TANGGAL 1 Desember 2011 dijadikan sebagai tonggak Kemerdekaan Papua. Kemerdekaan kembali nyaring terdengar di Bumi paling timur Indonesia tersebut, apalagi kepercayaan sebagian orang Papua yang menganggap tanggal tersebut sebagai hari kemerdekaan mereka. SMS beredar dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mewaspadai hari tersebut dan menyatakan Papua diambang pintu kemerdekaan. Bahkan ada prediksi bahwa akan ada gerakan perlawanan yang besar dari warga Papua, bila pemerintah tidak serius menangani konflik berkelanjutan di sana (
http://makassar.tribunnews.com; 26/11/11).
Kasus di Papua tentu menghawatirkan semua pihak, apalagi aparat keamanan di negeri ini, setelah konflik Aceh pasca MoU Helsinky, kini gejolak tersebut menyeruak di Papua, kita sangat menyayangkan kenapa negeri kita selalu saja menjadi “permainan” pihak-pihak yang punya kepentingan ?, kenapa pula harus terjadi kekerasan bersenjata ? adakah solusi atas masalah Papua untuk ketentraman dan kedamaian negeri ini ?
Ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah Indonesia. Pasalnya, jika Pemerintah tidak menyelesaikan masalah ini secara elegan dengan mempertimbangkan masyarakat papua, faktor pemicu serta solusi bersama untuk kepentingan umum, Papua akan mengalami “tsunami” politik yang bisa saja berujung pada disintegrasi (pemisahan diri), sebagaimana halnya Timor-Timur. Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto, mengingatkan berlanjutnya kasus kekerasan di Papua bisa menjadikan wilayah itu seperti Timor Timur kedua.
Papua Kaya SDA dan Konflik
Peribahasa yang sering kita dengan sehari-hari “dimana ada gula disitu ada semut” tepat kiranya menggambarkan kondisi Papua sekarang ini. Papua ibarat gula yang melimpah sumber daya alam (SDA)-nya, semutnya adalah para pengusaha lokal, nasional dan Internasional yang memperebutkan manisnya Papua. Bahkan berita yang menghebohkan disinyalir ada 70 tentara Amerika yang menjaga tambang emas Freeport. Ini mengindasikan ternyata bukan hanya level pengusaha yang bermain di Freeport tapi sudah sampai level negara, khususnya Amerika Serikat.
Papua memiliki kandungan mineral dan sumber daya alam yang melimpah, dengan luas 309.934,4 km², tiga kali lipat luas pulau Jawa yang hanya 132.187 km². SDA di Papua yang di eksplorasi oleh perusahaan swasta baik domestik maupun asing adalah, tambang emas, tembaga, uranium bahkan baru-baru ini cadangan gas besar ditemukan didaerah Papua Barat mencapai 100 juta kaki kubik perhari (MMSCFD), pernyataan ini disampaikan oleh Dirjen Migas Evita Herawati Legowo seperti dikutip dari situs Ditjen Migas, (29/9/2011). Tapi dengan SDA yang melimpah justru berbanding terbalik dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM) Papua, karena IPM Papua termasuk paling rendah dibandingkan dengan 33 propinsi di Indonesia. Tingkat kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat di Papua juga sangat memprihatinkan.
Selain kaya SDA, Papua juga “kaya” akan konflik, saat ini aksi-aksi politis masyarakat sipil pada tahun 2011 saja sudah terjadi 2 gelombang besar unjuk rasa tepatnya tanggal 18 Juni dan 19 Oktober, dan rencana paling besar aksi mereka pada tanggal 1 Desember 2011. Tidak cukup dengan aksi politis gerakan-gerakan untuk memerdekakan Papua, tragedi kekerasan yang harus menelan korban jiwa juga menjadi jalan mereka untuk meraih simpatik, dan itu terjadi sejak Juli hingga November tahun ini, sudah ada puluhan peristiwa kekerasan dan bentrok yang terjadi, aksi terbaru adalah penembakan yang dilakukan di area jalan tambang PT Freeport Indonesia, 18 November 2011 di mile 52 dan menewaskan Fery Willian terkena dibagian kepala, sebelumnya Senin 7 November 2011 diareal yang sama tepatnya di Mile 45, yang menjadi korbannya anggota Polisi Briptu Marselinus, tertembak dibagian muka.
Beberapa rentetan tragedi kekerasan pada bulan oktober 2011 diantaranya kematian 6 orang yang terbunuh pada Kongres Rakyat Papua (KRP) III digagas oleh Kepemimpinan Kolektif Nasional Bangsa Papua Barat (KKNPB), di Lapangan Zakeus, Abepura, Jayapura yang bertujuan membentuk pemerintahan transisi Negara Papua Merdeka. Kemudian kematian Kepala Kepolisian Sektor Puncak Jaya, Ajun Komisaris Domingus Oktavianus Awes, tewas ditembak orang tak dikenal di Papua Senin, 24 Oktober 2011. Dan adanya sejumlah anggota TNI baku tembak dengan kelompok bersenjata saat berpatroli di mile 36 jalan menuju PT Freeport Indonesia (FI), Papua, Sabtu (29/10/2011) pagi (
http://makassar.tribunnews.com 29/10/2011 ).
Akar Masalah dan Solusi
Dari beberapa rentetan konflik, unjuk rasa dan seminar-seminar tentang Papua merdeka, bisa diambil kesimpulan ada 3 kelompok pengusung perjuangan kemerdekaan Papua, ketiganya mempunyai tujuan yang sama meskipun berdiri sendiri dan terpisah antara satu dengan yang lainnya. Ketiga kelompok tersebut adalah : pertama, elemen politik dalam negeri yang membentuk LSM-LSM atau organisasi yang menguatkan tuntutan referendum baik melalui berbagai demonstrasi atau aktifitas lainnya, yang aktif adalah KNPB (Komite Nasionap Papua Barat) dan Kepemimpinan Kolektif Nasional Bangsa Papua Barat (KKNPB). Kedua, elemen gerakan bersenjata yaitu TPN/OPM (Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka), Dan ketiga, elemen diplomatik di luar negeri untuk pengaruhi opini publik internasional, melalui dua organisasi yaitu ILWP (International Lawyer for West Papua) Dan IPWP (International Parliament for West Papua).
Ketiga elemen ini kemudian memainkan isu-isu strategis yang menjadi akar masalah di Papua. Beberapa peneliti mencoba mencari akar masalah yang terjadi di Papua, satu diantaranya penelitian yang dilakukan oleh LIPI. Penelitian tersebut menyimpulkan ada empat akar masalah yang terjadi di Papua : pertama, adanya marjinalisasi dan diskriminasi terhadap penduduk asli Papua. Kedua, ada kegagalan pembangunan di bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Ketiga, ada perbedaan persepsi tentang sejarah Papua atau Irian terutama soal Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang disponsori PBB dan AS yang menurut sebagian rakyat Papua tidak sah. Keempat, ada trauma berkepanjangan sejak 1966 sampai selama Orde Baru berkuasa akibat operasi militer.
Masalah Papua merupakan masalah yang bisa saja terjadi pada daerah-daerah lain bahkan di seluruh negeri kaum muslimin. Khusus di Indonesia cukuplah kasus Timor-Timur menjadi pelajaran besar bagi bangsa ini, jangan sampai terulang lagi. Sebenarnya masalah disintegrasi, referendum sampai kemerdekaan tidak bisa tuntas dalam penerapan sistem kapitalisme. Masalah tersebut hanya bisa dituntaskan dengan menerapkan Islam secara kaffah. Sebagai contoh dalam hal pengelolaan ekonomi dan SDA, Islam menetapkan bahwa kekayaan alam yang berlimpah depositnya, seperti tambang tembaga dan emas di Papua ditetapkan sebagai hak milik umum. Selanjutnya hasil pengolahannya di himpun di kas negara dan didistribusikan untuk pembiayaan pembangunan dan pelayanan terhadap seluruh warga negara tanpa kecuali.
Warga negara dalam pandangan Islam wajib diperlakukan secara adil, tidak boleh ada diskriminasi atas dasar etnis, suku, warna kulit, bangsa, ras, agama dan kelompok dalam hal pelayanan pemerintah kepada mereka. Aturan seperti inilah yang akan menyelamatkan Papua dari konflik berkepanjangan dan keinginan untuk merdeka.(*)