Ilustrasi: Lanskap kota Jakarta yang bermandikan cahaya lampu dari gedung-gedung pencakar langit, Kamis (14/2/2013) malam. |
Buruh Perusahaan Listrik Negara (PLN) menuntut agar status mereka naik dari pegawai
outsourcing menjadi pegawai tetap. Apabila tuntutan itu tidak segera dipenuhi PLN, mereka mengancam akan memadamkan listrik di Jakarta.
"Target pertama kita yang jadi sasaran adalah gedung-gedung pemerintahan, seperti Istana, Gedung DPR/MPR, Balaikota, dan semua kementerian. Masih tidak ada upaya penyelesaian, tidak menutup kemungkinan kami padamkan listrik seluruh Jakarta," kata Koordinator Aksi Gerakan Bersama Pekerjaan Outsourcing BUMN Yudi Winarno kepada
Kompas.com, Senin (23/9/2013).
Yudi menganggap kontrak kerja sudah melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Saat ini, DPR RI telah membentuk panitia kerja (panja) untuk mengatasi permasalahan
outsourcing BUMN. Namun, masih belum ada kesepakatan dari panja yang beranggotakan anggota DPR dan Menteri BUMN.
Karena tidak ada indikasi yang meyakinkan oleh Dirut PLN agar patuh pada UU, maka buruh tidak memiliki pilihan lain untuk melakukan aksi mogok. Aksi itu, kata dia, akan bersinergi dengan aksi mogok nasional yang akan dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada 30 Oktober 2013 mendatang.
Yudi menceritakan, sebelumnya ada temannya sesama pegawai
outsourcing di PLN. Sudah 30 tahun menjadi pegawai
outsourcing dan meninggal karena tersetrum. Ia pun tidak mendapatkan jaminan karena hanya berstatus pegawai
outsourcing.
Padahal, menurut dia, pegawai
outsourcing itu seharusnya tidak mengerjakan hal-hal inti. Pegawai
outsourcing hanya mengerjakan pekerjaan tidak inti, seperti
security, cleaning service, catering, driver, dan pekerja lepas tambang.
Penanggung jawab
outsourcing KSPI itu juga mengatakan, seharusnya
outsourcing itu hanya berlaku selama dua tahun. Apabila sudah bekerja lebih dari dua tahun, pegawai
outsourcing itu layak diangkat sebagai pegawai kontrak dan menjadi pegawai tetap.
Selama menjadi pegawai
outsourcing, mereka mendapat upah setara upah minimum provinsi (UMP). Upah mereka dipotong apabila dalam penilaian atau evaluasi, kinerja mereka dianggap kurang memuaskan.
"Seluruh Indonesia ada 70.000 pegawai
outsourcing. Makanya, kita tuntut kepastian pemerintah," kata Yudi.