
27th May 2012
|
 |
Senior Ceriwiser
|
|
Join Date: May 2012
Posts: 5,728
Rep Power: 0
|
|
Pilih Mana, SBY atau Soeharto? Rakyat Rindu Kejayaan Soeharto.
GAN SEBELUMNYA NE CUMA MAU SHARD. ANE SHARED INI CZ BANYAK WARGA NEGARA YANG TIDAK PUAS DENGAN PEMERINTAHAN SEKARANG. JADI ANE BUKAN MAKSUD UNTUK TAPI UNTUK BERBAGI. SILAHKAN DIBACA SAMPAI SELESAI Y GAN THX
[/quote]
Quote:
Banyak yang merindukan kondisi yang terjadi saat zaman orde baru, keamanan yang terkendali, suasana kehidupan beragama yang harmonis, harga-harga kebutuhan pokok terjangkau, dan lain sebagainya. Gerakan yang kemudian mengagung-agungkan masa kejayaan Soeharto dan membanding-bandingkan para pemimpin masa kini dengan sosok beliau mulai dihembuskan kembali melalui sarana lembaga-lembaga survey. Akankah era Soehartoisme menguasai negeri ini kembali?
Kebebasan dalam bersuara didepan umum tak kita temui dalam era orde baru, kalaupun ada yang berani bersuara hampir bisa dipastikan keberadaannya bisa dalam dua pilihan tempat, penjara atau menghilang entah dimana rimbanya.
Hampir dipastikan pada zaman tersebut tak ada gegap-gempita kebebasan bersuara dan kebebasan berpolitik, tiga partai menjadi satu suara dan kepentingan. Warna merah, kuning, hijau sejatinya hanya ada satu warna yang tampak, yaitu warna kekuasaan. Tak ada yang layak untuk menjadi pemimpin selama 32 tahun orde baru berkuasa melainkan hanya Soeharto seorang saja.
Kalaupun ada pemimpin yang berganti hanyalah pemimpin baris kedua dan seterusnya, itupun dengan kalimat sakti yang dihapal diluar kepala bila sang pemimpin baris kedua bersuara �menurut petunjuk bapak�. Artinya kendali negeri ini berpusat kepada satu orang saja. Yang berlainan arah politik hampir dipastikan tak akan berumur panjang dalam ranah politik dan gegap gempita pemerintahan, pasal-pasal subversif siap menanti bagi yang berbeda suara dengan sang pemimpin.
Harus diakui memang keamanan terkendali saat itu, bukan hanya kondisi dalam negeri yang kondusif bahkan negara tetangga Singapura dan Malaysia tidak berani petantang-petenteng seperti sekarang. Tak ada terdengar berita pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, pelecehan seksual, kasus-kasus intoleransi antar dan sesama umat beragama, seperti yang terjadi saat ini.
Kasus korupsi pun belum tentu kita dengar dalam satu periode kepemimpinan, tidak seperti saat ini ketika para tersangka korupsi begitu bangga tampil didepan umum dengan senyuman lebar meski mereka telah merampok uang negara dan menjadi sumber semakin sengsaranya rakyat yang menjadi konstituen partai politik yang mereka usung.
Hal-hal buruk yang terjadi saat orde baru berkuasa hanya jadi �bisik-bisik� rakyat dalam ruang-ruang yang steril dari para penjilat penguasa. Karena saat itu tercipta �keheningan� yang teramat luar biasa.
Era reformasi meskipun memberikan ruang yang teramat luas bagi individu-individu yang ada didalamnya untuk berekspresi dan mengeluarkan suara politiknya, namun sejatinya tak menambah baiknya negeri ini bahkan bertambah rapuh. Hilangnya rasa malu menjadi faktor utama yang kemudian kita saksikan dalam parade implementasi kebebasan yang kebablasan.
Kalau era Soeharto kejahatan kerah putih beraksi dibawah meja, di era reformasi kejahatan kerah putih diatas meja bahkan hingga mejanya pun ikutan hilang. Transparansi yang diharapkan hadir dalam era reformasi tidak seperti yang diharapkan karena yang terjadi adalah transparansi aneka kejahatan yang dahulu tidak tampak oleh mata dan tidak terdengar oleh telinga.
Bangsa ini tak mungkin terpaku kepada banding-membandingkan para pemimpinnya, karena kehadiran para pemimpin tersebut bukan tanpa andil rakyat yang dipimpinnya. Suatu masa ataupun era telah menghadirkan pemimpinnya masing-masing, jadi yang dapat kita lakukan saat ini adalah bagaimana kita bisa menghadirkan kepemimpinan yang lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya.
� Bila saat ini pemimpin yang kita lihat tidak sebaik pemimpin masa lalu boleh jadi karena kita tidak bergerak maju kearah perbaikan, tetapi kearah kehancuran �
SUMBER
Pak Harto, Cerita yang Tak Terungkapkan
|
Quote:
Tercekat rasanya membaca buku �Pak Harto The Untold Stories�. Baru membaca secara acak selintas-selintas rasanya tak sanggup melanjutkan. Kesaksian orang-orang yang bersentuhan langsung dengannya disampaikan secara wajar, natural dan manusiawi. Pak Harto tidak marah. Ia menerima semuanya dengan ucapan alhamdulillah. Termasuk kemarahan rakyatnya, Pak Harto menerimanya dengan lapang dada. Ia percaya sejarah akan membuktikan apa yang telah dibuatnya untuk negeri ini.
�Saya tidak pernah menyimpan kebencian terhadap mereka yang mencaci-maki, memfitnah, dan menghujat saya, karena itu tidak membantu ketenangan jiwa saya menghadap Tuhan. Ikhlas saya memaafkan mereka. Biarlah segala sesuatu menjadi urusan Tuhan,� kata Pak Harto pada Pak Bismar Siregar.
�Sangat sendu perasaan saya ketika mengingat perbincangan itu,� kenang Pak Bismar.
�Dalam hidup ini, perbuatan baik dan buruk akan mengikuti sampai ajal. Jika niatnya baik, seorang pemimpin harus berani mengambil keputusan. Mungkin ada akibat kurang baik, tetapi kalau mayoritas rakyat mendapatkan manfaatnya, tindakan itu tak perlu diragukan,� kata Pak Harto pada Pak Sukardi Rinakit.
Ketika datang kesempatan bertemu Pak Harto, Pak Quraish Shihab menanyakan sesuatu yang telah lama dipendamnya dalam hati. �Pak Harto, apa yang menyebabkan Bapak memutuskan mengambil alih komando pada saat meletusnya peristiwa G30S/PKI di tahun 1966 itu?� tanya Pak Quraish.
�Entahlah, Pak Quraish. Saya hanya merasakan adanya dorongan yang begitu kuat dari dalam hati untuk melakukan hal itu. Saya juga tidak mengetahui persis bagaimana saya kemudian bisa tampil dengan begitu tegas,� jawab Pak Harto.
�Saya melihat Pak Harto menjawab dengan serius, berterus terang, dan apa adanya. Saya memandangi Pak Harto dengan sepenuh hati serta pengetahuan saya, kemudian saya berkata kepadanya, �Pak Harto, itulah dorongan dari Tuhan yang Mahakuasa kepada Bapak untuk menyelamatkan bangsa dan agama pada saat yang genting itu�,� kata Pak Quraish menirukan ucapannya pada Pak Harto kala itu.
Buku ini menggambarkan Pak Harto sebagai manusia secara utuh, tidak formal, kadang jenaka, kadang iseng dalam tanda kutip, jauh dari kesan angker dan misterius. Setelah dicekoki bacaan berjenis apa saja mengenai berbagai keburukan yang disangkakan dilakukan Pak Harto, buku ini seperti mengimbangi, membuat saya melihat Pak Harto secara lebih lengkap sebagai manusia dengan kelebihan dan kekurangannya.
Dan ingatan sayapun langsung melayang pada Kakek saya yang seorang petani. Kakek yang mengasuh saya yang lahir di tahun 1975. Kakek yang menyekolahkan saya dengan menjual hasil kebun dan sawahnya. Kakek yang dulu tak pernah mengeluhkan mahalnya harga pupuk. Kakek yang bangga dengan profesinya sebagai petani.
Pak Harto dalam pengertian saya, sangat mencintai petani, sangat memperhatikan kebutuhan petani. Tapi Pak Harto kurang disukai intelektual kelas menengah yang haus akan kebebasan berbicara.
Lebih dari itu, saya percaya semua Presiden di negeri ini adalah orang baik, orang yang terpilih. Mereka ingin berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negaranya dengan cara mereka masing-masing.
SUMBER
Kisah Burung Beo Pak Harto
|
Quote:
Ada beberapa mantan ajudan Pak Harto yang memberikan kisahnya di buku Pak Harto: The Untold Story. Satu di antaranya adalah Mayor Jenderal TNI Issantoso yang menjadi ajudan untuk periode 1995-1998.
Bagi Issantoso, ada satu yang amat dikenangnya, yakni setelah Pak Harto mengundurkan diri pada 20 Mei 1998. Ia menceritakan, di halaman belakang rumah Pak Harto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, mantan presiden RI ini memelihara seekor burung beo, yang merupakan pemberian seorang teman Pak Harto.
"Burung Beo ini pandai menirukan suara manusia. Melafalkan teks Pancasila, mengucapkan salam, dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya," cerita Issantoso. Menurutnya, setiap kali Pak Harto melintas, burung Beo itu akan berteriak nyaring: "Bapak Soeharto, Presiden Republik Indonesia!".
Pada suatu saat, Pak Harto mendekati sangkar burung beo itu. Seperti biasa sang beo menyambut dengan ocehannya yang khas: "Bapak Soeharto, Presiden Republik Indonesia, Habibie!" Pak Harto membetulkan ocehan burung tersebut. Tetapi masih saja tidak berubah ocehannya. Hingga akhirnya Pak Harto meninggalkan sangkar beo tersebut, sambil bergumam: "Hmmmm... Dasar beo." Begitu kenang Issantoso.
Tak ada cinderamata yang diterima Mayjen TNI Issantoro usai menjadi ajudan Pak Harto. Tetapi ia memperoleh nasihat yang berharga. Petuah itu adalah: "Jika kamu ingin umur panjang, melayatlah kepada orang mati dan doakan dia. Jika ingin sehat selalu, jenguklah dan bantulan mereka yang sedang sakit. Jika ingin mendapatkan akhirat, dekat-dekatlah pada para kyai dan ulama".(ARI)
|
[quote]
|