Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > Jual Beli > Barang Antik

Barang Antik Tempat jual beli barang antik dan barang kolektor

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 13th March 2012
Yogyes's Avatar
Yogyes Yogyes is offline
Ceriwis Pro
 
Join Date: Mar 2012
Posts: 2,730
Rep Power: 16
Yogyes mempunyai hidup yang Normal
Default Cupumanik astagina

Kondisi Barang : Baru

Harga :



Lokasi Seller : Jawa Barat


Description :



Di maharkan Cupumanik Astagina 600jt (nego)

Fast Respond Hub. BUDI 081220790785


[/spoiler]
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for Foto:

















[spoiler=open this] for Sejarah:






Syahdan kisahna kangjeng Sunan Gunung Jati Cirebon, telah mempunyai garwa anom seorang putrid dari daratan China yang bernama Ong Tien yang bergelar Nyai Rara Sumanding, dari beliau mempunyai putra yang bernama Surangga jaya selanjutnya bayi tersebut diserahkan untuk diurus dan diasuh oleh Baratawiyana (Arya Kemuning), selain itu Sunan Gunung Jati berpesan anak tersebut setelah dewasa kelak akan diangkat menjadi penguasa daerah Kuningan. Dalam masa pengasuhan Arya Kemuning anak tersebut itu diberi nama panggilan “Rd. Kemuning“.

Setelah dewasa anak tersebut dinikahkan kepada seorang putri keturunan Keraton Mataram yang bernama Rd. Ajeng Ayu. Setelah usai pernikahan dan diboyong ke Kuningan oleh kangjeng Sunan Gunung Jati, Rd. Surangga Jaya (Rd. Kemuning) dinobatkan menjadi Bupati Kuningan dengan gelar Sang Adipati Kuningan (1978) yang tidak lama kemudian Sang Adipati dianugerahi beberapa putera diantaranya yang bernama Syekh Abdul Muhyi.

Kemudian setelah lahir anak tersebut lalu dikunjungi oleh Sunan Gunung Jati bersama garwa anomnya yaitu Rara Sumanding (Ong Tien). Beliau telah memberikan sepasang cupu dan sebuah guci kecil (Cupu Manik Asta Gina) selanjutnya diserahkan kepada Syekh Abdul Muhyi kemudian anak tersebut dididik Agama Islam dan diurus oleh Syekh Karibullah di Darma.

Pada umur 19 tahun beliau melanjutkan pendidikan ke Kuala Aceh, pada gurunya yang bernama Syekh Abdul Rauf bin Abdul Jabar selama 8 tahun pada umur 27 tahun beliau bersama teman-temannya sepesantrenan dibawa Baghdad oleh gurunya untuk berziarah ke makam Syekh Abdul Qodir, disana beliau tinggal selama 2 tahun untuk merenima Ijazah Agama Islam, setelah itu oleh gurunya, dibawa ke Mekkah untuk beribadah Haji.

Ketika berada di Baitullah tiba-tiba Syekh Abdul Rauf (gurunya) mendapat ilham bahwa diantara santrinya itu ada yang mendapat pangkat kewalian pada ilham itu dinyatakan bahwa manakala tanda itu telah nampak olehnya, maka ia harus segera menyuruh orang itu pulang dan terus mencari gua.

Pada suatu hari ketika Adzan ashar Syekh Abdul Muhyi dengan teman-temannya sedang berkumpul di Masjidil Haram, tiba-tiba datanglah yang langsung menuju Beliau dan hal itu langsung diketahui oleh gurunya Syekh Adbul Rauf. Gurunya terkejut dan ingat akan ilham yang pernah diterimanya. Setelah kejadian tersebut sang guru membawa pulang Syekh Abdul Muhyi ke Kuala Aceh (1677) yang kemudian disuruh pulang ke Jawa dan ditugaskan mencari Gua.

Sambil mencari Gua beliau tetap bercocok tanam padi dan kapas karena budaya penduduk Priangan Selatan tersebut masih berbusana minim ( celana dalam saja tanpa memakai baju). Prakarsa Syekh Abdul Muhyi membuat kain tenunan dari kapas dalam rangka untuk melaksanakan syari’at Islam terutma Shalat Lima Waktu. Selanjutnya pergi ke sebelah utara sampai ke Lebak Siuh menetap dalam rangka mencari Gua tersebut kemudian sampai ke Cilembu.

Daerah tersebut pemandangannya indah sekali. Beliau melaksanakan pertanian di tempat tersebut dan diberi nama Gunung Mujarod, bahwa tanda-tanda keberadaan Gua kemungkinan di situ suatu hari Beliau turun ke lereng Gunung Mujarod terdapat lubang Gua dan terdengar air terjun dan banyak burung terbang keluar dari lubang tersebut. Memang bentuk keberadaan Gua tersebut ada, tapi gua tersebut dikuasai oleh Eyang Karang serta pengikutnya karena mereka belum masuk Islam dan terjadilah adu kekuatan antara Mbah Samun (pengikut Eyang Karang) dengan Syekh Abdul Muhyi, akhirnya Mbah Samun kalah sehingga semua pengikutnya taslim, kemudian Syekh Abdul Muhyi menikahi orang pribumi yang bernama Rd. Ayu Bakta putrid dari Rd. Sacaparna dan Rd. Ayu Bakta dianugerahi anak (Dalem bojong, Midia Kusuma, Syekh Abdullah, Fakih Ibrahim). Menurut cerita orang-orang tua garwa dari Syekh Abdul Muhyi sebanyak 4 orang.

Kemudian beliau melanjutkan pendidikan lagi ke gresik Pesantren Ampel selama kurang lebih 4 tahun dan beliau mempunyai gawra orang Jember sampai mempunyai keturunan. Setelah itu beliau kembali ke tasik dan membangun Mesjid dengan cara membakar bata-bata merah oleh-oleh Jawa Timur. Tidak lama kemudian keadaan pesantren Pamijahan tersohor banyak santri-santri berdatangan dari berbagai daerah.

Suatu ketika ada musim kemarau panjang penduduk panujahan tidak sanggup bayar upetei kepada Bupati Tasik (waktu daerah Parahyangan di kuasai oleh Sultan Mataram) oleh Bupati Tasik di haturkan kepada kangjeng Sultan Mataram bahwa pemimpin penduduk pesantren tersebut, Syekh Abdul Muhyi keturunan Dalem Kuningan Kangjeng teringat bahwa istri Dalem Kuningan masih kerabat beliau, sehingga kebijakan Sultan Mataram membuat surat keputusan bahwa daerah pesantren Pamijahan (6 desa menjadi daerah perdikan (pasidkah) (Otonomi).





Surat tersebut tersohor bernama Layang Sima dan diserahkan oleh Bupati Tasik kepada Syekh Abdul Muhyi. Sejak diterimanya Layang Sima tersebut berdirilah Dalem Sewidak yang menjadi penguasa adalah para putra Syekh Abdul Muhyi. Jadi daerah tersebut tidak diperintah oleh bupati Tasik, garut, maupun Ciamis. Setelah wafat Syekh Abdul Muhyi digantikan oleh putranya yang bernama Syekh Zaenudin (Dalem Bojong).

Demikian cerita sekilas dari Orang Tua tentang sejarah Pamijahan.





Bandung, Juni 2010

Penulis





Jojo Sunarjo

Reply With Quote
Reply

Thread Tools

Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 04:26 AM.