Log in

View Full Version : Edan... Benar


sendokpiso
27th May 2012, 04:51 PM
CERITA INI HANYA FIKSI EDAN BELAKA

(NO REPOST!! KARENA CERITA ANE SENDIRI YANG BIKIN GAN)



Cerita ini bermula di suatu Zaman yang edan. Ada sebuah percakapan Edan, yang dilakukan oleh dua laki-laki antara (X) dengan (Z).





Begini percakapan Edan-nya����



X: Saya Benar

Z: Wuihhh.. Anda edan!

X: Ya! Saya benar, saya lebih tahu, saya lebih paham...

Z: Terus?

X: Penalaran saya benar.

Z: Lalu?

X: Ikuti saja, karena saya ini benar

Z: Menurut saya anda "Sok Tahu"

X: Cobalah anda berfikir. Saya ini benar, bukan "Sok Tahu"

Z: Anda hanya berasumsi saja mungkin. Saya tetap bilang bahwa anda "Sok Tahu"

X: Berarti anda bodoh karena tak menganggap saya benar.

Z: Kenapa anda mengatakan saya bodoh?

X: Ya, karena saya benar

Z: Baiklah, itu hak anda jika merasa benar. Dan karena anda memiliki hak, maka anda juga memiliki sebuah kewajiban.

X: Kewajiban? Untuk apa?

Z: Untuk bertanggung-jawablah. Anda bukan seorang �Pemerkosa� bukan? Yang hanya menabur sesuatu, tapi tidak mau bertanggung-jawab untuk tahapan-tahapan selanjutnya.

X: Beri saya contoh-nya?

Z: Seumpama anda memiliki hak untuk menabur benih padi dimana saja anda suka yang menurut anda Benar.

X: Terus?

Z: Siklus itu gak hanya sampai menabur benih saja bukan? Anda juga harus bertanggung-jawab untuk memberi pupuk yang cukup, memberi pengairan yang baik, memberikan pestisida dan menjaganya dari hama. Hingga saatnya benih itu tumbuh menjadi butir-butir beras, sehingga bisa bermanfaat pada waktunya.

X: Saya sudah tahu itu. Saya paham. Nalar saya tinggi. Karena saya benar, saya akan bertanggung-jawab. Jadi, apa kewajiban saya?

Z: Kewajiban untuk mempersilahkan saya sedikit berfikir.

X: Anda berfikir? Itu saya suka. Oleh karena itu, saya persilahkan.

Z: Deal. Tunggu jawaban saya SEHARI lagi perihal �Anda Benar�

X: Tenang, karena saya benar, saya akan menunggu jawaban anda SEHARI lagi.

Z: Asik. Anda keren banget sih "Tuan Benar".



(Z) segera meninggalkan percakapan Edan dengan (X). Setelah percakapan itu ditinggalkan, maka secara langsung akan timbul dua sisi pandangan yang hak. Sisi (X) dan Sisi (Z)



*sisi (Z)*:

� (Z) kembali beraktifitas di dunia-nya. Mengurusi kehidupan pribadinya.

� (Z) dengan tenang menjalani sehari dalam kehidupannya, tanpa sedikitpun ambil pusing mengenai perjanjian edan dengan (X).

� Dan tak sedikitpun (Z) mencoba mencari tahu apa yang ada dipikiran (X) dan apa yang sedang (X) lakukan dalam proses menunggunya itu. Karena (Z) merasa untuk tidak mencampuri urusan (X), apapun itu.



*sisi (X)*

� (X) begitu antusias untuk menunggu jawaban (Z), bahwa dia adalah orang yang benar.

� (X) mempersiapkan diri untuk menerima jawaban dari (Z) dengan bangga.



Sehari pun berlalu. Inilah saatnya untuk (Z) menjawab. (Z) kembali bertemu (X) dengan senyum di wajahnya. Dan ketika (X) melihat (Z) yang tersenyum, (X) pun menggunakan nalar-nya yang menurut dia memiliki penalaran yang tinggi melebihi (Z). Dan (X) tampaknya akan mendapatkan pembenaran dari (Z).



Percakapan kembali dimulai!



(Z): Halo (X). Hmmmmmm...

(X): Gimana? Saya benar kan? Ikuti saya! Karena saya ini benar.

(Z): Hmmm.. Saya butuh waktu lagi untuk berfikir bahwa anda benar. Mungkin penalaran saya yang kurang. Anggap saja saya masuk kedalam fase "Diberi Pupuk yang Cukup". Boleh beri saya waktu lagi?

(X): Anda memang bodoh. Sudah dibilang saya ini benar.

(Z): Oleh karena itu, beri saya waktu lagi untuk berfikir. Kewajiban anda untuk memberi waktu kepada saya untuk berfikir.

(X): Anda kembali berfikir? Itu saya suka. Oleh karena itu, saya persilahkan.

(Z): Deal. Tunggu jawaban saya SEMINGGU lagi perihal �Anda Benar�

(X): Tenang, karena saya benar, saya akan menunggu jawaban anda SEMINGGU lagi.

(Z): Asik. Anda keren banget "Tuan Benar"



Seperti kejadian sehari lalu, (Z) segera meninggalkan percakapan Edan itu dengan (X). Setelah percakapan itu ditinggalkan, maka secara langsung akan timbul dua sisi pandangan yang hak. Sisi (X) dan Sisi (Z)



*sisi (Z)*

� (Z) kembali beraktifitas di dunia-nya dan mengurusi kehidupan pribadinya.

� (Z) dengan tenang menjalani seminggu dalam kehidupannya, tanpa sedikitpun ambil pusing mengenai perjanjian edan dengan (X).

� Dan tak sedikitpun (Z) mencoba mencari tahu apa yang ada dipikiran (X) dan apa yang sedang (X) lakukan dalam proses menunggunya itu. Karena (Z) merasa untuk tidak mencampuri urusan (X), apapun itu.



*sisi (X)*

� (X) masih antusias untuk menunggu jawaban (Z), bahwa dia adalah orang yang benar.

� (X) mempersiapkan diri untuk menerima jawaban dari (Z) dengan bangga.



Seminggu berlalu. Inilah saatnya untuk (Z) menjawab. (Z) kembali bertemu (X) senyum yang lebih lebar dari seminggu yang lalu. Dan ketika (X) melihat (Z) yang tersenyum, (X) pun menggunakan nalar-nya yang menurut dia masih memiliki penalaran yang tinggi melebihi (Z). Dan (X) tampaknya akan mendapatkan pembenaran dari (Z).



Percakapan kembali dimulai!



(Z): Halo (X). Hmmmmmm...

(X): Gimana? Sudah seminggu berlalu. Saya benar kan? Ikuti saya! Karena saya ini benar.

(Z): Hmmm.. Ternyata, saya butuh waktu lagi untuk berfikir bahwa anda benar. Mungkin penalaran saya yang memang sangat kurang. Anggap saja saya masuk kedalam fase " Diberi Pengairan yang Baik ". Boleh beri saya waktu lagi?

(X): Anda memang bodoh. Sudah dibilang saya ini benar.

(Z): Oleh karena itu, beri saya waktu lagi untuk berfikir. Kewajiban anda untuk memberi waktu kepada saya untuk berfikir.

(X): Anda kembali berfikir? Itu saya suka. Oleh karena itu, saya persilahkan.

(Z): Deal. Tunggu jawaban saya SEBULAN lagi perihal �Anda Benar�

(X): Tenang, karena saya benar, saya akan menunggu jawaban anda SEBULAN lagi.

(Z): Asik. Anda keren banget "Tuan Benar"



Seperti kejadian seminggu lalu, (Z) segera meninggalkan percakapan Edan itu dengan (X). Setelah percakapan itu ditinggalkan, maka secara langsung akan timbul dua sisi pandangan yang hak. Sisi (X) dan Sisi (Z)



*sisi (Z)*

� (Z) kembali beraktifitas di dunia-nya dan mengurusi kehidupan pribadinya.

� (Z) dengan tenang menjalani seminggu dalam kehidupannya, tanpa sedikitpun ambil pusing mengenai perjanjian edan dengan (X).

� Banyak yang telah dilakukan oleh (Z) dalam sebulan kehidupannya.

� Dan tak sedikitpun (Z) mencoba mencari tahu apa yang ada dipikiran (X) dan apa yang sedang (X) lakukan dalam proses menunggunya itu. Karena (Z) merasa untuk tidak mencampuri urusan (X), apapun itu.



*sisi (X)*

� (X) masih antusias untuk menunggu jawaban (Z), bahwa dia adalah orang yang benar.

� (X) mempersiapkan diri untuk menerima jawaban dari (Z) dengan bangga.



Sebulan berlalu. Inilah saatnya untuk (Z) menjawab. (Z) kembali bertemu (X) senyum yang lebih lebar dari sebulan yang lalu. Dan ketika (X) melihat (Z) yang tersenyum, (X) pun menggunakan nalar-nya kembali. Dan (X) tampaknya akan mendapatkan pembenaran dari (Z).



Sudah SEBULAN dan tak ada habis-habisnya. Percakapan kembali dimulai



(Z): Halo (X). Hmmmmmm...

(X): Gimana? Sudah sebulan berlalu. Saya benar kan? Ikuti saya! Karena saya ini benar.

(Z): Hmmm.. Ternyata, saya butuh waktu lagi untuk berfikir bahwa anda benar. Mungkin penalaran saya yang memang sangat kurang. Anggap saja saya masuk kedalam fase "Memberikan Pestisida". Boleh beri saya waktu lagi?

(X): Anda memang bodoh. Sudah dibilang saya ini benar.

(Z): Oleh karena itu, beri saya waktu lagi untuk berfikir. Kewajiban anda untuk memberi waktu kepada saya untuk berfikir.

(X): Anda kembali berfikir? Itu saya suka. Oleh karena itu, saya persilahkan.

(Z): Deal. Tunggu jawaban saya SETAHUN lagi perihal �Anda Benar�

(X): Tenang, karena saya benar, saya akan menunggu jawaban anda SETAHUN lagi.

(Z): Asik. Anda keren banget "Tuan Benar"



Lagi-lagi, seperti kejadian sebulan lalu, (Z) segera meninggalkan percakapan Edan itu dengan (X). Setelah percakapan itu ditinggalkan, maka secara langsung akan timbul dua sisi pandangan yang hak. Sisi (X) dan Sisi (Z)



*sisi (Z)*

� (Z) kembali beraktifitas di dunia-nya dan mengurusi kehidupan pribadinya.

� (Z) dengan tenang menjalani setahun dalam kehidupannya, tanpa sedikitpun ambil pusing mengenai perjanjian edan dengan (X).

� Banyak yang telah dilakukan oleh (Z) dalam setahun kehidupannya.

� Dan tak sedikitpun (Z) mencoba mencari tahu apa yang ada dipikiran (X) dan apa yang sedang (X) lakukan dalam proses menunggunya itu. Karena (Z) merasa untuk tidak mencampuri urusan (X), apapun itu.



*sisi (X)*

� (X) masih (sudah tidak ada kata antusias lagi) menunggu jawaban (Z), bahwa dia adalah orang yang benar.

� (X) terbuai dengan pemikiran bahwa dirinya benar. Sebagian besar hidupnya hanya digunakan untuk menunggu jawaban dari (Z).

� (X) tetap mempersiapkan diri untuk menerima jawaban dari (Z) dengan bangga.



Meski sudah berlangsung lama, setahun sudah berlalu. Inilah saatnya untuk (Z) menjawab. (Z) kembali bertemu (X) senyum yang lebih lebar dan manis dari setahun yang lalu. Dan ketika (X) melihat (Z) yang tersenyum, (X) tetap menggunakan nalar-nya kembali. Dan (X) tampaknya akan mendapatkan pembenaran dari (Z).



Sudah SETAHUN. Percakapan kembali dimulai!



(Z): Halo (X), setahun berlalu. Hmmmmmm...

(X): Gimana? Sudah sebulan berlalu. Saya benar kan? Ikuti saya! Karena saya ini benar.

(Z): Hmmm.. Ternyata, saya butuh waktu lagi untuk berfikir bahwa anda benar. Mungkin penalaran saya yang memang sangat kurang. Anggap saja saya masuk kedalam fase "Menjaga dari Hama". Boleh beri saya waktu lagi?

(X): Anda memang bodoh. Sudah dibilang saya ini benar.

(Z): Oleh karena itu, beri saya waktu lagi untuk berfikir. Kewajiban anda untuk memberi waktu kepada saya untuk berfikir.

(X): Anda kembali berfikir? Itu saya suka. Oleh karena itu, saya persilahkan.

(Z): Deal. Tunggu jawaban saya SEABAD lagi perihal �Anda Benar�

(X): Tenang, karena saya benar, saya akan menunggu jawaban anda SEABAD lagi.

(Z): Asik. Anda keren banget "Tuan Benar"



continue

</div>