View Single Post
  #34  
Old 21st November 2011
Iwan99 Iwan99 is offline
Member
 
Join Date: May 2011
Posts: 64
Rep Power: 0
Iwan99 mempunyai hidup yang Normal
Thumbs up Broker[pt.etrading securities dengan fee terendah]

Jakarta - Trader diharap mewaspadai PT Visi Media Asia (VIVA) menjadi saham gorengan baru, di tengah isu oversubscribed yang tidak normal. Benarkah?Peringatan untuk berhati-hati pada saham VIVA ini muncul seiring kabar oversubscribed saham VIVA pada proses penawaran umumnya beberapa waktu lalu yang telah mencapai 50 kali lebih hingga menjelang pencatatan sahamnya di bursa.
Pengamat pasar modal Irwan Ariston Napitupulu menyebut oversubscribed hingga 50 kali pada saham VIVA sungguh aneh. Sebab, perusahaan sebagus Krakatau Steel (KRAS) saja yang ditawarkan dengan harga IPO kelewat murah hanya mengalami kelebihan permintaan sembilan kali.
Analis menilai kinerja keuangan VIVA tak bagus. Berdasarkan laporan keuangan 2010, earning per share (EPS) perseroan hanya 0,22, sehingga dengan kisaran harga penawaran Rp260-285 per saham, PER perseroan berkisar 1.184-1.298 kali, jauh di atas rata-rata industri yang PER-nya di kisaran 86 kali.
Yang membuat kontroversial adalah pencapaian kelebihan permintaan yang bisa menyentuh 50X untuk perusahaan dengan valuasi yang 10X lebih mahal dari industrinya.
Investor disarankan menghindari saham VIVA yang melantai hari ini, Senin (21/11), karena belum cocok untuk jangka panjang meskipun prospek perusahaan media bagus, apalagi jelang perhelatan pemilu 2014. Media menjadi ujung tombak untuk mempengaruhi opini publik.
Trader harian dan jangka pendek juga disarankan berhati-hati mencermati pergerakan liar harga saham VIVA di hari pertama listing. Biasanya jika IPO mengalami kelebihan permintaan, terjadi lonjakan harga. Situasi inilah yang kadang membuat trader dan investor tergoda mengikuti gerakan naik saham.
Setelah itu harga saham akan ditekan ke bawah alias terjadi distribusi barang yang tidak laku waktu IPO. Membuat seolah permintaan saham IPO oversubscribe mudah saja dilakukan dengan modus pesanan fiktif tanpa ada dana yang keluar.
Hal ini biasanya dilakukan agar menarik minat pembeli di pasar sekunder ketika saham IPO mulai dicatatkan di bursa. Namun jika trader tidak tergoda membeli di pasar sekunder, bandar akan frustasi karena sulit untuk mendistribusikan barang.
Irwan menduga sebenarnya kelebihan permintaan tidak mencapai 50 kali. Bisa saja pada masa penawaran saham VIVA tidak laku. Bisa saja pemilik perusahaan atau afiliasinya menggunakan nama lain, sebagai investor institusi misalnya. “Kemudian memesan sendiri saham tersebut hingga terkesan mencapai oversubscribed 50 kali,” ujarnya saat diwawancarai, kemarin.
Kondisi inilah yang patut diwaspadai karena jika benar oversubscribed tidak mencapai 50 kali. Bahkan, bisa saja saham VIVA tidak laku di pasar perdana. Maka investor dan trader di pasar sekunder akan menjadi sasaran pemasaran saham IPO yang tidak laku tersebut.
Jika saham VIVA tidak laku di pasar perdana, underwriter dan standby buyer lainnya, misal pemilik mayoritas saham VIVA melalui investor institusi yang sudah diatur, akan berada dalam posisi kelebihan IPO. Posisi posisi ini memungkinkan mengatur pergerakan harga saham di pasar sekunder.
Untuk menarik investor di pasar sekunder, mereka bisa mengatur kenaikan harga di hari-hari pertama listing. Hingga akhirnya investor dan trader tergoda membeli saham VIVA dan tanpa disadari, barang yang tidak laku di IPO itu berhasil dijual di pasar sekunder.
Investor dan trader diharapkan melihat dulu perkembangan harga saham VIVA di hari pertama listing. Jangan langsung tergoda melakukan pembelian meski terjadi kenaikan harga saham yang bisa mengarah ke batas atas sistem auto-rejection bursa. Pertarungan mental trader dan bandar pun akan terjadi. Investor disarankan tidak membeli saham VIVA karena kebutuhan refinancing utang perusahaan yang begitu besar diserap melalui proses IPO ini.
IPO untuk bayar utang
Direktur Utama PT Visi Media Asia (VIVA) Erick Thohir menyebut sebanyak 40 % Dana hasil IPO VIVA akan digunakan untuk merefinance utang kepada Credit Suisse yang saldonya mencapai 54 juta dolar AS dengan tingkat bunga 7,5% + Libor 3 bulan.
Sebelumnya juga beredar rumor, dana hasil IPO sebagian akan digunakan untuk menyelamatkan JakTV dan Alif TV, perusahaan media yang dimiliki oleh Erick Thohir. Banyak analis mencium aroma tak sedap dari kepentingan direksi perseroan dalam proses IPO ini.
Sebelumnya diketahui pada Maret 2011, PT CMA Indonesia selaku pemegang saham perseroan menandatangani Mandatory Exchangeable Bond Subscription Agreement dengan PT Trinugraha Thohir Media Partners.
Berdasarkan perjanjian tersebut, CMA memiliki kewajiban untuk mengkonversi utang pokok pada PT Trinugraha Thohir Media Partners sebesar US$20 juta yang dapat dikonversi menjadi saham perseroan pada tanggal pencatatan atau satu hari kerja setelah pencatatan saham di BEI dengan harga penawaran saat penawaran umum.
Saham hasil konversi tersebut merupakan saham perseroan yang sebelumnya dimiliki oleh CMA. Komposisi pemegang saham PT Visi Media Asia Tbk terdiri dari PT CMA Indonesia 92,13%, PT Bakrie Capital Indonesia 0,37%, Fast Plus Limited 7,50%.
Refinancing utang perseroan dengan menggunakan obligasi konversi saham VIVA akan membuat PT Trinugraha Thohir Media Partners memiliki kepemilikan cukup mayoritas.
Jika IPO 20 % saham VIVA benar tak laku di pasar perdana dan tak diminati investor pasar sekunder, maka ada peluang bagi PT Trinugraha menambah kepemilikan sahamnya di Visi Media Asia yang memiliki aset perusahaan media penyiaran nasional TV One dan ANTV, serta portal berita Viva News.
Siapakah di balik investor institusi yang disebut-sebut telah menyerap 99% saham VIVA yang ditawarkan di pasar perdana? Mengapa masih terjadi kelebihan permintaan 50X jelang pencatatan saham VIVA di pasar sekunder?
Banyak pertanyaan yang muncul dari oversubscribed 50 kali saham IPO VIVA. Investor dan trader disarankan untuk wait and see, mencermati perkembangan perdagangan saham ini di hari-hari awal pencatatannya.
Pada listing perdananya Senin (21/11), saham VIVA dibuka naik 33,33% ke level Rp400. Harga saham melanjutkan kenaikan sebesar 50% hingga perdagangan pukul 09.40 WIB ke level Rp450. Volume perdagaan saat itu sebanyak 32.743 saham dengan nilai transaksi sebesar Rp7,19 miliar untuk 495 kali perdagangan. [Disarikan dari wawancara dengan sejumlah trader dan analis]
Attached Images
File Type: jpg yp4.jpg (3.4 KB, 0 views)
Reply With Quote