rumahmenteng
27th May 2012, 05:43 PM
Powered by Translate
INILAH.COM, Jakarta - Penghapusan Outsourcing yang dikumandangkan Menakertrans, Muhaimin Iskandar, memang jadi obat penenang kaum pekerja. Namun, pernyataan ini dinilai hanya untuk mencari popularitas saja.
Demikian menurut pengamat ekonomi Aviliani kepada INILAH.COM. Menurutnya, ide menghapus outsourcing dikeluarkan terlalu terburu-buru. Terutama karena tidak semudah itu teorinya,�Pernyataan penghapusan sistem outsourcing ini sebaiknya jangan hanya jadi ajang kepentingan belaka,�ujarnya.
Ia menilai, saat ini ada ribuan, bahkan mungkin jutaan pekerja outsourcing yang berasal dari berbagai macam vendor. �Bila outsourcing langsung dihapus berarti ada sekian banyak pula pekerja-pekerja dan karyawan yang akan diputus kontrak, ini berarti akan memperbanyak jumlah pengangguran yang ada,�katanya.
Aviliani menuturkan, tidak semua perusahaan dapat menerima atau menampung begitu saja para pekerja outsource ini untuk menjadi karyawan tetap di perusahaan yang bersangkutan. �Butuh proses yang cukup memakan waktu untuk bisa menstabilkan status para pekerja outsourcing ini,�ucapnya.
Ia pun menyarankan agar pemerintah sekarang ini memikirkan terlebih dahulu bagaimana agar para pekerja outsourcing ini bisa mendapat perlakuan adil, baik dari segi pendapatan maupun tunjangan yang berlaku, �Realisasi dari kesejahteraan para pekerja akan lebih baik maknanya bila benar-benar dicarikan solusi yang tepat dan akurat.� tambahnya.
Lihat saja pengakuan Ica, salah satu pegawai outsource bank pemerintah. Ia mengaku merasakan manfaat dari adanya perusahaan-perusahaan penyedia jasa pekerja ini. Terutama karena vendor-vendor ini bisa membantu dalam menyalurkan para pencari kerja,�Saya cukup terbantu, karena dengan adanya vendor-vendor ini, saya bisa kerja,� ujarnya.
Seperti diketahui, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) akan mengeluarkan peraturan tentang pembatasan outsourcing pada Juli mendatang. Hal ini karena outsourcing dinilai merugikan pekerja.
Menakertrans Muhaimin Iskandar menyatakan, peraturan ini akan membatasi perusahaan menerapkan sistem outsourcing di seluruh lini pekerjaan. Outsourcing tidak boleh dilaksanakan untuk jenis pekerjaan pokok perusahaan.
Sementara untuk pekerjaan tambahan, seperti petugas kebersihan dan keamanan, perusahaan tetap boleh menerapkan outsourcing. �Karena memang perusahaan tidak mampu menambah pekerjaan tambahan seperti itu. Sistem seperti itu masih bisa ditoleransi, tetapi kalau semua pekerjaan di-"outsourcing" pasti dilarang, �katanya.
Terkait pernyataan pemerintah bahwa outsourcing merugikan pekerja, pengamat perburuhan Edy Cahyono menilai, kesadaran pemerintah sudah terlambat. Terutama karena aturan tentang outsourcing ini sudah ada sejak 2003 lalu, yakni di UU Nomor 13 Tahun 2003. "Kalimat itu sudah terlambat. Mengapa hal itu tidak dinyatakan dari dulu,�ujarnya.
Ia pun mendorong agar sistem outsourcing harus segera dihapus, karena jelas-jelas telas merugikan buruh di Indonesia dan menguntungkan kaum pemodal. "Karena jika kita bekerja sebagai tenaga kerja outsourcing, maka kita akan kehilangan seluruh benefit untuk dapat bekerja sebagai tenaga kerja tetap."
Edy menilai, selama ini pemerintah hanya mementingkan pencitraan sejak berjalanya pemerintahan SBY-Boediono itu. Bahkan, keterlambatan penanganan outsourcing ini menurutnya hanya kesengajaan pemerintahan SBY-Boediono. "Keterlambatan bertindak pemerintah ini merupakan sebuah kesengajaan," ujarnya. [ast]
sumber:
http://ekonomi.inilah.com/read/detai...ng-apa-buntung (http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1857791/outsourcing-untung-apa-buntung)
</div>
INILAH.COM, Jakarta - Penghapusan Outsourcing yang dikumandangkan Menakertrans, Muhaimin Iskandar, memang jadi obat penenang kaum pekerja. Namun, pernyataan ini dinilai hanya untuk mencari popularitas saja.
Demikian menurut pengamat ekonomi Aviliani kepada INILAH.COM. Menurutnya, ide menghapus outsourcing dikeluarkan terlalu terburu-buru. Terutama karena tidak semudah itu teorinya,�Pernyataan penghapusan sistem outsourcing ini sebaiknya jangan hanya jadi ajang kepentingan belaka,�ujarnya.
Ia menilai, saat ini ada ribuan, bahkan mungkin jutaan pekerja outsourcing yang berasal dari berbagai macam vendor. �Bila outsourcing langsung dihapus berarti ada sekian banyak pula pekerja-pekerja dan karyawan yang akan diputus kontrak, ini berarti akan memperbanyak jumlah pengangguran yang ada,�katanya.
Aviliani menuturkan, tidak semua perusahaan dapat menerima atau menampung begitu saja para pekerja outsource ini untuk menjadi karyawan tetap di perusahaan yang bersangkutan. �Butuh proses yang cukup memakan waktu untuk bisa menstabilkan status para pekerja outsourcing ini,�ucapnya.
Ia pun menyarankan agar pemerintah sekarang ini memikirkan terlebih dahulu bagaimana agar para pekerja outsourcing ini bisa mendapat perlakuan adil, baik dari segi pendapatan maupun tunjangan yang berlaku, �Realisasi dari kesejahteraan para pekerja akan lebih baik maknanya bila benar-benar dicarikan solusi yang tepat dan akurat.� tambahnya.
Lihat saja pengakuan Ica, salah satu pegawai outsource bank pemerintah. Ia mengaku merasakan manfaat dari adanya perusahaan-perusahaan penyedia jasa pekerja ini. Terutama karena vendor-vendor ini bisa membantu dalam menyalurkan para pencari kerja,�Saya cukup terbantu, karena dengan adanya vendor-vendor ini, saya bisa kerja,� ujarnya.
Seperti diketahui, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) akan mengeluarkan peraturan tentang pembatasan outsourcing pada Juli mendatang. Hal ini karena outsourcing dinilai merugikan pekerja.
Menakertrans Muhaimin Iskandar menyatakan, peraturan ini akan membatasi perusahaan menerapkan sistem outsourcing di seluruh lini pekerjaan. Outsourcing tidak boleh dilaksanakan untuk jenis pekerjaan pokok perusahaan.
Sementara untuk pekerjaan tambahan, seperti petugas kebersihan dan keamanan, perusahaan tetap boleh menerapkan outsourcing. �Karena memang perusahaan tidak mampu menambah pekerjaan tambahan seperti itu. Sistem seperti itu masih bisa ditoleransi, tetapi kalau semua pekerjaan di-"outsourcing" pasti dilarang, �katanya.
Terkait pernyataan pemerintah bahwa outsourcing merugikan pekerja, pengamat perburuhan Edy Cahyono menilai, kesadaran pemerintah sudah terlambat. Terutama karena aturan tentang outsourcing ini sudah ada sejak 2003 lalu, yakni di UU Nomor 13 Tahun 2003. "Kalimat itu sudah terlambat. Mengapa hal itu tidak dinyatakan dari dulu,�ujarnya.
Ia pun mendorong agar sistem outsourcing harus segera dihapus, karena jelas-jelas telas merugikan buruh di Indonesia dan menguntungkan kaum pemodal. "Karena jika kita bekerja sebagai tenaga kerja outsourcing, maka kita akan kehilangan seluruh benefit untuk dapat bekerja sebagai tenaga kerja tetap."
Edy menilai, selama ini pemerintah hanya mementingkan pencitraan sejak berjalanya pemerintahan SBY-Boediono itu. Bahkan, keterlambatan penanganan outsourcing ini menurutnya hanya kesengajaan pemerintahan SBY-Boediono. "Keterlambatan bertindak pemerintah ini merupakan sebuah kesengajaan," ujarnya. [ast]
sumber:
http://ekonomi.inilah.com/read/detai...ng-apa-buntung (http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1857791/outsourcing-untung-apa-buntung)
</div>