Surat Untukmu Jenderal

[demokrat]

Teruntuk Jenderal Besar Soedirman



Ketika Aku pulang ke Jakarta, Aku merenung dan tertegun.

Melihat gedung menjulang, melihat info yang ditayangkan televisi, membaca sedikit buku tentang Indonesia, dan mendengar kabar-kabar tentang Indonesia.

Mungkin Engkau akan menangis wahai Jenderal.

Engkau yang dahulu rela menjual perhiasan istrimu demi prajuritmu yang berperang, Engkau yang rela tetap berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan sebelah paru yang tersisa, dan Engkau yang memikirkan strategi berperang demi rakyat.



Saat ini, generasi bangsa yang bejat memperbudak rakyat.

Memeras dan memperkosa kekayaan alam yang dahulu Engkau dan prajuritmu pertahankan.



Kalau Engkau ingin tahu wahai Jenderal, saat ini Indonesiamu dulu telah terjual.

Sedikit demi sedikit kekayaan alam bukan dikuasai rakyat, melainkan dicabuli dan dipreteli pohon, air, dan tanahnya oleh bangsa yang dahulu menjadi musuhmu.



Pasak berlabel asing menancap dalam menembus tanah dan air negara Kita.



Maafkan Kami Jenderal.

Maafkan Kami yang tidak mampu mempertahankan negara Kami.

Maafkan Kami yang hanya mampu mengingat perjuanganmu tanpa ada ketegasan pemimpin Kami untuk mempertahankan Ibu Pertiwi.

Ibu Pertiwi yang kini rapuh, dan menunggu luluh.



25 Januari 2011.