MamatGede
15th April 2016, 09:04 AM
~John Keats 31 Oktober 1795 - 23 Februari 1821~
aku menemukan puteri perimu di dinding kamarku
dia memakai gaun kupu-kupu
Hatiku pilu dan rasa sakitku lenyap dalam letih
Rasaku pudar, seolah racun yang telah ku teguk atau hampa dalam jemu pipa candu
Semenit berlalu, dan tenggelam dalam ruang ketiadaan
Bukanku cemburu dalam limpahan bahagiamu, namun senang dalam kerianganmu
Adalah kau peri pohon bersayap ringan
Dalam rancangan melodi cemara hijau dan bayang tak berbilang
Bersenandunglah musim panas dengan kidung indahmu
Aku ingin lebih dari sekedar terang, gemilang dari sekedar gemilang
Aku berharap kita adalah kupu-kupu yang hanya hidup selama tiga hari musim panas
Tiga hari bersamamu bisa ku lalui dengan banyak kebahagiaan
Dari pada yang bisa ku dapat setengah abad
Apakah kau akan mengungkapkan dalam tulisan
Kau harus segera menuliskannya dan tuliskan di dalamnya yang bisa menenangkanku
Tuliskan yang banyak seperti setumpuk candu untuk memabukkanku, Tuliskan kata-kata indah dan ciumlah, Agar aku bisa meletakkan bibirku dimana bibirmu berada
Ada dua keindahan yang menyertai langkah-langkahku
Kecantikanmu dan detik-detik kematianku
Andai aku bisa memilikinya di waktu yang sama
Aku tak pernah mengalami cinta seperti yang kini ku rasa
Dulu aku tak mempercayainya
Tapi jika sebenarnya mencintaiku, meski dirintang bara api
Takkan lebih dari apa yang bisa kita tahan dikala melepuh
Dan mengembun dalam kebahagiaan
Gadis manisku
Aku jalani hari ini seolah hari lalu
Aku terkesima sepanjang hari
Aku merasa belas kasihmu
Tuliskan untukku, kau kan selalu menyayangiku lebih
Kau mempesonaku
Tak ada yang lain yang begitu cemerlang dan lembut
Kau menyerapku
Ku rasakan seolah diriku hanyut
Saat aku merasa gentar akan akhirku
Sebelum penaku tuliskan kumpulan cercahan-cercahan benakku
Sebelum gunungan buku menumpuk tinggi
Kokoh seperti gudang gandum
Ketika ku pandang gemintang di wajah malam
Berbentuk mendung nikmat asmara tergambarkan
Seorang penyair tidaklah sepenuhnya puitis, Dialah yang paling tidak puitis yang pernah ada. Dia tidak punya identitas, Dia terus mengisi bentuk lain, matahari dan rembulan.
"Ada teratai di alis matamu,
Bersimbah duka dan berembun lara;
Rona merah di pipi memudar,
Kan menghilang lenyap segera.
"Ku berjumpa gadis di tengah padang ,
Amat jelita— puteri peri;
Berambut panjang, berkaki gemulai,
Serta matanya membening terang.
"Ku rangkai mahkota bunga untuk kepalanya,
*Serta gelang dan ikat pinggang;**
Dia melihatku dengan cinta,
Semerta ia mendesah riang.
"Ku naikkan dia ke atas kudaku ,
Tiada yang tampak sepanjang hari;
Sebab dia bersandar, dan riang menyanyi,
Sebuah kidung bangsa peri.
"Dia hidangkan aku umbi yang manis,
Embun manna, dan madu hutan
Di bahasa asing ia berucap—
Cintaku padamu bukan buatan.
******
"Dia membawaku ke gua kecilnya,
Di sana dia menangis, dan berkesah tersedan;
Lalu ku tutup mata beningnya
Dengan empat kali kecupan.
"Itulah sebab aku berdiam di sini
Sendiri melangkah tak tentu arah,
Meski seroja telah layu di danau,
Dan burung-burung tak lagi berkicau."</div></div></div>
aku menemukan puteri perimu di dinding kamarku
dia memakai gaun kupu-kupu
Hatiku pilu dan rasa sakitku lenyap dalam letih
Rasaku pudar, seolah racun yang telah ku teguk atau hampa dalam jemu pipa candu
Semenit berlalu, dan tenggelam dalam ruang ketiadaan
Bukanku cemburu dalam limpahan bahagiamu, namun senang dalam kerianganmu
Adalah kau peri pohon bersayap ringan
Dalam rancangan melodi cemara hijau dan bayang tak berbilang
Bersenandunglah musim panas dengan kidung indahmu
Aku ingin lebih dari sekedar terang, gemilang dari sekedar gemilang
Aku berharap kita adalah kupu-kupu yang hanya hidup selama tiga hari musim panas
Tiga hari bersamamu bisa ku lalui dengan banyak kebahagiaan
Dari pada yang bisa ku dapat setengah abad
Apakah kau akan mengungkapkan dalam tulisan
Kau harus segera menuliskannya dan tuliskan di dalamnya yang bisa menenangkanku
Tuliskan yang banyak seperti setumpuk candu untuk memabukkanku, Tuliskan kata-kata indah dan ciumlah, Agar aku bisa meletakkan bibirku dimana bibirmu berada
Ada dua keindahan yang menyertai langkah-langkahku
Kecantikanmu dan detik-detik kematianku
Andai aku bisa memilikinya di waktu yang sama
Aku tak pernah mengalami cinta seperti yang kini ku rasa
Dulu aku tak mempercayainya
Tapi jika sebenarnya mencintaiku, meski dirintang bara api
Takkan lebih dari apa yang bisa kita tahan dikala melepuh
Dan mengembun dalam kebahagiaan
Gadis manisku
Aku jalani hari ini seolah hari lalu
Aku terkesima sepanjang hari
Aku merasa belas kasihmu
Tuliskan untukku, kau kan selalu menyayangiku lebih
Kau mempesonaku
Tak ada yang lain yang begitu cemerlang dan lembut
Kau menyerapku
Ku rasakan seolah diriku hanyut
Saat aku merasa gentar akan akhirku
Sebelum penaku tuliskan kumpulan cercahan-cercahan benakku
Sebelum gunungan buku menumpuk tinggi
Kokoh seperti gudang gandum
Ketika ku pandang gemintang di wajah malam
Berbentuk mendung nikmat asmara tergambarkan
Seorang penyair tidaklah sepenuhnya puitis, Dialah yang paling tidak puitis yang pernah ada. Dia tidak punya identitas, Dia terus mengisi bentuk lain, matahari dan rembulan.
"Ada teratai di alis matamu,
Bersimbah duka dan berembun lara;
Rona merah di pipi memudar,
Kan menghilang lenyap segera.
"Ku berjumpa gadis di tengah padang ,
Amat jelita— puteri peri;
Berambut panjang, berkaki gemulai,
Serta matanya membening terang.
"Ku rangkai mahkota bunga untuk kepalanya,
*Serta gelang dan ikat pinggang;**
Dia melihatku dengan cinta,
Semerta ia mendesah riang.
"Ku naikkan dia ke atas kudaku ,
Tiada yang tampak sepanjang hari;
Sebab dia bersandar, dan riang menyanyi,
Sebuah kidung bangsa peri.
"Dia hidangkan aku umbi yang manis,
Embun manna, dan madu hutan
Di bahasa asing ia berucap—
Cintaku padamu bukan buatan.
******
"Dia membawaku ke gua kecilnya,
Di sana dia menangis, dan berkesah tersedan;
Lalu ku tutup mata beningnya
Dengan empat kali kecupan.
"Itulah sebab aku berdiam di sini
Sendiri melangkah tak tentu arah,
Meski seroja telah layu di danau,
Dan burung-burung tak lagi berkicau."</div></div></div>