bakwanmalang
27th May 2012, 05:44 PM
[/quote]
http://img171.imageshack.us/img171/1944/bismilahw.gif (http://imageshack.us/photo/my-images/171/bismilahw.gif/)
Wapres Boediono meminta agar Dewan Masjid melakukan pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Wapres menilai suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras.
Berkaca dari apa yang disampaikan Wapres tersebut, sebenarnya aturan soal pengeras suara itu sudah sejak lama diatur Kementerian Agama (Kemenag). Seperti dikutip detikcom dari situs bimasislam.kemenag.go.id, Jumat (27/4/2012), aturan itu sudah ada 1978. Soal pengeras suara itu diatur dalam instruksi Ditjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam.
Soal pengeras suara di masjid diatur dalam keputusan nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Keputusan itu ditandatangani Dirjen Bimas Islam saat itu, Kafrawi, pada 17 Juli 1978.
Berikut aturan Bimas Islam mengenai syarat-syarat penggunaan pengeras suara:
1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala
2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya
4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.
5. Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.
Di dalam instruksi itu juga diatur bagaimana tata cara memasang pengeras suara baik suara ke dalam ataupun keluar. Juga penggunaan pengeras suara di waktu-waktu salat.
(ndr/vta)
Sumber (http://forum.detik..com/showthread.php?t=411155&goto=newpost?df9933tbaru)
Bagaimana menurut agan2..?
http://i935.photobucket.com/albums/ad194/WhiteTailRebel/trennliniesterne.gif
Terimakasih atas komeng yg tidak berbau SARA
http://i935.photobucket.com/albums/ad194/WhiteTailRebel/trennliniesterne.gif
:melonndan::melonndan::melonndan:
Udah ada nyang kontra nih gan
[/spoiler][spoiler=open this] for :
[quote]
Jakarta Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo yang akrab disapa Foke menolak pembatasan penggunaan pengeras suara masjid. Menurutnya, selama pengunaannya tidak mengganggu kerukunan maka tidak perlu ada aturan khusus.
"Pembatasan? Saya tidak mengatakan itu. Tapi kalau itu bisa menggangu kerukunan, barangkali perlu kita sepakati bersama. Tapi kalau itu tidak mengganggu kenapa mesti dirubah," cetus Foke saat mendatangi acara konsolidasi kader PAN di Hotel Maharadja, Jakarta Selatan, Jumat (27/4/2012).
Menurut Foke, kemajemukan masyarakat di Jakarta adalah poin penting sehingga kerukunan antar umat yang harus dijaga.
"Saya kira semua, baik yang menjamin kerukunan itu perlu kita kerjakan," tambah mantan ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jakarta ini.
Sebelumnya, Wakil Presiden Boediono meminta Dewan Masjid Indonesia dapat membahas soal pengaturan pengeras suara di masjid. Masjid juga diminta sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat Indonesia.
"Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid," ujar Boediono dalam sambutannya pada pembukaan Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia.
Boediono memahami bawah azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salat.
"Namun demikian,apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," jelasnya.
</div>
http://img171.imageshack.us/img171/1944/bismilahw.gif (http://imageshack.us/photo/my-images/171/bismilahw.gif/)
Wapres Boediono meminta agar Dewan Masjid melakukan pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Wapres menilai suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras.
Berkaca dari apa yang disampaikan Wapres tersebut, sebenarnya aturan soal pengeras suara itu sudah sejak lama diatur Kementerian Agama (Kemenag). Seperti dikutip detikcom dari situs bimasislam.kemenag.go.id, Jumat (27/4/2012), aturan itu sudah ada 1978. Soal pengeras suara itu diatur dalam instruksi Ditjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam.
Soal pengeras suara di masjid diatur dalam keputusan nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Keputusan itu ditandatangani Dirjen Bimas Islam saat itu, Kafrawi, pada 17 Juli 1978.
Berikut aturan Bimas Islam mengenai syarat-syarat penggunaan pengeras suara:
1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala
2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya
4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.
5. Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.
Di dalam instruksi itu juga diatur bagaimana tata cara memasang pengeras suara baik suara ke dalam ataupun keluar. Juga penggunaan pengeras suara di waktu-waktu salat.
(ndr/vta)
Sumber (http://forum.detik..com/showthread.php?t=411155&goto=newpost?df9933tbaru)
Bagaimana menurut agan2..?
http://i935.photobucket.com/albums/ad194/WhiteTailRebel/trennliniesterne.gif
Terimakasih atas komeng yg tidak berbau SARA
http://i935.photobucket.com/albums/ad194/WhiteTailRebel/trennliniesterne.gif
:melonndan::melonndan::melonndan:
Udah ada nyang kontra nih gan
[/spoiler][spoiler=open this] for :
[quote]
Jakarta Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo yang akrab disapa Foke menolak pembatasan penggunaan pengeras suara masjid. Menurutnya, selama pengunaannya tidak mengganggu kerukunan maka tidak perlu ada aturan khusus.
"Pembatasan? Saya tidak mengatakan itu. Tapi kalau itu bisa menggangu kerukunan, barangkali perlu kita sepakati bersama. Tapi kalau itu tidak mengganggu kenapa mesti dirubah," cetus Foke saat mendatangi acara konsolidasi kader PAN di Hotel Maharadja, Jakarta Selatan, Jumat (27/4/2012).
Menurut Foke, kemajemukan masyarakat di Jakarta adalah poin penting sehingga kerukunan antar umat yang harus dijaga.
"Saya kira semua, baik yang menjamin kerukunan itu perlu kita kerjakan," tambah mantan ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jakarta ini.
Sebelumnya, Wakil Presiden Boediono meminta Dewan Masjid Indonesia dapat membahas soal pengaturan pengeras suara di masjid. Masjid juga diminta sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat Indonesia.
"Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid," ujar Boediono dalam sambutannya pada pembukaan Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia.
Boediono memahami bawah azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salat.
"Namun demikian,apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," jelasnya.
</div>