SukurinLo
23rd April 2016, 09:43 AM
Masyarakat Adat Karuhun (AKUR) Sunda Wiwitan
By*Frater Xaverian*-
Apr 3, 2016
*http://s.kaskus.id/images/2016/04/18/8611007_201604180604080104.png
Acara Seren Taun termasuk budaya Sunda Wiwitan yang pernah ditolak Gereja Katolik (doc.google)
Ibu Dewi Kunti yang hadir sebagai pembicara dalam acara ini menceritakan perjalanan masyarakat Sunda Wiwitan yang kerap kali mendapat perlakuan diskriminasi dari pemerintah. Sulitnya mendapatkan akta kelahiran bagi masyarakat Sunda Wiwitan merupakan salah satu bentuk perlakuan diskriminatif yang mereka alami. Dalam berbagai urusan administratif, komunitas ini kerap dilecehkan dan tidak dihargai. Bahkan komunitas ini kerapkali disamakan dengan agama Islam, Kristen, dan Hindu, sehingga dalam berbagai urusan administratif salah satu dari ketiga agama tersebut dipakai dan dicantumkan dalam kolom agama sehingga segala urusan administrasi lancar. Dalam perjalanannya, komunitas masyarakat Sunda Wiwitan ini pernah memeluk agama Katolik dan Hindu, namun karena perbedaan ajaran dan tradisi membuat komunitas ini keluar dari kedua agama tersebut dan membentuk suatu komunitas sendiri.
Perlakuan diskriminatif yang dialami kelompok masyarakat Sunda Wiwitan ini menimbulkan simpati dari berbagai kalangan. Salah seorang santri dari pesantren Ciganjur yang hadir sebagai peserta dalam acara ini mengungkapkan rasa keprihatinannya atas apa yang dialami masyarakat Sunda Wiwitasn ini.
Ibu Dewi Kanti mengungkapkan bahwa sampai sekarang ini komunitas masyarakat Sunda Wiwitan ini masih berjuang untuk mendapat pengakuan dari pemerintah. Perjuangan yang mereka lakukan bukan pertama-tama agar masysarakat Sunda Wiwitan dijadikan sebagai agama resmi. Masyartakat Sunda Wiwitan tidak mau terjebak dalam tindakan legalitas belaka. Tapi perjuangan mereka yang utama adalah agar negara sungguh-sungguh hadir di tengah masyarakat, sebaliknya bukan terjebak dalam apa-apa yang formal.
Komunitas yang mulai terbentuk di akhir abad 19 ini tidak melakukan penyebaran ajaran. Namun, komunitas masyarakat ini mengaku diri sebagai komunitas yang inklusif. Mereka selalu terbuka dengan berbagai budaya, agama, dan ideologi manapun. Hal ini sesuai dengan pandangan filosofis yang mereka anut yaitu damai. Damai yang bisa memeluk dengan rasa persaudaraan semua orang melampaui batas-batas geografis, suku, agama, dan ideologi yang ada. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh P. Rubi selaku rektor komunitas Skolastikat Xaverian yang mengatakan bahwa acara dialog yang dibuat oleh Komunitas Skolastikat Xaverian ini bertujuan untuk menjaring semakin banyak orang yang mencintai kebenaran berkehendak baik.
By*Frater Xaverian*-
Apr 3, 2016
*http://s.kaskus.id/images/2016/04/18/8611007_201604180604080104.png
Acara Seren Taun termasuk budaya Sunda Wiwitan yang pernah ditolak Gereja Katolik (doc.google)
Ibu Dewi Kunti yang hadir sebagai pembicara dalam acara ini menceritakan perjalanan masyarakat Sunda Wiwitan yang kerap kali mendapat perlakuan diskriminasi dari pemerintah. Sulitnya mendapatkan akta kelahiran bagi masyarakat Sunda Wiwitan merupakan salah satu bentuk perlakuan diskriminatif yang mereka alami. Dalam berbagai urusan administratif, komunitas ini kerap dilecehkan dan tidak dihargai. Bahkan komunitas ini kerapkali disamakan dengan agama Islam, Kristen, dan Hindu, sehingga dalam berbagai urusan administratif salah satu dari ketiga agama tersebut dipakai dan dicantumkan dalam kolom agama sehingga segala urusan administrasi lancar. Dalam perjalanannya, komunitas masyarakat Sunda Wiwitan ini pernah memeluk agama Katolik dan Hindu, namun karena perbedaan ajaran dan tradisi membuat komunitas ini keluar dari kedua agama tersebut dan membentuk suatu komunitas sendiri.
Perlakuan diskriminatif yang dialami kelompok masyarakat Sunda Wiwitan ini menimbulkan simpati dari berbagai kalangan. Salah seorang santri dari pesantren Ciganjur yang hadir sebagai peserta dalam acara ini mengungkapkan rasa keprihatinannya atas apa yang dialami masyarakat Sunda Wiwitasn ini.
Ibu Dewi Kanti mengungkapkan bahwa sampai sekarang ini komunitas masyarakat Sunda Wiwitan ini masih berjuang untuk mendapat pengakuan dari pemerintah. Perjuangan yang mereka lakukan bukan pertama-tama agar masysarakat Sunda Wiwitan dijadikan sebagai agama resmi. Masyartakat Sunda Wiwitan tidak mau terjebak dalam tindakan legalitas belaka. Tapi perjuangan mereka yang utama adalah agar negara sungguh-sungguh hadir di tengah masyarakat, sebaliknya bukan terjebak dalam apa-apa yang formal.
Komunitas yang mulai terbentuk di akhir abad 19 ini tidak melakukan penyebaran ajaran. Namun, komunitas masyarakat ini mengaku diri sebagai komunitas yang inklusif. Mereka selalu terbuka dengan berbagai budaya, agama, dan ideologi manapun. Hal ini sesuai dengan pandangan filosofis yang mereka anut yaitu damai. Damai yang bisa memeluk dengan rasa persaudaraan semua orang melampaui batas-batas geografis, suku, agama, dan ideologi yang ada. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh P. Rubi selaku rektor komunitas Skolastikat Xaverian yang mengatakan bahwa acara dialog yang dibuat oleh Komunitas Skolastikat Xaverian ini bertujuan untuk menjaring semakin banyak orang yang mencintai kebenaran berkehendak baik.