Rupiah Dibuka Ambruk Dekati Level Rp13.900/USD Saat Yen Terbebani
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan, Senin (23/4/2018) dibuka ambruk hingga mendekati level Rp13.900/USD. Pelemahan rupiah terjadi saat mata uang Negeri Paman Sam -julukan AS- melesat di tengah Yen kehilangan pijakan untuk mulai terbebani.
Menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, rupiah pagi ini dibuka pada level Rp13.894/USD. Posisi ini memperlihatkan rupiah merosot tajam dibandingkan posisi perdagangan sebelumnya yang berada di level Rp13.804/USD.
Posisi rupiah berdasarkan data Bloomberg, pada sesi pembukaan makin buruk yang berada di level Rp13.908/USD dibandingkan perdagangan sebelumnya Rp13.893/USD. Pergerakan harian rupiah pada awal perdagangan ada di kisaran Rp13.886-Rp13.915/USD.
Data Yahoo Finance menunjukkan rupiah pada sesi perdagangan pagi berada pada posisi Rp13.888/USD atau tenggelam cukup dalam dari sesi penutupan akhir pekan kemarim Rp13.875/USD. Pergerakan harian rupiah pada pagi hari ini berada pada level Rp13.873-Rp13.895/USD.
Berdasarkan data SINDOnews bersumber dari Limas, rupiah di awal perdagangan hari ini juga masih terus menyusut hingga ke level Rp13.892/USD. Peringkat ini memperlihatkan rupiah masih lesu dibanding akhir pekan kemarin.
Dilansir Reuters hari ini, USD diperdagangkan mendekati level tertinggi dua pekan terhadap beberapa mata uang utama didukung oleh peningkatan imbal hasil obligasi AS/ Sementara berkurangnya kekhawatiran atas risiko politik global membebani mata uang safe haven seperti Yen Jepang.
Indeks USD versus enam mata uang utama berdiri kokoh pada level 90,445 di perdagangan awal Asia, untuk mendekati posisi tertinggi dua pekan 90,477 yang dicapai, Jumat kemarin. Terhadap Yen, USD mencapai posisi terbaik dua bulan pada level 107,89 dibandingkan akhir pekan kemarin di 107,85 pada akhir perdagangan AS.
Yen cenderung menarik permintaan pada saat ketidakpastian ekonomi dan gejolak pasar, dan menjual ketika kepercayaan kembali. Kenaikan imbal hasil obligasi AS membantu mendukung greenback, dengan Treasury Yield AS menyentuh posisi puncak dalam 10 tahun terakhir mencapai 2,968% atau tertinggi sejak Januari 2014 di awal perdagangan Asia. Kenaikan sekitar 2 basis poin dari perdagangan AS, Jumat kemarin.
Langkah itu muncul setelah imbal hasil Treasury AS didorong lebih tinggi minggu lalu, karena pejabat Federal Reserve atau Bank Sentral AS mengisyaratkan kenaikan suku bunga lanjutan pada 2018 melihat pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Dolar juga bertahan terhadap euro, saat mata uang umum tergelincir 0,2% menjadi USD1,2266. Pada akhir pekan kemarin, euro telah menyentuh level terendah dua minggu di posisi 1,2250 karena investor memangkas posisi beli dalam euro menjelang pertemuan kebijakan Bank Sentral Eropa minggu ini di mana para pembuat kebijakan sebagian besar diharapkan memberi sinyal tidak ada perubahan dalam kebijakan.
Dolar AS Bisa Rp 14.000, Pemerintah dan BI Jangan Diam Saja
Jakarta - Penguatan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) membuat nilai tukar rupiah terus terperosok. Bahkan kondisi ini terus berlanjut dan tidak menutup kemungkinan dolar AS bisa tembus Rp 14.000.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tentunya harus mengambil tindakan untuk mencegah hal itu terjadi. Ada beberapa hal yang diusulkannya.
"BI tidak bisa salahkan faktor global saja, karena sebagian besar yang mempengaruhi pelemahan rupiah adalah fundamental ekonomi. Maka tugas Pemerintah juga untuk memperkuat kinerja ekonomi domestik," tuturnya kepada detikFinance, Selasa (24/4/2018).
Pertama, kata Bhima, pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat salah satunya dengan menjaga kestabilan harga baik listrik, BBM maupun harga pangan jelang Ramadan, sehingga konsumsi rumah tangga bisa berperan 56% terhadap PDB.
"Bansos jangan terlambat disalurkan. Efektifkan stimulus ke sektor riil. Waktu yang tepat untuk evaluasi semua paket kebijakan," tambahnya.
Kedua dari sisi moneter BI harus kreatif dalam menggunakan instrumen selain cadangan devisa. Di Asia Tenggara misalnya rasio cadangan devisa (cadev) terhadap PDB Indonesia salah satu yang terendah yakni 14%.
"Filipina saja sudah 28%, dan Thailand 58%. Cadev menentukan kekuatan moneter suatu negara jadi tidak mungkin terus dikorbankan. Jika diperlukan untuk jaga stabilitas rupiah maka BI 7 days repo pada Mei sangat mungkin dinaikkan 25 bps. Di sisi yang lain penurunan bunga kredit bisa dilakukan dengan efisiensi perbankan dan pengendalian inflasi," tambah Bhima.
Ketiga, para pengusaha terutama yang memiliki utang luar negeri (ULN) harus melakukan lindung nilai atau hedging. BI harus memperketat pengawasan kewajiban hedging.
"Keempat dalam kondisi mendesak BI bisa terbitkan aturan mengenai capital control untuk tahan DHE (devisa hasil ekspor) di bank dalam negeri sehingga pembelian rupiah meningkat. Thailand berhasil kendalikan bath karena punya instrumen capital control DHE wajib disimpan di bank dalam negeri minimum enam bulan. Kita belum punya," tutupnya.
Harga Minyak Dunia Tembus Level Tertinggi Sejak 2014
SINGAPURA - Harga minyak Internasional mencapai level tertinggi sejak akhir 2014 pada perdagangan, Selasa (24/4/2018) didorong oleh harapan atas sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran. Ditambah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Dunia (OPEC) terus berkomitmen menahan pasokan di tengah penguatan permintaan.
Dilansir Reuters hari ini, harga minyak mentah berjangka Brent yang menjadi patokan Internasional untuk harga minyak meningkat menjadi USD75,20 per barel dalam perdagangan awal hingga ke level yang tidak terlihat sejak November 2014. Pada pukul 01.09 GMT, Brent masih berada pada posisi USD74,89/barel atau naik 18 sen yang setara dengan 0,2% dibandingkan sesi terakhir.
Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berada di posisi USD68,84 per barel dengan lonjakan mencapai 20 sen yang setara dengan 0,3% dari sesi terakhir sebelumnya. Pasar telah mendapatkan dukungan dari kebijakan pemotongan produksi yang dipimpin OPEC sejak 2017, lalu dengan tujuan menopang pasar global.
Sentimen lainnya datang dari potensi sanksi AS yang bakal diperbarui terhadap Tehran. Amerika Serikat hingga 12 Mei memutuskan apakah akan meninggalkan kesepakatan nuklir Iran dan sebaliknya memperbarui sanksi terhadap anggota OPEC, yang akan semakin memperketat pasokan global.
Upaya OPEC untuk memperketat pasar dipimpin oleh eksportir utama Arab Saudi, di mana perusahaan minyak yang dikendalikan negara yakni Saudi Aramco mendorong harga yang lebih tinggi menjelang listing yang direncanakan akhir tahun ini atau 2019.
"Kekuatan minyak berasal dari komitmen Arab Saudi baru-baru ini untuk menempatkan kembali harga minyak hingga antara USD70 sampai USD80 per barel serta tingkat persediaan yang kembali dalam kisaran normal," kata Analis Investasi di Rivkin Securities Australia William O'Loughlin.
JAKARTA - Binaartha Sekuritas menyatakan, harapan akan adanya kenaikan rupiah setelah pelemahan sebelumnya yang sempat tertahan, tampaknya tidak terealisasi.
Analis Senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan, pelaku pasar masih cenderung meningkatkan permintaanya terhadap USD seiring masih meningkatnya laju imbal hasil obligasi AS.
"Di sisi lain, laju EUR yang diharapkan dapat menahan dominasi USD tampaknya belum terjadi, di mana pelaku pasar menahan diri jelang pertemuan ECB," ujarnya di Jakarta, Kamis (25/4/2018).
Sementara, Reza memperkirakan, pergerakan rupiah cenderung diakibatkan adanya imbas dari pergerakan mata uang USD seiring efek psikologis yang ditimbulkan.
"Tetap cermati dan waspada terhadap sentimen yang membuat laju rupiah kembali tertahan kenaikannya," pungkasnya.
Rupiah diestimasikan Reza akan bergerak dengan kisaran di level support Rp13.948/USD dan resisten Rp13.907/USD.
Nyaris Rp14.000, Rupiah Melemah ke Level Rp13.933 per USD
JAKARTA – Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali dibuka melemah mendekati Rp14.000. Pada perdagangan Kamis (26/4/2018), rupiah tidak banyak bergerak pagi ini dan tertahan di level Rp13.900 per USD.
Melansir Bloomberg Dollar Index, Rupiah pada perdagangan spot exchange rate di pasar Asia tercatat berada di Rp13.933 per USD. Rupiah melemah 12 poin atau 0,09%. Adapun pergerakan harian Rupiah pagi ini, berada di kisaran Rp13.921-Rp13.935 per USD.
Sementara yahoofinance mencatat, Rupiah berada di angka Rp13.938 per USD. Rupiah melemah 13 poin atau 0,09%. Dalam pantauan yahoofinance, Rupiah bergerak dalam rentang Rp13.908 per USD hingga Rp13.930 per USD.
Kurs dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), Dolar makin kokoh karena imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun naik di atas tingkat psikologis penting 3%.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, meningkat 0,46% menjadi 91,186 pada akhir perdagangan.
Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi USD1,2178 dari USD1,2237 pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi USD1,3936 dari USD1,3972 pada sesi sebelumnya. Dolar Australia jatuh ke USD0,7564 dari USD0,7598.
Dolar AS dibeli 109,37 yen Jepang, lebih tinggi dari 108,69 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS meningkat menjadi 0,9829 franc Swiss dari 0,9787 franc Swiss, dan naik menjadi 1,2849 dolar Kanada dari 1,2832 dolar Kanada.
Dolar Makin Perkasa Didukung Data Ekonomi AS yang Positif
NEW YORK - Kurs dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena para investor mempertimbangkan sejumlah data ekonomi terbaru.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,45% menjadi 91,581 pada akhir perdagangan.
Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi USD1,2107 dari USD1,2178 pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi USD1,3923 dari USD1,3936 di sesi sebelumnya. Dolar Australia jatuh ke USD0,7552 dari USD0,7564.
Dolar AS dibeli 109,37 yen Jepang, sama dengan 109,37 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS naik menjadi 0,9893 franc Swiss dari 0,9829 franc Swiss, dan naik menjadi 1,2872 dolar Kanada dari 1,2849 dolar Kanada.
Departemen Perdagangan AS mengatakan, pesanan baru untuk barang tahan lama yang diproduksi pada Maret meningkat 2,6%, mengalahkan estimasi pasar.
Departemen Tenaga Kerja melaporkan bahwa dalam pekan yang berakhir 21 April, angka pendahuluan untuk klaim awal pengangguran yang disesuaikan secara musiman mencapai 209.000, turun 24.000 dari tingkat direvisi minggu sebelumnya. Ini adalah tingkat terendah untuk klaim awal sejak 6 Desember 1969, ketika itu mencapai 202.000.
Kalau kita lihat CHFJPY ini masih belum kuat untuk menembus support di titik 110.323 jadi masih ada kesempatan untuk melakukan buy di titik itu, silahkan Anda melakukan buy di 110.323 dengan potensi TP di 110.633, jangan lupa untuk selalu menggunakan stoploss menurut kekuatan margin Anda
Fundamental Ekonomi Baik, Pelemahan Rupiah Diprediksi Tertahan
JAKARTA - Pelemahan rupiah diprediksi tertahan seiring respons pasar terhadap pernyataan Bank Indonesia (BI) yang menilai kondisi fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan baik.
Meski laju dolar AS (USD) cenderung tertekan setelah laju imbal hasil obligasi AS mulai bergerak turun dan rilis produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama yang lebih lambat dari sebelumnya, namun kondisi tersebut masih bersifat sementara.
"Diharapkan laju rupiah dapat kembali tertahan pelemahannya dan mampu memanfaatkan pelemahan USD untuk menemukan momentum kenaikannya kembali," ujar Analis Senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Senin (30/4/2018). Rupiah diestimasikan Reza akan bergerak dengan kisaran di level support Rp13.875/USD dan resisten Rp13.894/USD.
Sementara, laju rupiah cenderung bergerak mendatar pada perdagangan di akhir pekan seiring masih adanya imbas dari kekhawatiran akan kenaikan laju USD. Sementara, dalam perdagangan valas global, laju USD cenderung tertahan jelang rilis PDB kuartal pertama AS yang diperkirakan akan cenderung melambat.
"Di sisi lain, rilis pertumbuhan ekonomi Inggris yang melambat membuat laju GBP (poundsterling) cenderung tertekan sehingga berimbas pada pergerakan JPY (yen) dan EUR (euro) yang tertahan terhadap USD. Pergerakan rupiah pun akhirnya ikut tertahan," pungkasnya.
Wall Street Berakhir Mendatar di Tengah Kekhawatiran Lonjakan Inflasi
NEW YORK - Wall Street ditutup hampir mendatar pada perdagangan Jumat, kemarin waktu setempat di tengah kekhawatiran lonjakan inflasi. Ditambah saham sektor teknologi dan energi masih tertekan diimbangi oleh kemajuan sektor konsumer yang dipimpin oleh Amazon.
Indeks S & P 500 dan Nasdaq mencetak kenaikan tipis, sementara Dow Jones Industrial Average menyusut ke teritori negatif pada akhir sesi perdagangan. Keseluruhan tiga indeks utama bursa saham AS pekan ini lebih rendah saat pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam -julukan AS- melambat di awal tahun.
Departemen Perdagangan AS menerangkan, perlambatan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2018 terimbas pengeluaran konsumen yang tumbuh paling lemah dalam hampir lima tahun terakhir. Namun di sisi lain lompatan upah dan pemotongan pajak bisa menjadi sentimen positif sementara.
Imbal hasil obligasi AS bergerak stabil saat Federal Reserve diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuan. Sedangkan upah dan gaji meningkat dengan kecepatan tertinggi dalam 11 tahun, menurut sebuah laporan dari Departemen Tenaga Kerja.
Sebagian perusahaan memperingatkan bakal mengikis biaya mereka, ketika pasar terus berfluktuasi saat fokus investor mengarah dalam menghadapi pertumbuhan laba kuartalan terkuat dalam tujuh tahun. "Investor bergulat dengan volatilitas baru dan bagaimana menangani hal itu," ujar pengamat.
Dow Jones Industrial Average jatuh 11,15 poin atau 0,05% menjadi 24.311,19 sedangkan indeks S & P 500 mendapatkan tambahan 2,97 poin yang setara 0,11% ke level 2.669,91. Selanjutnya komposit Nasdaq menanjak 1,12 poin setara 0.02% di posisi 7.119,80.
Lebih dari setengah perusahaan dalam indeks S & P 500 telah melaporkan pendapatan di kuartal pertama, dimana 79,4% melampaui perkiraan. Saat ini analis mengharapkan pertumbuhan pendapatan kuartal pertama mencapai 24,6% meningkat dua kali lipat dari prediksi awal tahun ini, menurut data Thomson Reuters.
Amazon.com memimpin lompatan S & P 500 dan Nasdaq, setelah berakhir di wilayah positif. Raksasa online tersebut mencetak kenaikan saham mencapai 3,6% dan diperkirakan nilai perusahaan kini lebih dari USD1 triliun.
Saham Microsoft juga bertambah 1,7% saat tujuh dari 11 sektor utama S & P lebih tinggi. Sedangkan volume perdagangan AS mencapai 6,13 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 6.62 miliar selama 20 sesi perdagangan.