FAQ |
Calendar |
SEARCH |
Today's Posts |
|
Surat Pembaca Posting ataupun baca komentar,keluhan ataupun laporan dari orang-orang dengan pengalaman baik/buruk. |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
Terhadap Kenaikan BBM, Masihkah Media Massa Berpihak Pada Rakyat?
Persoalan Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali mengemuka akhir-akhir ini. Sebagian besar media massa mainstream (arus utama) ‘mendesak’ pemerintah mengambil keputusan untuk menaikan harga BBM. Berbagai analisis dan berita diturunkan dengan framing (kerangka) berita bahwa kenaikan harga BBM adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada pilihan lain selain menaikan harga BBM. Framing lainnya yang dibentuk oleh media massa mainstream itu adalah bahwa subsidi BBM salah sasaran. Hanya dinikmati oleh orang-orang kaya yang memiliki mobil pribadi. Media Massa mainstream itu seperti menutup mata bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak pada kenaikan harga barang-barang lainnya. Media Massa mainstream pendukung kenaikan harga BBM membutakan diri, bahwa kenaikan harga BBM Rp.1000 saja di Jawa akan membuat kenaikan BBM dan harga barang lainnya di Papua menjadi berlipat-lipat. Anehnya, jika pertimbangannya bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran, media massa besar tidak secara keras, seperti ketika mereka mengkritik subsidi BBM sekarang, ketika pemerintah memberikan keringanan pajak pada proyek mobil murah yang masih menggunakan BBM. Media massa mainstream juga seakan kehilangan sikap kritisnya ketika pemerintah lebih memilih membangun infrastruktur transportasi pro-kendaraan bermotor pribadi daripada transportasi massal. Mereka seakan bungkam ketika ada rencana pembangunan 6 jalan tol dalam kota, jembatan selat sunda, jembatan madura. Padahal pembangunan jalan raya selalu berdampak pada kenaikan jumlah pengguna kendaraan bermotor pribadi. Yang artinya menambah konsumsi BBM. Siapa yang menguasai media dialah yang menguasai wacana publik. Dan wacana publik itu kemudian yang dijadikan refrensi dari pengambilan kebijakan pembangunan. Itulah yang terjadi di negeri kita saat ini. Dalam persoalan kenaikan harga BBM nampaknya kepentingan rakyat jelata yang akan terkena dampak buruk kenaikan BBM terlupakan. Situasi semacam itu nampaknya dipahami betul oleh para politisi. Hal itu nampak dari biaya iklan politik mereka pada saat pemilihan presiden (pilpres) lalu. Menurut web http://www.iklancapres.org, belanja iklan mereka di media mainstream, yang hanya di lima kota (Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar dan Banjarmasin) mencapai Rp123,54 miliar. Jika sudah demikian rakyat jelata yang tidak memiliki banyak uang untuk ‘membeli’ iklan di media hanya akan menjadi penonton di negeri ini. Jika sudah demikian, Negeri ini pun bukan saja tanpa telinga tapi juga tanpa mata. sumber: http://www.iklancapres.org Terkait:
|
|
|