Serba-serbi Pertanian Organik
Permintaan masyarakat dunia akan produk pertanian organik atau pangan yang berbahan baku hasil pertanian organik menunjukkan peningkatan yang sangat pesat. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya memakan makanan yang mengandung bahan-bahan sintetik/kimia. Banyak bukti menunjukkan bahwa banyak penyakit yang ditimbulkan oleh residu bahan sintetik/kimia yang terkandung di dalamnya, misalnya kanker akibat bahan-bahan karsinogenik. Mereka mau membayar lebih untuk pangan organik agar mendapatkan kesehatan yang memang mahal harganya.
Permintaan pangan organik di pasaran dunia cenderung naik. Sampai dengan tahun 2005 pangsa pasar pangan organik di negara-negara Eropa, Oseania, Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang diperkirakan akan tumbuh rata-rata sekitar 12,5 % per tahun. Diperkirakan pada tahun 2003 mencapai $23 – 25 Milyar dan menjadi $29 – 31 Milyar pada tahun 2005 (Yussefi, 2003). Prospek pasar yang sangat besar ini membuka peluang bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk memproduksi pangan organik. Banyak produk-produk pertanian organik yang tidak dapat diproduksi di negara eropa dan hanya diproduksi di negara-negara tropis, misalnya : kopi, teh, kakao, rempah-rempah, buah-buahan tropis, dan sayuran tropis (FAO, 1999). Untuk meningkatkan produksi pertanian organik pemerintah Indonesia telah meluncurkan program Go Organic 2010.
Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Bioteknologi pertanian berpeluang besar untuk memajukan pertanian organik di Indonesia. Produk-produk bioteknologi yang dapat digunakan dalam pertanian organik antara lain adalah perakitan bahan tanaman unggul yang memiliki produktivitas tinggi dan resisten terhadap hama/penyakit, sehingga tidak memerlukan input pestisida sintetik. Produk-produk biofertilizer dan biodecomposer yang dikombinasikan dengan pupuk hijau dapat menggantikan input pupuk kimia konvensional.
Konversi pertanian konvensional ke pertanian organik tidaklah mudah. Petani akan mengalami penurunan produksi yang cukup besar dibandingkan dengan cara konvensional. Hal ini disebabkan karena kondisi lahan pertanian yang miskin hara dan proses biologi tanah yang telah mengalami gangguan. Pemasaran produk pertanian organik ke negara konsumen utama (Amerika dan Eropa) memerlukan sertifikasi yang memerlukan proses yang tidak mudah dan mahal.
Salah satu produk pertanian organic Indonesia yang telah diakui dan memiliki pasar international adalah kopi dan teh. Gayo Mountain Coffee yang diproduksi oleh petani kopi di Aceh telah mendapatkan sertifikasi dariSkal International dan telah di ekspor ke negara Eropa, Amerika, dan Jepang (Winarso, 2003). Teknologi budidaya teh organik telah dikembangkan oleh peneliti di Puslit Teh dan Kina Gambung (Puslit Teh dan Kina, 2003). Pada saat ini PT Astra Agro Lestari sedang menyiapakan sistem pengelolaan kebun kelapa sawit secara organik (Palgunadi, 2003, komunikasi pribadi).
|