Pengurangan lahan sawah (konversi) baik secara nasional maupun menurut propinsi
dan kabupaten menunjukkan angka yang bervariasi. Dari hasil penelitian ini, dengan
menggunakan data hasil Survey Pertanian (SP) diperoleh gambaran bahwa dalam kurun waktu
18 tahun (1981-1998) di Jawa telah terjadi pengurangan lahan sawah seluas 1 juta hektar atau
rata-rata sekitar 55 ribu hektar per tahun. Namun karena adanya kegiatan pencetakan lahan
sawah baru, maka luas lahan sawah yang tersedia di Jawa sebenarnya menyusut sekitar 484
ribu hektar atau sekitar 27 ribu hektar per tahun.
Secara umum konversi lahan sawah lebih banyak terjadi pada propinsi atau kebupaten
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang relatif tinggi, serta
kabupaten-kabupaten yang merupakan penyangga pusat-pusat pertumbuhan. Di Jawa Barat
kabupaten-kabupaten yang dikasud adalah Bogor, Tanggerang, Bekasi, Sukabumi, dan
Bandung. Sedangkan di Jawa tengah adalah Kendal, Semarang, Pekalongan, Cilacap,
Wonosobo dan Boyolali. Dan Di Jawa Timur adalah Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Malang dan
Banyuwangi.
Kegiatan konversi lahan sawah cenderung menimbulkan penurunan produksi per
satuan lahan yang semakin besar dari tahun ke tahun, sebaliknya pencetakan sawah cenderung
memberikan dampak peningkatan produksi per satuan lahan yang semakin kecil.
Kecenderungan demikian terjadi karena konversi lahan sawah sesmakin bergeser ke daerah
dengan teknologi usahatani yang cukup tinggi, sedangkan pencetakan lahan sawah semakin
bergeser ke daerah dengan teknologi usahatani yang semakin rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa ketersediaan sumberdaya alam (lahan dan air) yang potensial bagi pencetakan sawah
semakin terbatas.
Dengan demikian, pada kenyataannya bahwa penurunan produksi Padi tidak bisa
dihindarkan. Akibat konversi lahan sawah di Jawa selama kurun waktu 18 tahun (1981-1998)
diperhitungkan secara akumulasi telah hilang sebesar 50,9 juta ton gabah atau sekitar 2,82 juta
ton gabah per tahun. Bila dihitung setara beras, maka kehilangan produksi pangan tersebut
adalah sekitar 1,7 juta ton beras pertahun. Jumlah kehilangan produksi beras tersebut hampir
sebanding dengan jumlah impor beras pada tahun 1984-1997 yang berkisar 1,5 � 2,5 juta ton
beras per tahun. Artinya, apabila konversi lahan sawah dapat ditekan, maka hal itu akanmemberikan dampak yang cukup besar bagi pengadaan beras nasional. Upaya pengendalian
konversi lahan sawah ini menjadi cukup mendesak mengingat pertumbuhan produksi pada
akhir-akhir ini mengalami stagnasi akibat kendla kejenuhan teknologi