![]() |
= Saatnya Kita Kembali ke Pangan Lokal = Selama ini wawasan tentang makanan hanyalah sebatas pada persoalan mahal dan murah, enak dan tidak enak, atau makanan hanya dipandang sebagai alat pengenyang perut semata. Bahkan belakangan ini makanan menjadi alat penentu prestise yang diidentikkan dengan status sosial di masyarakat.
Makanan sebaiknya tidak hanya dipahami dengan cara pendekatan tersebut. Lebih dari itu, pemahaman makanan sebaiknya menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif dan mendalam. Kita makan artinya kita memasukkan zat ataupun senyawa yang menjadi sumber energi bagi tubuh untuk bergerak, tumbuh dan melakukan kegiatan metabolisme serta menciptakan sistem imun yang berguna untuk melawan berbagai macam penyakit. Untuk itu, tubuh membutuhkan bermacam-macam nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta air. Komposisi nutrisi yang diperlukan tubuh per hari untuk dapat ”bekerja” optimal kira-kira 65 % karbohidrat, 20 % lemak dan 10–15 % protein dari menu sehari-hari. Untuk angka yang lebih tepat dapat mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1593/MENKES/SK/XI/2005 tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk bangsa Indonesia. Masing-masing jenis makanan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-beda. Ketika kita membeli telur misalnya, itu artinya sama kita membeli protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan menggantikan sel-sel yang rusak walaupun tentu saja sumber protein tidak hanya berasal dari telur saja melainkan dapat diperoleh dari jenis makanan lain baik hewani maupun nabati. Atau ketika kita membeli beras, itu artinya kita sedang membeli karbohidrat berupa pati yang dibutuhkan oleh tubuh untuk sumber energi. Walaupun secara umum karbohidrat dipahami sebagai nutrisi yang banyak dikandung oleh beras, namun sebenarnya karbohidrat juga dapat ditemui dalam berbagai jenis makanan lain seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar, uwi, sagu, talas, gandum, kentang, jagung dan masih banyak lagi. Seberapa optimal nutrisi ini masuk ke dalam tubuh, itu tergantung pada seberapa baik pengolahan bahan makanannya. Seperti disinggung pada awal tulisan ini, belakangan jenis makanan yang dikonsumsi menjadi alat pengukur prestise atau gengsi seseorang. Fenomena yang berkembang di masyarakat kita, mereka yang mengkonsumsi makanan pokok non beras kerap kali diidentikkan dengan golongan masyarakat yang serba kekurangan. Kalau ada di masyarakat yang mengkonsumsi ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan talas misalnya untuk menggantikan beras, nyaris otomatis kita ”mengkonotasikan” mereka sebagai masyarakat miskin. Bahkan ada pula di sebagian masyarakat yang merasa rendah diri jika mengkonsumsi pangan lokal. Tentunya konotasi seperti ini dapat menyesatkan karena pada gilirannya akan mengaburkan nilai makanan non beras di mata masyarakat awam karena kenyataannya makanan jenis non beras belum tentu tidak memiliki kandungan nutrisi sebaik beras. Terlepas dari perdebatan yang mengkaitkan persoalan ini dengan persoalan ekonomi, konsumsi makanan pokok selain nasi sesungguhnya merupakan langkah yang bijaksana. Justru hal ini merupakan gambaran masyarakat yang kreatif dalam menyikapi situasi, gambaran sebuah masyarakat yang mandiri dan mampu memanfaatkan kondisi alam dengan baik. Dengan beragamnya konsumsi makanan maka asupan gizi yang diperoleh tubuh juga akan makin beragam dan saling melengkapi. Menjadi tugas berat Pemerintah untuk melakukan diversifikasi pangan sebagai upaya mendukung ketahanan pangan masyarakat agar tidak hanya berkutat pada usaha rekayasa diversifikasi produk makanan saja tetapi yang tak boleh terlupakan adalah bagaimana pemerintah mampu merubah ketegantungan masyarakat pada salah satu jenis makanan pokok saja. Dalam hal ini pemerintah memberikan pembinaan yang lebih baik yaitu dengan memberikan tambahan ilmu yang sifatnya dapat memberdayakan potensi daerah untuk ketahanan pangan, sesuai UU RI No 7 tahun 1996 tentang Pangan. Sebagai contohnya mengkonsumsi ”Nasi Tiwul”. Diharapkan menjadi contoh bagi masyarakat tentang ”kebaikan” pangan lokal non beras. Berdasarkan hasil Riset oleh Laboratorium Universitas Airlangga tahun 1998 komposisi nutrisi pada Nasi Tiwul dengan takaran saji per 100 Gr terdiri dari Kalori 389 Kkal, Karbohidrat 65,69 Gr, Protein 2,3 Gr, Lemak 0,5 Gr, Kalsium 64 Gr dan Serat Makanan 2 Gr. Hal ini membuktikan bahwa ”Nasi Tiwul” pun sebenarnya memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik dan lengkap. Dari contoh mengkonsumsi ”Nasi Tiwul” tersebut, semoga mampu merubah kita bersama untuk ”membuang” konotasi bahwa mengkonsumsi ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan talas misalnya untuk menggantikan beras bukan ”makanan masyarakat miskin” dan mulai beralih ke pangan lokal. ======= Semoga sedikit ulasan diatas dapat membawa sedikit pencerahan.... Naaaagh..... Bagi Komendan-Komendan Ceriwiser yang memiliki Ide atau pemikiran tentang Pangan Lokal / Ketahanan Pangan...Yuuuk di SHARE di sini Ndan.... |
sebelumnya ane cuma pengen menyampaikan ndan, definisi pangan lokal itu dalam bahasan trit ini apa hanya dibatasi pada yang non-beras ya :pede:
bukan bermaksud apa-apa, soalnya ane emang dari kecil biasanya makan nasi (dari beras), bukan berarti juga ane menganggap masyarakat yang mengkonsumsi makanan pokok selain beras sebagai masyarakat miskin. Seperti misalnya masyarakat Papua yang mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok, ane gak nganggap mereka sebagai masyarakat miskin, buktinya banyak juga diantara mereka yang kaya ndan :m059: jadi menurut ane, pangan lokal itu juga kembali ke kebiasaan di masing-masing daerah :m173: ane juga turut mendukung jika ternyata memang pemerintah melalui Keputusan Menteri kesehatan dapat memberi panduan bagi masyarakat Indonesia untuk meningkatkan gizi pada makanan pokok yang dikonsumsi :2good: sekian dari ane ndan, mohon maaf apabila ada salah kata :m107: |
Betul sekali Ndan....Pangan Lokal yang dimaksud adalah Pangan Non Beras.
Persis seperti yang Komendan Dex sampaikan...bahwa seperti pada umumnya masyarakat Papua mengkonsumsi Sagu, masyarakat Madura mengkonsumsi Jagung...akan tetapi hal ini terjadi pada 10-20 tahun yang lalu.... Pada saat ini justru yang kita lihat masyarakat cenderung lebih memilih mengkonsumsi Beras (yang dianggap lebih prestise) daripada mengkonsumsi Pangan yang lebih spesifik lokal (sagu, jagung, ketela, singkong dll). Nagh...apabila kita coba telaah lebih dalam lagi tentang peruntukan lahan pertanian di Pulau Jawa yang notabene adalah Lumbung Padi, mulai bergeser jauh. Lahan-lahan pertanian mulai berubah menjadi Pemukiman, Industri, Perdagangan dll tanpa ada regulasi tata kota yang jelas. (Sebagai contoh Kasus di Jawa Barat : Hasil analisis menunjukkan perubahan alih fungsi lahan sawah ke lahan non sawah pada periode tahun 1995-2006 sebesar -225.292 hektar atau sebesar -1.82 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami mutasi lahan sebesar -18.774 hektar. Sementara produksi padi tahun 1995-2006 mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan pertanian sebesar -1,304,853 ton atau sebesar -1.09 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami pengurangan produksi padi sebesar -108.738 ton.) Maka dari itu...melalui thread ini saya sepakat dengan Komendan Dex untuk mulai kembali ke Pangan Lokal Non Beras walaupun tidak bisa serta merta semudah membalikkan telapak tangan, akan tetapi untuk mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional hal ini harus segera kita aplikasikan.... MOHON KOMENTAR DAN TANGGAPAN DARI KOMENDAN-KOMENDAN...:gomen: |
sipp,, bener banget ndan :2good: kalau bukan kita rakyat Indonesia yang menggalakkan penganan lokal, siapa lagi :pede:
|
Quote:
|
Quote:
|
Ada sedikit Asumsi apabila kita telah melaksanakan/ mulai kembali mengkonsumsi Pangan Lokal Non Beras :
Jika : 1 (satu) orang setiap kali makan menghabiskan 200 Gram Beras Jika : Penduduk Indonesia sebanyak 200 Juta Jiwa Maka : 200 Gr X 200.000.000 = 40.000.000.000 Gram atau setara 40 RIBU TON BERAS !! (Hanya untuk sekali makan Ndan...!!) Itu hanya untuk sekali makan per hari...bagaimana jika per tahun ? 40.000 Ton x 365 Hari = 14.600.000 TON (14 JUTA TON Ndan...!!) INDONESIA tercinta kita bakal kembali menjadi Negara MAKMUR yang berswasembada Pangan dan bisa menambah Devisa Negara Bagaimana Ndan...?? Mohon direnungkan, ditelaah dan mulai kita mengkonsumsi Pangan Lokal Non Beras mulai dari hari ini..... |
buat beras ane pake yg punya lokal ndan ^^
|
All times are GMT +7. The time now is 03:12 AM. |