Elektabilitas Gubernur
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masih paling tinggi dibanding figur lain yang digadang-gadang akan menjadi bakal calon gubernur pada
Pilkada DKI Jakarta 2017. Hal tersebut terungkap berdasarkan survei Poltracking Indonesia.
Lembaga survei tersebut membandingkan elektabilitas kandidat gubernur DKI Jakarta. Hasilnya, elektabilitas Ahok mencapai 40,7 persen, atau melampaui elektabilitas kandidat gubernur yang lainnya.
Adapun lima figur yang digadang-gadang menjadi bakal calon gubernur DKI dengan elektabilitas di bawah Ahok adalah Wali Kota Surabaya
Tri Rismaharini dengan 13,8 persen,
Sandiaga Uno dengan 9,2 persen, mantan Mendikbud
Anies Baswedan dengan 8,9 persen, pakar hukum tata negara
Yusril Ihza Mahendra dengan 4,6 persen, dan ustaz Yusuf Mansur dengan 3,3 persen.
Untuk popularitas Ahok, angkanya mencapai 92,6 persen, melampaui popularitas Yusuf Mansur dengan 79,5 persen,
Tri Rismaharini dengan 72,8 persen,
Anies Baswedan dengan 71,8 persen),
Yusril Ihza Mahendra dengan 70,5 persen, dan
Sandiaga Uno dengan 64,1 persen.
Persentase kesukaan warga Jakarta terhadap Ahok mencapai 64 persen, dan diikuti
Tri Rismaharini, Yusuf Mansur,
Anies Baswedan,
Yusril Ihza Mahendra, serta
Sandiaga Uno.
"Simulasi elektabilitas kandidat ini masih simulasi tanpa pasangan. Belum ada wakilnya dan masih Pak Basuki (Ahok) yang paling tinggi," ujar Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, di Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016).
Saat ditanyakan figur yang akan dipilih responden sebagai bakal calon wakil gubernur DKI, 14,4 persen responden memilih
Tri Rismaharini, 13 persen memilih Ahok, 11,5 persen memilih
Anies Baswedan, 10,3 persen responden memilih
Sandiaga Uno, 9,2 persen memilih wakil Gubernur DKI
Djarot Saiful Hidayat, dan 4,62 persen memilih
Yusril Ihza Mahendra.
Survei tersebut dilakukan pada 6-9 September 2016 dengan melibatkan 400 responden.
Margin of error survei ini diklaim sebesar 4,95 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Metode pengumpulan data dilakukan secara tatap muka menggunakan kuisioner. Wawancara dikontrol secara sistematis oleh peneliti pusat koordinator wilayah dengan melakukan cek ulang di lapangan sekitar 20-30 persen dari total data yang masuk.