Log in

View Full Version : Bidan Idaman Dipindah, Preman Dikerahkan


golputaja
27th May 2012, 03:07 PM
PAMEKASAN, KOMPAS.com - Ratusan blater atau preman dikerahkan oleh Klebun (Kepala Desa) dan aparat Desa Palengaan Laok, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Jumat (22/4/2011).



Mereka dikerahkan dengan tiga truk dari luar Pamekasan, untuk mengamankan pembukaan "segel" sebuah poliklinik desa (polindes) di Desa Palengaan Laok.



Mereka sengaja didatangkan dari dua desa di Kabupaten Sampang untuk meredam warga setempat agar tidak melakukan perlawanan, saat pembukaan segel. Cara itu ternyata ampuh. Apalagi, mereka juga didampingi beberapa kiai kharismatik di Pamekasan.



Segel Polindes akhirnya dibuka oleh Kiai Mudassir, pengasuh Pesantren Miftahul Ulum Panyepen, Palengaan, dengan didampingi beberapa kiai.



Sebelumnya, pada Minggu (17/4/2011) lalu, ratusan warga desa setempat menyegel Polindes sebagai bentuk protes atas dipindahnya bidan desa Heni Astuti (35), ke Desa Candi Burung, Kecamatan Proppo. Tidak ada penjelasan soal alasan pemindahan bidan idaman warga desa itu.



Kholis Afandi, warga setempat, hanya menyebutkan, warga Desa Palengaan Laok tidak ingin bidannya diganti. Alasannya, bidan itu sudah lama bertugas dan cukup baik memberikan pelayanan kepada masyarakat.



"Ketika Bu Heni diganti, pilihan kami menyegel Polindes agar tidak ditempati bidan baru yang ditugaskan di desa kami," kata Kholis Afandi. Ketika penyegelan, aparat desa setempat tidak berbuat apa-apa.



Sampai lima hari penyegelan, akhirnya aparat desa setempat berupaya membukanya. Takut terjadi bentrok antara warga yang pro dan kontra penyegelan, aparat desa mendatangkan kiai karismatik bersama blater dari luar Pamekasan.



"Kami sangat kecewa dengan sikap aparat desa kami karena tidak mendukung aspirasi kami. Justru kami dihadap-hadapkan dengan kiai dan blater," terang Kholis Afandi.



Seharusnya, lanjut aktivis desa ini, orang di luar Desa Palengaan Laok tidak memiliki hak intervensi untuk masuk dalam persoalan penyegelan Polindes.



"Biar kami yang menyelesaikan sendiri persoalan di desa kami," tuturnya. Setelah pembukaan segel berhasil dilakukan, warga sama sekali tidak protes. Mereka sengaja membiarkannya, kawatir jika melawan akan terjadi bentrokan berdarah.



Namun beberapa jam kemudian, setelah para blater dan kiai kharismatik yang ditunjuk untuk membuka segel pergi dari lokasi penyegelan, puluhan warga kembali menyegel Polindes tersebut. "Sekali lagi, kami tidak akan membuka jika keinginan kami tidak dikabulkan," pungkas Kholis Afandi.

</div>