
31st March 2011
|
 |
Ceriwis Geek
|
|
Join Date: Nov 2010
Location: PIC#01
Posts: 19,459
Rep Power: 0
|
|
BIN Akan Jadi Lembaga Koordinasi Intelijen
Yahya Sacawirya. TEMPO/Nickmatulhuda
Quote:
TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Intelijen Negara (BIN) diprediksikan akan mendapatkan tugas dan wewenang tambahan sebagai lembaga koordinasi intelijen. Dengan tambahan tugas baru ini, BIN tidak hanya harus mengurusi operasi intelijen, juga mengkoordinasikan kinerja lembaga-lembaga intelijen lainnya.
Rencana modifikasi tugas dan wewenang BIN sedang disiapkan dalam Rancangan Undang undang Intelijen yang saat ini masih digodok di Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat. Di dalam rancangan, disebutkan adanya lembaga bernama Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN).
"Komisi menilai perlunya wadah koordinasi intelijen. Wadah itu nanti akan ditempelkan dengan BIN," kata anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri, Yahya Sacawirya, ketika dihubungi Tempo, Rabu 30 Maret 2011. Ke depan, lembaga pengkoordinir itu tidak lagi bernama lembaga koordinasi.
Kata Yahya, Komisi secara internal telah membicarakan tentang perlunya lembaga-lembaga intelijen untuk dikoordinir, agar tugasnya lebih fokus dan efisien. Namun demikian, lembaga koordinasi itu tidak boleh berbentuk lembaga baru. "Nanti akan memakan cost (anggaran)," kata dia.
Lembaga koordinasi intelijen, kata Yahya, akan bertugas mengkoordinir lembaga-lembaga intelijen dari kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan intelijen dari lembaga kementerian pemerintahan dan non-pemerintahan. "Ruhnya sudah disetujui semua fraksi di Komisi," lanjut politisi Partai Demokrat ini.
Yahya mengatakan, Komisi tidak sepakat jika tugas koordinasi harus dilakukan oleh sebuah lembaga baru. Soalnya, selain menambah anggaran, proses membangun struktur kelembagaan hingga tingkat daerah akan memakan waktu lama. Apalagi, "Kita akan menghadapi pesta demokrasi tahun 2014."
Keberadaan Lembaga Koordinasi Intelijen Negara disinggung dalam Pasal 9 ayat 1 RUU Intelijen, dan dibahas secara khusus dalam Bagian VI rancangan, yakni dalam pasal 27 hingga pasal 33 tentang LKIN.
Menurut versi pemerintah, selama ini belum ada lembaga yang mengatur koordinasi antara lembaga-lembaga intelijen dengan pemerintah, serta lembaga-lembaga intelijen dengan masyarakat. Atas dasar itu akan dibentuk LKIN.
Namun, keberadaan LKIN mendapat sorotan dari sejumlah pihak, di antaranya dari kalangan pegiat hak asasi manusia, seperti dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras). LKIN, Kontras menilai, tak ubahnya BIN yang hanya berganti nama. Sebab, LKIN, yang harusnya hanya bertugas mengkoordinir dan mengurusi kebijakan, ternyata juga mempunyai tugas operasional.
Seperti disebut dalam Pasal 29 Ayat 1 poin (c) RUU Intelijen, soal perencanaan dan pelaksanaan operasi teknis intelijen oleh LKIN. Adapula dalam Pasal 31 Ayat 1 yang menyebutkan secara eksplisit bahwa LKIN bisa melakukan intersepsi komunikasi (penyadapan) dan pemeriksaan aliran dana, yang dijabarkan lebih lanjut dalam ayat 2 hingga 4.
Kalangan aktivis hak asasi manusia juga menilai pembentukan LKIN seakan hanya ingin menempatkan BIN sebagai badan koordinasi intelijen. Padahal BIN seharusnya menjadi salah satu unit intelijen, dan hanya mengurusi operasi teknis intelijen, dan termasuk yang dikoordinasikan oleh lembaga koordinasi intelijen.
MAHARDIKA SATRIA HADI
|
|