|
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Melakukan transplantasi organ memang sebuah keputusan besar. Cang-kok ginjal merupakan pilihan terbaik bagi mereka yang menderita gagal ginjal stadium akhir. Meski berhasil dicangkokkan pada tubuh penderita, belum tentu tubuh dapat menerimanya.
Belum lama ini, sejumlah ilmuwan Eropa berhasil menemukan berbagai macam "penanda" dalam darah pasien transplantasi ginjal. "Penanda" tersebut bisa memprediksi apakah organ baru itu akan sukses dan apakah para pasien memerlukan obat dalam jumlah besar untuk membantu penerimaan organ itu dalam tubuh yang baru. Mereka mengatakan temuan itu dapat membantu para dokter untuk memberikan perawatan intensif bagi pasien cangkok ginjal serta mengubah jumlah atau takaran obat keras yang harus mereka ambil untuk mencegah tubuh para pasien menolak ginjal barunya. Para ilmuwan yang dipimpin Maria Hernandez Fuentes dari Kings College, London, telah mempelajari beberapa kelompok pasien transplantasi ginjal yang ada di Eropa, termasuk 11 pasien yang telah berhenti minum obat setelah transplantasi tapi tidak menolak organ donor, sejak mereka tampak memiliki ketahanan secara alamiah terhadap ginjal barunya itu. Mereka melakukan uji sampel darah secara terperinci dan menemukan sejumlah perbedaan dalam sistem kekebalan khusus yang ada pada pasien itu. "Saat ini kami berharap dapat mulai melihat hasil screening pada pasien lainnya untuk melihat apakah mereka juga memiliki tanda yang sama dalam darah mereka," kata Rachel Hilton, konsultan ginjal di Guys Hospital, London. Ia juga menambahkan bahwa mungkin masih ada lebih banyak pasien di luar sana yang berpotensi mengurangi atau menghentikan pengobatan jika para dokter dapat melihat sistem kekebalan tubuh mereka. Mengubah Hidup Transplantasi ginjal adalah jenis cangkok organ utama yang paling umum dilakukan di seluruh dunia. Tercatat lebih dari 1.550 program cangkok dilaksanakan di Britama dan 18.000 program cangkok di AS setiap tahunnya, langka hidup rata-rata pasien transplantasi ginjal kurang lebih 12 tahun. Angka itu bahkan dapat meningkat menjadi sekitar 20 tahun pada beberapa kasus jika ginjal berasal dari donor hidup. Bagi banyak pasien, transplantasi ginjal dapat membuka ke-hidupan yang baru. Namun, hal itu juga berarti mereka harus terus mengonsumsi obat-obatan yang memiliki jangkauan luas efek samping di sepanjang sisa hidup mereka untuk memastikan organ baru tersebut tidak ditolak. Sejumlah obat seperti Novartiss Neoral, Roches Cellcept, Pfizer Ra-pamune, dan Prograf, adalah beberapa obat merek terkemuka yang diberikan untuk mencegah penolakan organ transplantasi. "Jika mereka mengonsumsi obat transplantasi ini seumur hidupnya, maka mereka sekaligus memiliki efek samping dan keuntunganuntuk terus bertahan hidup. Efek samping utama adalah peningkatan risiko infeksi dan risiko yang lebih tinggi terhadap kanker di masa depan. Itu merupakan efek samping yang sangat tidak diinginkan, baik jangka pendek maupun jangka panjang," kata Hilton. Temuan itu kemudian dikuatkan oleh studi lainnya, yang dipublikasikan dalam Journal of Clinical Investigation di AS. Tapi, dengan adanya temuan tersebut, bukan berarti para pasien transplantasi harus berhenti minum obat, tanpa berkonsultasi dengan dokternya. "Para pelaku transplantasi ja-ngan sampai berhenti mengonsumsi obat-obatan mereka sepenuhnya, meskipun ada sejumlah temuan yang berhasil dilakukan para peneliti. Setiap pengurangan obat perlu hati-hati dikelola, dan dimonitor secara klinis," pungkasnya. Harus Diwaspadai Selama ini, golongan darah yang sesuai menjadi kualifikasi penting untuk mencegah penolakan ginjal setelah pencangkokan. Namun, studi terbaru menyebutkan ukuran berat ginjal juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Penerima cangkok yang menerima ginjal dengan ukuran yang lebih kecil dibanding proporsi berat badan mereka, lebih berisiko terjadinya komplikasi. Hasil temuan tersebut dilakukan dalam penelitian terhadap seribu pasien transplantasi ginjal. Dalam laporan yang dimuat pada Journal of the American Society ofNephrol-ogy, para ilmuwan mengatakan hasil studi ini bisa menjadi referensi bagi dokter untuk meningkatkan harapan hidup pasien. Dalam penelitiannya, para ilmuwan terus mengikuti kesehatan pasien selama lima tahun pasca-operasi. Menggunakan kalkulasi berdasarkan berat badan pendo-nor, d;niaAUvbteipA�UttKiBi.i ginjal, diketahui bahwa ginjal yang berukuran lebih kecil dibanding bobot tubuh penerima berisiko komplikasi. Komplikasi tersebut, antara lain naiknya tekanan darah, jaringan parut pada ginjal, dan 55 persen risiko kegagalan pencangkokan dua tahun pasca-operasi. Mayori-tas penerima cangkok dalam penelitian ini mendapat organ dari donor mati. Menurut ketua peneliti, Profesor I,-.ij i.iul�flulillchi, darisudutfiari-dang klinikal, hasil studi ini setara dengan proses identifikasi penanda untuk mengetahui tipe jaringan yang sesuai dalam mengurangi risiko penolakan. Faktor kesesuaian dan kecocokan antara jaringan donor dan penerima adalah masalah yang tidak dapat diabaikan. "Informasi ini sangat dibutuhkan bagi ribuan proses pencangkokan untuk meningkatkan angka harapan hidup," tambahnya. Penyakit gagal ginjal merupakan sebuah penyakit yang harus diwaspadai, bahkan angkanya pun terus meningkat. Di Indonesia, rata-rata 1 dari 10 orang dewasa menderita kerusakan ginjal mulai dari tahap ringan hingga berat. Menurut Indrawati Sukadis, ahli ginjal dari Yayasan Ginjal Nasional Indonesia (VAGINA), satu-satunya cara adalah dengan memeriksakan diri secara rutin. "Cek rutin, terutama bagi orang yang telah berumur di atas 40 tahun dan terutama penting bagi mereka yang menderita penyakit degeneratif seperti diabetes melitus atau hipertensi. Tiga puluh persen orang yang menderita penyakit degeneratif sangat berpotensi terkena gagal ginjal," pungkasnya. |
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
|