemalas, pemungkir janji, dan mengerjakan pekerjaan sumbang menurut pandangan adat, baik dalam berpakaian, maupun dalam perkataan dan tingkah laku dalam pergaulan. Penghulu adalah ibarat : 1. Kayu gadang di tangah padang Nan baurek limbago matan Mahukum tak adia, bakato tak bana Kuniang dek kunyik, lamak dek santan Bak umpamo mambalah batuang marangkuah gadang ka diri Tunjuak luruih kalinkiang bakaik Hati busuak pikiran hariang Indak mangana mudharat jo mufaat Maninggakan sidiq jo tabalia Mamakai cabuah sio-sio Nan babana ka ampu kaki Na bautak ka pangka langan Mahariak mahantam tanah Bataratak bakato asiang Lain di muluik lain di hati Indak malatakkan suatu di tampeknyo Marubah kato pusako Bungkuak sarueh tak takadang Marubah kato mufakat Salalu mungkia pado janji Indak dari janjanga tampek naiak Indak dari tanggo inyo turun Indak mambedokan halal jo haram Hati tak patuah pado Allah Maninggakan sifat rang pamimpin Parentah Rasul tak dituruik Undang balukih tak bapakai Limbago nan indak batuangi Mamakai sifat dangki jo kianat Tak mangamalkan rukun nan limo Indak mangamalkan Rukun Iman nan anam. 2. Tak tahu di larangan jo pantangan Meninggalkan mungkin jo patuik Tak mamakai barih jo balabeh Lupo di korong dengan kampuang Lupo di anak kamanakan alua tak baturuik adat tak bapakai Nan caro kabau jalang Hiduang kareh pambulang tali Cilako kudo bapacu Arang kareh lari manyimpang Labuah sampik kudo panyipak Kapalo tunduak talingo tagak Manyalahi buatan nan takarang Kato kamudian bacari-cari Duduak bakisa tagak bapaliang Indak namuah tagak bamulah Manyalahi kato nan bana Babana di bana surang Ilimu nan kurang pado dado Iman takilik dalam hati 3. Marusak harato pusako Gilo manjua jo manggadai Sagan bajariah bausaho Badompek di sakuih urang Bapuro di sawah jo ladang Indak nan lain nan takana Saliang mahabih mangamasi Harato kamanakan Malakak kuciang di dapua Manahan jarek di pintu Mancari dama ka bawah rumah Karuah aia makonyo makan Suko manangguak di aia karuah 4. Anak kamanakan tak nan tahu Apo layi di cucu piyuik Korong kampuang tak tatampuah Sidang nagari tak batamui Tinggi lonjak gadang kalapua Manaruah sifat nan takabua Indak batunjuak ba-ajari Anak cucu kamanakan Rumah tanggo tak bajalang Mati ayam mati tungau Indak tajalang-jalang layi Elok bacaro bakarabang talua ayam Sudah tacampak ka halaman Indak babaliak naiak layi 5. Tak tahu di korong jo kampuang Alua tak baturuik jalan tak batampuah Tolong manolong tak dipakai Tidak mamakai sudi jo siasek Di dalam kampuang jo halaman Alek jamu tak baturuik Mati nan indak bajirambok Barek indak sapikua ringan indak sajinjiang Karajo basamo tak sato Kusuik manyalasai pun tak sato Indak tahu di urang kampuang Sawah ladang sarato banda Sagalo karajo tak berturuik Nan babatang sandi andiko Nan badahan cupak jo gantang Nan barantiang barih balabeh Nan badaun rimbun dek adat Nan babungo munkin jo patuik Nan babuah kato nan bana Inggiran silang jo salisiah Tinggi tampak jauah Dakek jolong basuo Tampek maniru manuladan Iyo dek urang di nagari Setiap perbuatan seseorang penghulu, tingkah laku dan perangainya, akan dilihat dari jauh dan dekat oleh anak kemenakan, dan akan disorot secara tajam oleh orang banyak. Karena penghulu adalah ikutan dalam masyarakat, dia harus memperlihatkan contoh yang baik dalam setiap tindakan, perkataan, dia harus terlebih dahulu mengamankan perbuatan-perbuatan yang disuruh oleh agama dan adat. Begitupun meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh agama dan adat. Kaedah adat mengatakan : Kalau kulit manganduang aia Lapuak nan sampai kapanguban Rusak tareh nan di dalam Kalau penghulu bapaham caia Jadi sampik alam nan leba Lahia jo bathin dunia tanggalam Jangan tungkek mambao rabah Usah piawang mamacah timbo Jangan paga mamakan tinaman Dibao ribuaik dibao angin Dibaok pikek dibao langao Mului jo hati ka balain Pantangan adat Minangkabau Begitupun setiap pekerjaan dan tindakan yang berlawanan dengan empat macam tugas penghulu yang kita sebutkan diatas , Manuruik alua nan luruih Manampuah jalan nan pasa Mamaliharo anak kamanakan Mamaliharo harato pusako Maka sangat dilarang di dalam adat bagi seorang penghulu : Elok buruak tak diketahui Nan tumbuah di korong kampuang Nan babana di bana surang Nan di urang bukan kasamonyo 6. Karajo nagari tak diurus Rapek diundang tak nan datang Gilo manulang tiok saat Tak tahu nan tajadi di nagari Baiak adat maupun undang Indak ditampuah tampek nan rami Apo layi ka surau jo musajik Barek nan indak sapikulan Ringan nan inadak sajinjingan Jo niniak mamak nan lain di nagari Sudi siasek tak dipakai Rapek adat tak baturuik Rapek pamenrintah pun baitu Karajo basamo tak nan datang Nan babana di bana surang Di urang nan ukan kasamonyo Manjadi antimun bungkuak Masuak ganok kalua tak ganjia Masuak tak Angek kalua tak dingin Sumber : Buletin Sungai Puar 15 JUNI 1986 |
#48
|
||||
|
||||
![]()
Ukua Jangko dalam Adat Minangkabau
Spoiler for Isi:
Yang dimaksud Ukua Jangko dalam Adat Minangkabau adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi ukuran (ukua) dan hinggaan (jangko) yang harus diamalkan oleh setiap individu di Minangkabau. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah:
1. Nak luruih rantangkan tali (supaya lurus rentangkan tali) Supayo jan manyimpang luruih manantang barih adat. Mahukum adia bakato bana, mamaek tantang barih, mangarek tantang ukua. Maksudnya dalam menjalani kehidupan harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 2. Nak tinggi naikkan budi (supaya tinggi naikkan budi) Mancari jalan kabanaran supayao jan kalangkahan, tagak jan tasundak, malenggang indak tapampeh, batutua lunak lambuik, lamak bak santan jo tangguli, suatu karajo nak lalu salasai sajo. Maksudnya bergaul dengan baik sesama manusia, yang tua dihormati, yang kecil dikasihi sama besar saling menyegani, menjunjung tinggi budi pekerti. 3. Nak haluih baso jo basi (supaya halus berbasa basi) Jan barundiang basikasek, jan bakato basikasa, jan bataratak bakato siang, mahariak mahantam tanah, jan babana ka pangka langan, usah bautak ka ampu kaki. Pandai maagak maagiahkan, budi baik baso katuju, muluk manih kucindan murah. Maksudnya hindari perkataan kasar dan menyakitkan berkatalah dengan sopan dan santun penuh dengan keramahtamahan. 4. Nak elok lapangkan hati (supaya baik lapangkan hati) Nak dapek suluah nan tarang pakaikan saba jo ridha. Maksudnya kebaikan dalam hidup bersumber dari kebaikan dalam hati. 5. Nak taguah paham dikunci (supaya teguh paham dikunci) Jan taruah bak katidiang, jan baserak bak anjalai, kok ado rundiang banan batin, patuik baduo jan batigo, nak jan lahia didanga urang. Maksudnya teguh pendirian, selalu menyimpan rahasia yang patut dirahasiakan, bertindak dan berbuat penuh perhitungan dan kebijaksanaan. 6. Nak mulie tapati janji (supaya mulia tepati janji) Kato nan bana ka dipacik, walau bak mano sangkuik pauik, asa indak mahambek bana, namun janji batapati juo. Kalau ingin menjadi mulia dan dimuliakan orang, selalulah untuk menepati janji yang telah diucapkan. 7. Nak labo bueklah rugi (ingin mendapat keuntungan ada yang dikorbankan) Namuah bapokok babalanjo, namuah bajariah bausaho, marugi dahulu, pokok banyak labo saketek, dek ujuik yakin, lamo lambek tacapai juo. Maksudnya adalah untuk mendapat keuntungan yang diinginkan harus ada yang dikorbankan atau diinvestasikn terlebih dahulu. 8. Nak kayo kuat mencari (supaya kaya kuat berusaha) Asa lai angok-angok ikan, asa lai jiwo-jiwo patuan , nan tidak dicari juo. Maksudnya adalah untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan harus berusaha dengan gigih. Itulah ketentuan-ketentuan adat yang harus diamalkan dalam menjalankan kehidupan di Minangkabau untuk mencapai kualitas hidup yang baik. Sumber : http://rinyyunita.wordpress.com/2008...u/#comment-75* |
#49
|
||||
|
||||
![]()
Nilai-nilai Dasar Adat Minangkabau
Spoiler for Isi:
Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.
Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan manusia. 1. Pandangan Terhadap Hidup Tujuan hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan bahwa "hiduik bajaso, mati bapusako". Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa yang dikemukakan adalah : Gajah mati maninggakan gadieng Harimau mati maninggakan balang Manusia mati maninggakan namo Dengan pengertian, bahwa orang Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan maksudnya hanya dibidang materi saja, tetapi juga nilai-nilai adatnya. Oleh karena itu semasa hidup bukan hanya kuat mencari materi tetapi juga kuat menunjuk mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku. Ungkapan adat juga mengatakan "Pulai batingkek naiek maninggakan rueh jo buku, manusia batingkek turun maninggakan namo jo pusako". Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkimpoian dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan orang Minangkabau. Nilai hidup yang baik dan tinggi telah menjadi pendorong bagi orang Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamis dan kreatif. 2. Pandangan Terhadap Kerja Sejalan dengan makna hidup bagi orang Minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan "Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak barameh"(hilang warna karena penyakit, hilang bangsa karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya. Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu seperti perkimpoian membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb: Kayu hutan bukan andaleh Elok dibuek ka lamari Tahan hujan barani bapaneh Baitu urang mancari rasaki Bahasa Indonesianya : Kayu hutan bukan andalas Elok dibuat untuk lemari Tahan hujan berani berpanas Begitu orang mencari rezeki Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan orang Minangkabau terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet. Etos kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran Islam yang mengatakan orang harus bekerja keras seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus seakan-akan dia akan mati besok. 3. Pandangan Terhadap Waktu Bagi orang Minangkabau waktu berharga merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk maksud yang bermakna, sebagaimana dikatakan "Duduak marauik ranjau, tagak maninjau jarah". Dimensi waktu, masa lalu, masa sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau. Maliek contoh ka nan sudah. Bila masa lalu tidak menggembirakan dia akan berusaha untuk memperbaikinya. Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarak merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang. Membangkit batang terandam merupakan refleksi dari masa lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa sekarang. Sedangkan mengingat masa depan adat berfatwa "bakulimek sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan". 4. Hakekat Pandangan Terhadap Alam Alam Minangkabau yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Mamangan, pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam. Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau, ternyata dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa alam hendaklah dijadikan guru. Yang dimaksud dengan adat nan sabana adat adalah yang tidak lapuak karena hujan dan tak lekang karena panas biasanya disebut cupak usali, yaitu ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu adat Minangkabau falsafahnya berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam, maka adat Minangkabau itu akan tetap ada selama alam ini ada. 5. Pandangan Terhadap Sesama Dalam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau kebersamaan. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan "Duduak samo randah, tagak samo tinggi". Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum sifat komunal dan kolektif mereka sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Hasil mufakat merupakan otoritas yang tertinggi. Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak, yaitu nan bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang dibimbing oleh alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh orang Minangkabau dan sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal. Nilai-nilai yang dibawa Islam mengutamakan akal bagi orang muslim, dan Islam melengkapi penggunaan akal dengan bimbingan iman. Dengan sumber nilai yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan nilai yang diturunkan dalam wahyu, lebih menyempurnakan kehidupan bermasyarakat orang Minangkabau. Menurut adat pandangan terhadap seorang diri pribadi terhadap yang lainnya hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang saling berbeda. Walaupun berbeda saling dibutuhkan dan saling membutuhkan sehingga terdapat kebersamaan. Dikatakan dalam mamangan adat "Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang. Hanya fungsi dan peranan seseorang itu berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu hendaklah dihargai karena semuanya saling isi mengisi. Saling menghargai agar terdapat keharmonisan dalam pergaulan, adat menggariskan "nan tuo dihormati, samo gadang baok bakawan, nan ketek disayangi". Kedatangan agama Islam konsep pandangan terhadap sesama dipertegas lagi. Nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong mereka untuk mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial matrilinial yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai kemasyarakatan nagari, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakat nagarinya. Interaksi antara harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu bersifat dinamis. Sumber : www.minangnet.com |
#50
|
||||
|
||||
![]()
Arsitektur Ranah Minang
Spoiler for Isi:
Rumah Gadang merupakan ciri khas Rumah Adat Minangkabau (Sumatra Barat), yang berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga besar dan pusat kegiatan orang yang sedarah dan seketurunan dari kerabat matrilinial baik kegiatan ekonomi dan sosial maupun kegiatan budaya, dikepalai oleh seorang tungganai (Mamak) dan sebagai syarat berdirinya suatu nagari di Minangkabau, dengan arsitektur bentuk atap bergonjong (berbentuk tanduk kerbau).
Rumah Gadang dibangun dengan bergonjong dimana semakin keatas semakin runcing, agar air mudah meluncur dan atap tahan lama walaupun terbuat dari injuk. Gonjong atap Rumah Gadang terdiri dua pola, yaitu gonjong Rumah Gadang Pola Koto Pialang (Aristokrat) terdiri dari 3 gonjong, 3 gonjong kanan , 1 gonjong depan dan 1 gonjong belakang , banyak terdapat di Luhak Tanah Datar. Sedangkan gonjong Rumah Gadang Pola Budi Caniago (Demokrat) terdiri 2 gonjong kanan, 2 gonjong kiri,1 gonjong depan dan 1 gonjong belakang, banyak terdapat di Luhak Agam Dan Luhak 50 Kota. Rumah Gadang, sesuai dengan arsitektur ruangan dalam atau depan dengan lanjar (ruangan yang membujur dari depan ke belakang diantara tiang-tiang yang berderet), terbagi atas 3 tipe,yaitu : * Lipat Pandan : Berlanjar dua, disebut dengan Rumah Gadang Rajo Babandiang. * Belah Rebung : Berlanjar tiga ,disebut dengan Rumah Gadang Bapaserek/Surambi papek * Gajah Maharam : berlanjar empat, disebut dengan Rumah Gadang Gajah Maharam. Menurut letaknya, ruangan Rumah Gadang terdiri atas: * Ruang depan : Merupakan ruang besar, dipakai sebagai ruang keluarga, rapat, menerima tamu dan sebagainya. * Ruang tengah : Terdiri dari kamar-kamar, dipakai untuk kamar tidur penghuni wanita bersama suaminya. * Ruang Anjungan : Bangunannya lebih tinggi dari ruang depan, sebelah kiri dan sebelah kanan dipakai untuk tempat wanita yang baru menikah. * Ruang Belakang : Merupakan dapur tanpa kamar mandi dipancuran diluar Rumah Gadang. Bentuk Rumah Gadang segi 4 , tidak sistematis, mengembang keatas , untuk menangkis terpaan angin kencang. Tinggi lantai 2 meter dari atas tanah, dulunya untuk menghindari binatang buas dan juga memelihara ternak dibawahnya dan loteng digunakan untuk menyimpan barang-barang (gudang). Permukaan dinding depan Rumah Gadang penuh dengan tatanan ukiran-ukiran yang menarik dan setiap ukiran itu mempunyai arti sendiri dan mengandung filsafah Minangkabau "ALAM TAKAMBANG JADI GURU". Jenis ukiran Rumah Gadang tersebut terdiri atas : * Keluk Paku : Ditafsirkan anak dipangku kemenakan dibimbing. * Pucuk Tebung : Ditafsirkan kecil berguna , besar terpakai. * Seluk Laka : Ditafsirkan kekerabatan saling berkaitan. * Jala : Ditafsirkan pemerintahan Bodi Caniago. * Jerat : Ditafsirkan pemerintahan Koto Pialang. * Itik pulang petang : Ditafsirkan ketertiban anak kemenakan. * Sayat Gelamai : Ditafsirkan ketelitian. * Sikambang manis : Ditafsirkan keramah tamahan. Dinding belakang disebut Dinding Sasak, karena pada masa lalu terbuat dari bambu yang dianyam, dinding depan dan samping terbuat dari kayu serta diukir. Berdirinya Rumah Gadang harus dilengkapi dengan Rangkiang atau Lumbung Padi, terletak dihalaman depan dan samping, yang berfungsi sosial dan ekonomi. Bentuk dan jenis rangkiang / lumbung padi tersebut antara lain: * Sitinjau Lauik : Digunakan sebagai tempat menyimpan padi untuk dijual bagi keperluan bersama atau pos pengeluaran adat. Bentuknya langsing, bergonjong dan berukir dengan empat tiang, letaknya ditengah. * Sibayau-bayau : Digunakan untuk menyimpan padi makanan sehari-hari. Bentuknya gemuk, bergonjong dan berukir dengan 6 tiang letaknya dikanan. * Sitangguang Lapa / Sitangka lapa : digunakan untuk menyimpan padi untuk musim kemarau dan membantu masyarakat miskin. Bentuknya bersegi, bergonjong dan berukir dengan 4 tiang , letaknya sebelah kiri. * Kaciak/kecil : Digunakan untuk menyimpan padi bibit dan untuk biaya mengolah sawah. Bentuknya bundar, berukir dan tidak bergonjong, letaknya diantara ketiga rangkaian tersebut. Kelengkapan bangunan Rumah Gadang lainnya adalah Tabuh Larangan, Lesung, Kincir, Pancuran dan Pedati. Halaman Rumah Gadang dilengkapi dengan puding berwarna kuning, puding warna perak, puding warna hitam dan batang kemuning sebagai pagar hidup. Arsitek yang membangun Rumah Gadang yang pertama adalah seorang Cerdik Pandai Minangkabau yang bernama : Datuk Tan Tejo Gerhano, yang dimakamkan di Pariangan Kabupaten Tanah Datar dan makam tersebut dikenal dengan kuburan panjang yang punya keunikan tersendiri bahwa setiap kali diukur akan berbeda panjangnya. Sumber : www.minangnet.com |
![]() |
|
|