Pastur
18th November 2010, 10:09 AM
> Andy, Sahabat Yesus
>
> Ada seorang bocah kelas 4 SD di suatu daerah di Milaor Camarine Sur,
> Filipina, yang setiap hari mengambil rute melintasi daerah tanah bebatuan
> dan menyeberangi jalan raya yang berbahaya di mana banyak kendaraan yang
> melaju kencang dan tidak beraturan.
>
> Setiap kali berhasil menyeberangi jalan raya tersebut, bocah ini mampir
> sebentar ke Gereja setiap pagi hanya untuk menyapa Tuhan. Tindakannya
> selama
> ini diamati oleh seorang Pendeta yang merasa terharu menjumpai sikap bocah
> yang lugu dan beriman tersebut.
>
> "Bagaimana kabarmu Andy? Apakah kamu akan ke sekolah?"
>
> "Ya, Bapa Pendeta!" Balas Andy dengan senyumnya yang menyentuh hati
> Pendeta
> tersebut.
>
> Dia begitu memperhatikan keselamatan Andy sehingga suatu hari dia berkata
> kepada bocah tersebut, "Jangan menyeberang jalan raya sendirian. Setiap
> kali
> pulang sekolah kamu boleh mampir ke Gereja dan saya akan menemani kamu ke
> seberang jalan. Jadi dengan cara tersebut saya bisa memastikan kamu pulang
> ke rumah dengan selamat."
>
> "Terima kasih, Bapa Pendeta."
>
> "Kenapa kamu tidak pulang sekarang? Apakah kamu tinggal di Gereja setelah
> pulang sekolah?"
>
> "Aku hanya ingin menyapa kepada Tuhan... sahabatku."
>
> Dan Pendeta itu segera meninggalkan Andy untuk melewatkan waktunya di
> depan
> altar berbicara sendiri, tapi kemudian Pendeta tersebut bersembunyi di
> balik
> altar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan Andy kepada Bapa di Surga.
>
> Andy berkata...
>
> Engkau tahu Tuhan, ujian matematikaku hari ini sangat buruk, tetapi aku
> tidak mencontek walaupun temanku melakukannya.
>
> Aku makan satu kue dan minum airku. Ayahku mengalami musim paceklik dan
> yang
> bisa kumakan hanyalah kue ini. Terima kasih buat kue ini Tuhan! Aku tadi
> melihat anak kucing malang yang kelaparan dan aku memberikan kueku yang
> terakhir buatnya. Lucunya, aku nggak begitu lapar.
>
> Lihat, ini selopku yang terakhir. Aku mungkin harus berjalan tanpa sepatu
> minggu depan. Engkau tahu sepatu ini akan rusak, tapi tidak apa-apa...
> paling tidak aku tetap dapat pergi ke sekolah.
>
> Orang-orang berbicara bahwa kami akan mengalami musim panen yang susah
> bulan
> ini, bahkan beberapa temanku sudah berhenti sekolah. Tolong bantu mereka
> supaya bisa sekolah lagi. Tolong Tuhan...
>
> Oh ya, Engkau tahu ibu memukulku lagi karena aku nakal. Ini memang
> menyakitkan,
>
> tapi aku tahu sakit ini akan hilang, paling tidak aku masih punya
> seorang Ibu.
>
> Tuhan, Engkau mau lihat lukaku? Aku tahu Engkau mampu menyembuhkannya, di
> sini... di sini... aku rasa Engkau tahu yang ini kan? Tolong jangan marahi
> Ibuku ya? Dia hanya sedang lelah dan kuatir akan kebutuhan makanan dan
> biaya
> sekolahku... Itulah mengapa dia memukul kami.
>
> Oh Tuhan... Aku rasa aku sedang jatuh cinta saat ini. Ada seorang gadis
> yang
> cantik di kelasku, namanya Anita. Menurut Engkau apakah dia akan
> menyukaiku?
> Bagaimanapun juga paling tidak aku tahu Engkau tetap menyukaiku karena aku
> tidak usah menjadi siapapun hanya untuk menyenangkanMu. Engkau adalah
> sahabatku.
>
> Hei... ulang tahunMu tinggal dua hari lagi, apakah Engkau gembira? Tunggu
> saja sampai Engkau lihat, aku punya hadiah untukMu. Tapi ini kejutan
> bagiMu.
> Aku berharap Engkau akan menyukainya.
>
> Ooops aku harus pergi sekarang.
>
> Kemudian Andy segera berdiri dan memanggil Pendeta itu, "Bapa Pendeta,
> Bapa
> Pendeta, aku sudah selesai bicara dengan sahabatku, anda bisa menemaniku
> menyeberang jalan sekarang!"
>
> Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari, Andy tidak pernah absen
> sekalipun.
>
> Pendeta Agaton berbagi cerita ini kepada jemaat di Gerejanya setiap hari
> Minggu karena dia belum pernah melihat suatu iman dan kepercayaan yang
> murni
> kepada Allah... suatu pandangan positif dalam situasi yang negatif.
>
> Pada hari Natal, Pendeta Agaton jatuh sakit sehingga dia tidak bisa
> memimpin
> gereja dan dirawat di rumah sakit. Gereja diserahkan pengelolaannya kepada
> 4
> wanita tua yang tidak pernah tersenyum dan selalu menyalahkan segala
> sesuatu
> yang orang lain perbuat. Mereka juga sering mengutuki orang yang
> menyinggung
> mereka.
>
> Mereka sedang berlutut memegangi rosario mereka ketika Andy tiba dari
> pesta
> Natal di sekolahnya, dan menyapa "Halo Tuhan... Aku..."
>
> "Kurang ajar kamu bocah!!! Tidakkah kamu lihat kami sedang berdoa???!!!
> keluar...!!!"
>
> Andy begitu terkejut, "Di mana Bapa Pendeta Agaton? Dia seharusnya
> membantuku menyeberangi jalan raya. Dia selalu menyuruhku mampir lewat
> pintu
> belakang Gereja. Tidak hanya itu, aku juga harus menyapa Tuhan Yesus, ini
> hari ulang tahun-Nya, aku punya hadiah untuk-Nya..."
>
> Ketika Andy mau mengambil hadiah tersebut dari dalam bajunya, seorang dari
> keempat wanita itu menarik kerahnya dan mendorongnya keluar Gereja.
>
> Sambil membuat tanda salib ia berkata "Keluarlah bocah... kamu akan
> mendapatkannya! !!"
>
> Oleh karena itu Andy tidak punya pilihan lain kecuali sendirian
> menyeberangi
> jalan raya yang berbahaya tersebut di depan Gereja.
>
> Dia mulai menyeberang ketika tiba-tiba sebuah bus datang melaju dengan
> kencang, sebab di situ ada tikungan yang tidak terlihat pandangan.
>
> Andy melindungi hadiah tersebut di dalam saku bajunya, sehingga dia tidak
> melihat datangnya bus tersebut.
>
> Waktunya hanya sedikit untuk menghindar, tapi itu tidaklah cukup...
>
> Dan...
>
> Andy pun tewas tertabrak. Orang-orang di sekitarnya berlarian dan
> mengelilingi tubuh bocah malang yang tak bernyawa tersebut.
>
> Tiba-tiba, entah muncul darimana ada seorang pria berjubah putih dengan
> wajah yang halus dan lembut namun penuh dengan air mata datang dan memeluk
> tubuh bocah malang tersebut. Dia menangis.
>
> Orang-orang penasaran dengan dirinya dan bertanya, "Maaf Tuan, apakah Anda
> keluarga bocah malang ini? Apakah Anda mengenalnya?"
>
> Pria tersebut dengan hati yang berduka karena penderitaan yang begitu
> dalam
> segera berdiri dan berkata, "Dia adalah sahabatku."
>
> Hanya itulah yang dia katakan.
>
> Dia mengambil bungkusan hadiah dari dalam baju bocah malang tersebut dan
> menaruhnya di dadanya. Dia lalu berdiri dan membawa pergi tubuh bocah
> malang
> tersebut dan keduanya kemudian menghilang. Kerumunan orang tersebut
> semakin
> penasaran...
>
> Di malam Natal, Pendeta Agaton menerima berita yang sungguh mengejutkan.
> Dia
> berkunjung ke rumah Andy untuk memastikan pria misterius berjubah putih
> tersebut. Pendeta itu bertemu dan bercakap-cakap dengan kedua orang tua
> Andy.
>
> "Bagaimana Anda mengetahui putera Anda meninggal?"
>
> "Seorang pria berjubah putih yang membawanya kemari." ucap ibu Andy
> terisak.
>
> "Apa katanya?"
>
> Ayah Andy berkata, "Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia sangat
> berduka. Kami tidak mengenalnya namun dia terlihat sangat kesepian atas
> meninggalnya Andy sepertinya Dia begitu mengenal Andy dengan baik. Tapi
> ada
> suatu kedamaian yang sulit untuk dijelaskan mengenai dirinya. Dia
> menyerahkan anak kami dan tersenyum lembut. Dia menyibakkan rambut Andy
> dari
> wajahnya dan memberikan kecupan di keningnya kemudian Dia membisikkan
> sesuatu..."
>
> "Apa yang dia katakan?"
>
> "Dia berkata kepada puteraku... 'Terima kasih buat kadonya. Aku akan
> segera
> berjumpa denganmu. Engkau akan bersamaku.'"
>
> Dan sang Ayah melanjutkan, "Anda tahu kemudian, semuanya itu terasa begitu
> indah. Aku menangis tetapi tidak tahu mengapa bisa demikian. Yang aku tahu
> aku menangis karena bahagia... aku tidak dapat menjelaskannya Bapa
> Pendeta,
> tetapi ketika Dia meninggalkan kami ada suatu kedamaian yang memenuhi hati
> kami. Aku merasakan kasihnya yang begitu dalam di hatiku... Aku tidak
> dapat
> melukiskan sukacita di dalam hatiku. Aku tahu puteraku sudah berada di
> Surga
> sekarang. Tapi tolong katakan padaku, Bapa Pendeta, siapakah Pria ini yang
> selalu bicara dengan puteraku setiap hari di Gerejamu? Anda seharusnya
> mengetahui karena Anda selalu berada di sana setiap hari, kecuali pada
> waktu
> puteraku meninggal."
>
> Pendeta Agaton tiba-tiba merasa air matanya menetes di pipinya, dengan
> lutut
> gemetar dia berbisik, "Dia tidak berbicara dengan siapa-siapa, kecuali
> dengan Tuhan."
>
> Ada seorang bocah kelas 4 SD di suatu daerah di Milaor Camarine Sur,
> Filipina, yang setiap hari mengambil rute melintasi daerah tanah bebatuan
> dan menyeberangi jalan raya yang berbahaya di mana banyak kendaraan yang
> melaju kencang dan tidak beraturan.
>
> Setiap kali berhasil menyeberangi jalan raya tersebut, bocah ini mampir
> sebentar ke Gereja setiap pagi hanya untuk menyapa Tuhan. Tindakannya
> selama
> ini diamati oleh seorang Pendeta yang merasa terharu menjumpai sikap bocah
> yang lugu dan beriman tersebut.
>
> "Bagaimana kabarmu Andy? Apakah kamu akan ke sekolah?"
>
> "Ya, Bapa Pendeta!" Balas Andy dengan senyumnya yang menyentuh hati
> Pendeta
> tersebut.
>
> Dia begitu memperhatikan keselamatan Andy sehingga suatu hari dia berkata
> kepada bocah tersebut, "Jangan menyeberang jalan raya sendirian. Setiap
> kali
> pulang sekolah kamu boleh mampir ke Gereja dan saya akan menemani kamu ke
> seberang jalan. Jadi dengan cara tersebut saya bisa memastikan kamu pulang
> ke rumah dengan selamat."
>
> "Terima kasih, Bapa Pendeta."
>
> "Kenapa kamu tidak pulang sekarang? Apakah kamu tinggal di Gereja setelah
> pulang sekolah?"
>
> "Aku hanya ingin menyapa kepada Tuhan... sahabatku."
>
> Dan Pendeta itu segera meninggalkan Andy untuk melewatkan waktunya di
> depan
> altar berbicara sendiri, tapi kemudian Pendeta tersebut bersembunyi di
> balik
> altar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan Andy kepada Bapa di Surga.
>
> Andy berkata...
>
> Engkau tahu Tuhan, ujian matematikaku hari ini sangat buruk, tetapi aku
> tidak mencontek walaupun temanku melakukannya.
>
> Aku makan satu kue dan minum airku. Ayahku mengalami musim paceklik dan
> yang
> bisa kumakan hanyalah kue ini. Terima kasih buat kue ini Tuhan! Aku tadi
> melihat anak kucing malang yang kelaparan dan aku memberikan kueku yang
> terakhir buatnya. Lucunya, aku nggak begitu lapar.
>
> Lihat, ini selopku yang terakhir. Aku mungkin harus berjalan tanpa sepatu
> minggu depan. Engkau tahu sepatu ini akan rusak, tapi tidak apa-apa...
> paling tidak aku tetap dapat pergi ke sekolah.
>
> Orang-orang berbicara bahwa kami akan mengalami musim panen yang susah
> bulan
> ini, bahkan beberapa temanku sudah berhenti sekolah. Tolong bantu mereka
> supaya bisa sekolah lagi. Tolong Tuhan...
>
> Oh ya, Engkau tahu ibu memukulku lagi karena aku nakal. Ini memang
> menyakitkan,
>
> tapi aku tahu sakit ini akan hilang, paling tidak aku masih punya
> seorang Ibu.
>
> Tuhan, Engkau mau lihat lukaku? Aku tahu Engkau mampu menyembuhkannya, di
> sini... di sini... aku rasa Engkau tahu yang ini kan? Tolong jangan marahi
> Ibuku ya? Dia hanya sedang lelah dan kuatir akan kebutuhan makanan dan
> biaya
> sekolahku... Itulah mengapa dia memukul kami.
>
> Oh Tuhan... Aku rasa aku sedang jatuh cinta saat ini. Ada seorang gadis
> yang
> cantik di kelasku, namanya Anita. Menurut Engkau apakah dia akan
> menyukaiku?
> Bagaimanapun juga paling tidak aku tahu Engkau tetap menyukaiku karena aku
> tidak usah menjadi siapapun hanya untuk menyenangkanMu. Engkau adalah
> sahabatku.
>
> Hei... ulang tahunMu tinggal dua hari lagi, apakah Engkau gembira? Tunggu
> saja sampai Engkau lihat, aku punya hadiah untukMu. Tapi ini kejutan
> bagiMu.
> Aku berharap Engkau akan menyukainya.
>
> Ooops aku harus pergi sekarang.
>
> Kemudian Andy segera berdiri dan memanggil Pendeta itu, "Bapa Pendeta,
> Bapa
> Pendeta, aku sudah selesai bicara dengan sahabatku, anda bisa menemaniku
> menyeberang jalan sekarang!"
>
> Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari, Andy tidak pernah absen
> sekalipun.
>
> Pendeta Agaton berbagi cerita ini kepada jemaat di Gerejanya setiap hari
> Minggu karena dia belum pernah melihat suatu iman dan kepercayaan yang
> murni
> kepada Allah... suatu pandangan positif dalam situasi yang negatif.
>
> Pada hari Natal, Pendeta Agaton jatuh sakit sehingga dia tidak bisa
> memimpin
> gereja dan dirawat di rumah sakit. Gereja diserahkan pengelolaannya kepada
> 4
> wanita tua yang tidak pernah tersenyum dan selalu menyalahkan segala
> sesuatu
> yang orang lain perbuat. Mereka juga sering mengutuki orang yang
> menyinggung
> mereka.
>
> Mereka sedang berlutut memegangi rosario mereka ketika Andy tiba dari
> pesta
> Natal di sekolahnya, dan menyapa "Halo Tuhan... Aku..."
>
> "Kurang ajar kamu bocah!!! Tidakkah kamu lihat kami sedang berdoa???!!!
> keluar...!!!"
>
> Andy begitu terkejut, "Di mana Bapa Pendeta Agaton? Dia seharusnya
> membantuku menyeberangi jalan raya. Dia selalu menyuruhku mampir lewat
> pintu
> belakang Gereja. Tidak hanya itu, aku juga harus menyapa Tuhan Yesus, ini
> hari ulang tahun-Nya, aku punya hadiah untuk-Nya..."
>
> Ketika Andy mau mengambil hadiah tersebut dari dalam bajunya, seorang dari
> keempat wanita itu menarik kerahnya dan mendorongnya keluar Gereja.
>
> Sambil membuat tanda salib ia berkata "Keluarlah bocah... kamu akan
> mendapatkannya! !!"
>
> Oleh karena itu Andy tidak punya pilihan lain kecuali sendirian
> menyeberangi
> jalan raya yang berbahaya tersebut di depan Gereja.
>
> Dia mulai menyeberang ketika tiba-tiba sebuah bus datang melaju dengan
> kencang, sebab di situ ada tikungan yang tidak terlihat pandangan.
>
> Andy melindungi hadiah tersebut di dalam saku bajunya, sehingga dia tidak
> melihat datangnya bus tersebut.
>
> Waktunya hanya sedikit untuk menghindar, tapi itu tidaklah cukup...
>
> Dan...
>
> Andy pun tewas tertabrak. Orang-orang di sekitarnya berlarian dan
> mengelilingi tubuh bocah malang yang tak bernyawa tersebut.
>
> Tiba-tiba, entah muncul darimana ada seorang pria berjubah putih dengan
> wajah yang halus dan lembut namun penuh dengan air mata datang dan memeluk
> tubuh bocah malang tersebut. Dia menangis.
>
> Orang-orang penasaran dengan dirinya dan bertanya, "Maaf Tuan, apakah Anda
> keluarga bocah malang ini? Apakah Anda mengenalnya?"
>
> Pria tersebut dengan hati yang berduka karena penderitaan yang begitu
> dalam
> segera berdiri dan berkata, "Dia adalah sahabatku."
>
> Hanya itulah yang dia katakan.
>
> Dia mengambil bungkusan hadiah dari dalam baju bocah malang tersebut dan
> menaruhnya di dadanya. Dia lalu berdiri dan membawa pergi tubuh bocah
> malang
> tersebut dan keduanya kemudian menghilang. Kerumunan orang tersebut
> semakin
> penasaran...
>
> Di malam Natal, Pendeta Agaton menerima berita yang sungguh mengejutkan.
> Dia
> berkunjung ke rumah Andy untuk memastikan pria misterius berjubah putih
> tersebut. Pendeta itu bertemu dan bercakap-cakap dengan kedua orang tua
> Andy.
>
> "Bagaimana Anda mengetahui putera Anda meninggal?"
>
> "Seorang pria berjubah putih yang membawanya kemari." ucap ibu Andy
> terisak.
>
> "Apa katanya?"
>
> Ayah Andy berkata, "Dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Dia sangat
> berduka. Kami tidak mengenalnya namun dia terlihat sangat kesepian atas
> meninggalnya Andy sepertinya Dia begitu mengenal Andy dengan baik. Tapi
> ada
> suatu kedamaian yang sulit untuk dijelaskan mengenai dirinya. Dia
> menyerahkan anak kami dan tersenyum lembut. Dia menyibakkan rambut Andy
> dari
> wajahnya dan memberikan kecupan di keningnya kemudian Dia membisikkan
> sesuatu..."
>
> "Apa yang dia katakan?"
>
> "Dia berkata kepada puteraku... 'Terima kasih buat kadonya. Aku akan
> segera
> berjumpa denganmu. Engkau akan bersamaku.'"
>
> Dan sang Ayah melanjutkan, "Anda tahu kemudian, semuanya itu terasa begitu
> indah. Aku menangis tetapi tidak tahu mengapa bisa demikian. Yang aku tahu
> aku menangis karena bahagia... aku tidak dapat menjelaskannya Bapa
> Pendeta,
> tetapi ketika Dia meninggalkan kami ada suatu kedamaian yang memenuhi hati
> kami. Aku merasakan kasihnya yang begitu dalam di hatiku... Aku tidak
> dapat
> melukiskan sukacita di dalam hatiku. Aku tahu puteraku sudah berada di
> Surga
> sekarang. Tapi tolong katakan padaku, Bapa Pendeta, siapakah Pria ini yang
> selalu bicara dengan puteraku setiap hari di Gerejamu? Anda seharusnya
> mengetahui karena Anda selalu berada di sana setiap hari, kecuali pada
> waktu
> puteraku meninggal."
>
> Pendeta Agaton tiba-tiba merasa air matanya menetes di pipinya, dengan
> lutut
> gemetar dia berbisik, "Dia tidak berbicara dengan siapa-siapa, kecuali
> dengan Tuhan."