FAQ |
Calendar |
SEARCH |
Today's Posts |
#1
|
||||
|
||||
Tradisi Tarian Seblang untuk Tolak Bala di Banyuwangi
NusaBali – Kamis, 16 Oktober 2008
Tradisi Tarian Seblang untuk Tolak Bala di Banyuwangi Penari Tidak Kerauhan, Seluruh Ritual Diulang dan Awal BANYUWANGI, NusaBali Setiap daerah mempunyai cara berbeda untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan serta menolak bala (bencana). Tradisi unik untuk menolak bala salah satunya digelar di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Tradisi Seblang di Desa Olehsari dilakukan selama tujuh hari berturut-turut. Seblang merupakan upacara adat berupa tarian yang diiringi gamelan dan gending bahasa Using. Uniknya, sang penari beraksi dalam keadaan tidak sadar dan dikendalikan roh harus. Dengan ritual ini masyarakat Desa Olehsari berharap dihindarkan dari bencana dan mendapat rezeki yang berlimpah. “Tujuan Seblang untuk menolak balak seperti pagebluk, bencana alãm, pencurian dan hama penyakit. Setiap tahun harus dilaksanakan,” tutur Ketua Adat Desa Olehsari Anshori, seperti dilansir Surya, Rabu (15/10). Sebelum melakukan tarian, sesepuh desa dan dukun Seblang melakukan ritual untuk menentukan hari pelaksanaan. Berbagai sesajen diletakkan di rumah sang dukun dan mantra-mantra dibaca untuk mengundang roh halus, hingga akhirnya ada yang kesurupan dan memberi petunjuk kapan harus dimulai ritual Seblang. Setelah hari pelaksanaan ditentukan, warga desa mempersiapkan arena tari Seblang. Di tengah-tengah arena yang akan digunakan tari Seblang dipasang tiang kayu setinggi tiga meter dan dipasang payung besar yang disebut Payung Agung. Para penabuh gamelan mengambil posisi dengan alat musik tradisional. Di pinggir arena didirikan pondok kecil atau sanggar yang menghadap ke timur dihiasi janur kuning, ketela, sayuran, dan buah-buahan yang digantung sebagai bukti hasil pertanian dan perkebunan. Kumpulan ketela dan buah-buahan ini dinamakan para bungkil. Dalam Seblang tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, tahun ini Seblang harus diulang hingga dua kali. Sebelum Hari Raya Idul Fitri, salah satu warga yang kerasukan roh (karauhan) menunjuk jika penari Seblang jatuh pada Tika Anjarsari dan Seblang digelar pada, Jumat (3/10) atau tanggal 3 Syawal (3 Oktober 2008). Pada hari pertama Seblang, Tika bisa kerasukan dan bisa menarikan Seblang. Tetapi pada hari kedua hingga hari keempat, Tika tidak kerasukan. Otomatis Seblang tidak bisa ditarikan. “Jelas kami khawatir, resah, dan takut. Setelah dilakukan musyawarah adat dan ritual dan sesuai petunjuk, arena tarian dipindahkan dan penari Seblang-nya diganti,” lanjut Anshori. Akhirnya pada, Selasa (7/10), Seblang kembali dimulai dan awal. Penari Seblang jatuh pada Suidah, yang masih duduk di bangku kelas VI SD. Sejak han pertama hingga han ketujuh, Suidah selalu kerasukan roh halus dan menarikan Seblang. Tarian Seblang dimulai dengan pemasangan mahkota yang terbuat dari daun pisang muda yang dianyam, yang disebut omprok, ke kepala penari. Setelah omprok terpasang, kedua mata sang penari ditutup dengan jari-jari tangan sang penekep atau penutup mata. Tangan sang penari memegang tampah. Lantas sang dukun mengangkat prapen dan meniupkan asap kemenyan sambil membaca mantra ke arah wajah penari. Jika tampah yang dipegang terjatuh, pertanda penari sudah kerasukan roh halus. Gending-gending segera dilantunkan oleh delapan pesinden yang berumur rata-rata 40 tahun ke atas. Dengan dipandu seorang pawang, sang penari mulai melenggak-lenggok mengitari lingkaran arena dengan berputar pada satu poros tiang Payung Agung. Tarian itu dilakukan hingga 27 gending selesai dinyanyikan dan sesekali penari diistirahatkan. Hingga kini, sudah 23 generasi yang masih satu keturunan menarikan Seblang sejak ritual ini digelar tahun 1930-an. Pada hari ketujuh, sang penari keliling desa atau ider bumi ke empat penjuru arah. Sebagai penutup, dilakukan penyadaran pada diri sang penari. Pesinden melantunkan gending Sampun Mbah Ketut Sare sebagai gending terakhir dengan ritme keras dan bersemangat. Jika penari telah sadar, gending dihentikan dan wajahnya dicuci dengan toyo arum atau air harum. Dengan prosesi ini, selesailah prosesi bersih desa untuk tolak bala dengan tarian Seblang. sumber: Parisada Hindu Dharma Indonesia |
#2
|
||||
|
||||
setiap daerah mempunyai tradisi dan keberagamanmasing masing dan keunikan masing masing. Semua menambah kekayaan budaya tanah air kita.
|
|
|