kampanye adalah penawaran politik bukan 'perang bintang iklan' (Jokowi)

[bostempe]

Jokowi adalah seorang businessman yang berhasil, ia dulunya orang miskin lalu dipercaya oleh orang Jerman untuk mengekspor hasil mebel dari kota Solo, kepercayaan ini ia pegang baik-baik dan ia memang berhasil membuktikan tidak adanya spasi bukti antara janji dan perbuatannya.



Jokowi sering pergi ke luar negeri, terutama ke negeri-negeri di Eropa, ia kagum dengan Eropa, sebuah kota yang bisa menjadikan warga-nya nyaman tinggal di sebuah tempat, ia senang dengan melihat bule-bule itu naik sepeda, ia suka melihat para turis tertawa-tawa di tengah kota melihat musium dan taman seribu angsa, ia memperhatikan bahwa kota adalah sebuah ruang yang gembira.



Di Berlin, Jokowi melihat sesuatu yang hidup ditengah masyarakat, ada kebersamaan atas ruang kota, di Amsterdam ia melihat bahwa warganya menjadi bagian dari kesadaran sejarah kota, di London Jokowi melihat adanya harmoni antara pikiran warganya dan kekuasaan, lalu Jokowi berpikir bagaimana dengan kotanya, -Kota Solo-. Lalu Jokowi mencoba ikut nyalon walikota di Solo, awalnya ia diremehkan, tapi ia juga menampik politik uang "Bagaimana aku akan memperbaiki kota-ku bila di langkah pertama aku sudah tak jujur menjadikan suara rakyat sebagai 'suara kegelisahan' " Pikir Jokowi, lalu dengan wakilnya Rudi, ia bersepakat 'Janganlah kita kotori ruang kota dengan janji-janji, dengan baliho yang menawarkan senyum di wajah kita tapi tak paham persoalan masyarakat, ayo turun ke jalan, lihatlah apa persoalan masyarakat sebenarnya' dalam kampanye di kota Solo, Jokowi menolak spanduk dan baliho karena bagi Jokowi itu mengganggu fungsi ruang publik, kampanye adalah penawaran politik bukan 'perang bintang iklan' dan penawaran politik terbaik adalah 'bekerja dengan datang langsung ke masyarakat'.



Jokowi dan Rudi lalu menyambangi satu persatu tongkrongan masyarakat, ia sambangi seluruh tempat bagaimana kehidupan bergerak, ia datangi bengkel-bengkel motor dan sepeda, ia mengajak ngobrol tukang tambal ban, tukang becak, tukang las pagar dan pembuat serabi, ia lihat dengan mata kepala sendiri sebuah kehidupan, kehidupan yang sesungguhnya minta dikembangkan daya kemanusiaannya oleh penguasa, dan Jokowi sadar itu.



Lalu ia bertindak dengan batasan tegas, "bahwa ruang kota adalah 'ruang kemanusiaan', yang menjadikan manusia bukan saja nyaman, tapi manusia dijadikan manusia dalam struktur bangunan kota -bahasa jawa-nya 'nguwongke'. Disinilah titik kerja Jokowi bermula.



Ia bekerja dengan sungguh, bukan dengan janji, ia membangun tatanan kota, ia membangun tata ruang kota Solo dengan disiplin tapi mengerti bagaimana manusia harus disejahterakan tanpa harus memukuli, ia tahu bahwa "bahasa kekuasaan adalah bahasa yang mengarahkan dengan pengetahuan, bukan menggebuki dengan kata-kata hinaan".



Akhirnya di tangan Jokowi, kota Solo menjadi kota yang terbuka untuk ruang kota yang ramah pada kebudayaan, pada kemanusiaan, pada pasar tradisional dan menjadikan kota sebagai ruang ramah manusia.



Apabila ada kelompok-kelompok yang membangun permusuhan dengan Jokowi bahkan mempermainkan lewat politik kotor, Jokowi berpesan "Janganlah itu dihadapi dengan kemarahan, karena itu kalau dihadapi dengan kemarahan kita membalas sakit hatinya orang, kerja terbaik dalam diri kita harus dilandasi keikhlasan, apabila kita ikhlas untuk bekerja untuk rakyat maka kita tak akan membangun kekerasan, berjuang untuk rakyat memang perlu pengorbanan dan pengorbanan terbesar bagi seorang pejuang itu justru 'korban perasaan'.



Bekerjalah dengan ikhlas, demi perubahan Jakarta dan perubahan Indonesia, Insya Allah kita menjadi bangsa yang maju dengan landasan 'Membangun Tanpa Menyakiti'



----



Sumber : Anton DH @FB



ceriwiser yang baik meninggalkan komen.



Tidak menolak