minumwine
27th May 2012, 04:50 PM
Permisi agan-agan sekalian
cuma mau sekedar share aja tentang energi terbarukan
agan-agan semua tau etanol kan?
itu lho alkohol yang biasa di pake buat pembersih muka, nah itu kadarnya 70% gan. agan tau ga kalo etanol dengan kadar 99,7% bisa di jadiin bahan bakar kendaraan bermotor
ini gan gambar etanol kalo agan-agan semua blm lihat
[/spoiler] for etanol70%:
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/dqjapcjz.jpg
nah begini gan ceritanya kenapa etanol bisa dibuat bahan bakar
for asal-usul:
Kenaikan BBM yang mencapai rata-rata 150 persen, agaknya menyebabkan masyarakat mulai melirik alternatif energi yang lebih murah. Salah satu bahan bakar yang mulai dirintis pengembangannya secara massal di Indonesia adalah penggunaan alkohol sebagai bahan bakar. Seperti apakah itu dan bagaimana efeknya terhadap lingkungan hidup sekitar kita?
MULAI diliriknya alternatif energi lain oleh masyarakat, seperti penggunaan alkohol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, merupakan suatu yang positif. Sebab, penggunaan bahan bakar fosil secara kontinu dan dalam kuantitas yang cukup besar, sebenarnya memunculkan paling sedikit dua ancaman serius.
Ancaman tersebut berupa faktor ekonomi karena ketersediaan bahan bakar ini akan habis dalam beberapa dekade mendatang serta bertambah mahalnya bahan bakar tersebut seiring dengan menipisnya stok dan juga faktor lingkungan. Seperti diketahui polusi yang ditimbulkan akibat gas buangan bahan bakar fosil sangat mengganggu lingkungan.
Memang, polusi yang ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil ini tidak langsung dirasakan efeknya bagi manusia dan lingkungan. Namun, tidak dapat dimungkiri emisi buangan dari bahan bakar fosil ini memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat kesehatan manusia.
Polusi langsung yang menyebabkan memburuknya kesehatan manusia dan lingkungan bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Sementara itu, polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential).
Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di Amerika Serikat (AS) dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar ethanol saat ini mencapai 40 persen secara nasional.
Di AS sendiri, bahan bakar ethanol relatif murah, misalnya saja E85, yang mengandung ethanol 85 persen semakin populer di masyarakat. Selain ethanol, methanol juga tercatat digunakan sebagai bahan bakar alkohol di Rusia. Pemanfaatan ethanol juga sedang gencar dilakukan di Jepang. Bahkan, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang telah menargetkan pada tahun 2008 campuran gasolin dengan ethanol 10 persen akan digunakan untuk menggantikan gasolin di seluruh Jepang.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Negara Riset dan Teknologi telah menargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan gasohol (campuran gasolin dan alkohol) pada tahun 2005-2006. Selain itu, ditargetkan juga bahwa penggunaan bioenergy tersebut akan mencapai 30 persen dari pasokan energi nasional pada tahun 2025.
Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar gasolin (bensin) maupun hidrogen. Interaksi ethanol dengan hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi fuel cell ataupun dalam mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional.
Dewasa ini, hampir seluruh mesin pembangkit daya yang digunakan pada kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam. Mesin bensin (otto) dan diesel adalah dua jenis mesin pembakaran dalam yang paling banyak digunakan di dunia.
Mesin diesel, yang memiliki efisiensi lebih tinggi, tumbuh pesat di Eropa. Sedangkan komunitas di AS yang cenderung khawatir pada tingkat polusi sulfur dan UHC pada diesel, lebih memilih mesin bensin. Meski saat ini, mutu solar dan mesin diesel yang digunakan di Eropa sudah semakin baik yang berimplikasi pada rendahnya emisi sulfur dan UHC.
Ethanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane 89.7. Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh gasolin (pun setelah ditambahkan aditif tertentu pada gasolin). Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88.
Dua ancaman serius yang muncul akibat ketergantungan terhadap bahan bakar gasoline, yakni faktor ekonomi (keterbatasan eksplorasi yang berakibat pada suplai, harga, dan fluktuasinya) dan faktor polusi bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan, menyebabkan kita mesti memikirkan alternatif energi.
Alternatif energi ini haruslah yang lebih terjamin pengadaannya serta ramah terhadap lingkungan. Gasohol adalah salah satu alternatif yang memungkinkan transisi ke arah implementasi energi alternatif berjalan dengan mulus
sumber (http://www.forplid.net/artikel/71-alkohol-bahan-bakar-minyak-masa-depan-.html)
nah proses pembuatan nya bisa agan baca di dibawah. jadi dia make membran pervaporasi gan, dijamin ramah lingkungan
for membrane pervaporasi:
�Metode yang digunakan bernama pervaporasi. Cara ini dapat memisahkan semua campuran uap-cair dengan berbagai konsentrasi,� kata peraih Suttle Award, penghargaan tertinggi dari Filtration Society di London, Inggris. Sepintas terlihat seperti filtrasi dengan membran. Sebab, pervaporasi merupakan proses pemisahan suatu campuran dengan perubahan bentuk dari cair menjadi uap pada sisi membran. Letak perbedaannya, teknik pemisahan berbasis membran ini bekerja berdasarkan mekanisme difusi larutan.
Begini cara kerjanya. Bioetanol berkadar 95% dipanaskan pada suhu 75oC sehingga air dalam bioetanol berubah menjadi uap air. Dengan tekanan 5 bar vakum, etanol dan uap air masuk ke membran berkecepatan 1,5 x 10-4m/s. Di dalam membran filtrasi, dua zat yang berbeda fasa itu mengalami difusi alias perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke rendah.
Dalam teknik pervaporasi ini uap air akan melewati membran. Sedangkan bioetanol ditolak karena membran tidak berpori. Pori itu diibaratkan pintu, Nah, karena membran tak berpori, terowongan itu tanpa pintu keluar. Dampaknya bioetanol tak dapat melewatinya. Hanya gas yang bisa menerobos. Selektivitas dan laju pemisahan pervaporasi sangat bergantung pada karakteristik membran, konfigurasi modul, dan desain proses. Itu artinya jenis membran yang digunakan mesti berkarakter mampu menyeleksi gas dan etanol yang masuk.
Di ujung membran, uap air diserap oleh vakum. Selanjutnya uap air masuk ke gelas bertadah wadah berisi nitrogen cair. Nitrogen cair dipilih karena memiliki titik didih pada suhu -195,80C. Dengan suhu yang sangat dingin, nitrogen cair mempunyai kemampuan membekukan bahan organik lebih efektif daripada pendingin berbahan amonia ataupun freon.
Itu sebabnya saat menyentuh larutan nitrogen cair, uap air kembali menjadi air. Sedangkan etanol tidak melewati membran, cairannya langsung dialirkan ke gelas penadah etanol murni. Karena semua uap air yang terkandung sudah diserap, �Dengan metode ini dipastikan bioetanol yang dihasilkan fuel grade etanol alias sesuai standar mutu bahan bakar yang berkadar etanol 99,8%,� kata alumnus Denmark Technical University (DTU), Kopenhagen, itu.
Untuk meningkatkan kadar etanol, teknologi membran lebih efektif. Bandingkan dengan cara konvensional berupa destilasi dan dehidrasi. Ketika proses destilasi, bioetanol membentuk azeotrop. Artinya, antara etanol dan air yang terkandung sulit dipisahkan. Destilasi dengan meninggikan kolom sekali pun, air sulit diceraikan dari etanol. Memang masih ada sebuah cara untuk menarik air yaitu dengan menambahkan zat toluen.
Toluen sohor sebagai pelarut air. Ketika zat itu ditambahkan sesuai dengan kadar air yang terkandung, air akan tertarik. Namun, tetap saja masih ada air tersisa. Celakanya sebagian zat toluen itu juga bercampur dengan bioetanol menjadi kontaminan. Sebaliknya, teknologi membran mempunyai beberapa keistimewaan seperti menghasilkan bioetanol berkualitas tinggi. Selain itu produsen juga mudah mengoperasikan, ramah lingkungan, dan ukuran alat yang lebih kecil. Satu lagi keistimewaan membran: hemat energi. Alat berkapasitas 50 liter per hari, membran hanya membutuhkan energi listrik sebesar 1.000 watt
Artinya biaya itu jauh lebih murah ketimbang teknologi gamping. Gamping alias kalsium karbonat acap dimanfaatkan sebagai penyerap air untuk mengatrol kadar etanol. Pelaksanaannya memang mudah. Produsen tinggal mencelupkan 1 kg gamping ke dalam wadah berisi 4 liter bioetanol. Sayang, bukan cuma air yang terserap, tetapi juga bioetanol. Kehilangan bioetanol akibat serapan gamping mencapai 30%. �Alkohol tak dapat keluar lagi lantaran terikat pada pori-pori gamping,� ujar Soekaeni, produsen bioetanol di Sukabumi, Jawa Barat.
Di negara-negara maju, teknologi pervaporasi berkembang sangat pesat dan telah diterapkan besar-besaran dalam skala industri. Namun di Indonesia, teknologi membran relatif baru sehingga penerapannya dalam skala industri masih terbatas. �Dengan skala proses kecil, cara kerja mudah, dan tahan hingga 5 tahun, sudah seharusnya produsen bioetanol skala kecil menerapkannya,� kata I Gede Wenten. Dengan begitu, kualitas meningkat dan harga pun melonjak.
[spoiler=open this] for gampar pervaporasi:
diagram proses
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/9gxoziej.jpg
membrannya gan
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/5lgu89an.jpg
rangkaian alatnya
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/ztljfpl5.jpg
</div>
cuma mau sekedar share aja tentang energi terbarukan
agan-agan semua tau etanol kan?
itu lho alkohol yang biasa di pake buat pembersih muka, nah itu kadarnya 70% gan. agan tau ga kalo etanol dengan kadar 99,7% bisa di jadiin bahan bakar kendaraan bermotor
ini gan gambar etanol kalo agan-agan semua blm lihat
[/spoiler] for etanol70%:
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/dqjapcjz.jpg
nah begini gan ceritanya kenapa etanol bisa dibuat bahan bakar
for asal-usul:
Kenaikan BBM yang mencapai rata-rata 150 persen, agaknya menyebabkan masyarakat mulai melirik alternatif energi yang lebih murah. Salah satu bahan bakar yang mulai dirintis pengembangannya secara massal di Indonesia adalah penggunaan alkohol sebagai bahan bakar. Seperti apakah itu dan bagaimana efeknya terhadap lingkungan hidup sekitar kita?
MULAI diliriknya alternatif energi lain oleh masyarakat, seperti penggunaan alkohol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, merupakan suatu yang positif. Sebab, penggunaan bahan bakar fosil secara kontinu dan dalam kuantitas yang cukup besar, sebenarnya memunculkan paling sedikit dua ancaman serius.
Ancaman tersebut berupa faktor ekonomi karena ketersediaan bahan bakar ini akan habis dalam beberapa dekade mendatang serta bertambah mahalnya bahan bakar tersebut seiring dengan menipisnya stok dan juga faktor lingkungan. Seperti diketahui polusi yang ditimbulkan akibat gas buangan bahan bakar fosil sangat mengganggu lingkungan.
Memang, polusi yang ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil ini tidak langsung dirasakan efeknya bagi manusia dan lingkungan. Namun, tidak dapat dimungkiri emisi buangan dari bahan bakar fosil ini memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat kesehatan manusia.
Polusi langsung yang menyebabkan memburuknya kesehatan manusia dan lingkungan bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Sementara itu, polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential).
Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di Amerika Serikat (AS) dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar ethanol saat ini mencapai 40 persen secara nasional.
Di AS sendiri, bahan bakar ethanol relatif murah, misalnya saja E85, yang mengandung ethanol 85 persen semakin populer di masyarakat. Selain ethanol, methanol juga tercatat digunakan sebagai bahan bakar alkohol di Rusia. Pemanfaatan ethanol juga sedang gencar dilakukan di Jepang. Bahkan, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang telah menargetkan pada tahun 2008 campuran gasolin dengan ethanol 10 persen akan digunakan untuk menggantikan gasolin di seluruh Jepang.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Negara Riset dan Teknologi telah menargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan gasohol (campuran gasolin dan alkohol) pada tahun 2005-2006. Selain itu, ditargetkan juga bahwa penggunaan bioenergy tersebut akan mencapai 30 persen dari pasokan energi nasional pada tahun 2025.
Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar gasolin (bensin) maupun hidrogen. Interaksi ethanol dengan hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi fuel cell ataupun dalam mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional.
Dewasa ini, hampir seluruh mesin pembangkit daya yang digunakan pada kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam. Mesin bensin (otto) dan diesel adalah dua jenis mesin pembakaran dalam yang paling banyak digunakan di dunia.
Mesin diesel, yang memiliki efisiensi lebih tinggi, tumbuh pesat di Eropa. Sedangkan komunitas di AS yang cenderung khawatir pada tingkat polusi sulfur dan UHC pada diesel, lebih memilih mesin bensin. Meski saat ini, mutu solar dan mesin diesel yang digunakan di Eropa sudah semakin baik yang berimplikasi pada rendahnya emisi sulfur dan UHC.
Ethanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane 89.7. Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh gasolin (pun setelah ditambahkan aditif tertentu pada gasolin). Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88.
Dua ancaman serius yang muncul akibat ketergantungan terhadap bahan bakar gasoline, yakni faktor ekonomi (keterbatasan eksplorasi yang berakibat pada suplai, harga, dan fluktuasinya) dan faktor polusi bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan, menyebabkan kita mesti memikirkan alternatif energi.
Alternatif energi ini haruslah yang lebih terjamin pengadaannya serta ramah terhadap lingkungan. Gasohol adalah salah satu alternatif yang memungkinkan transisi ke arah implementasi energi alternatif berjalan dengan mulus
sumber (http://www.forplid.net/artikel/71-alkohol-bahan-bakar-minyak-masa-depan-.html)
nah proses pembuatan nya bisa agan baca di dibawah. jadi dia make membran pervaporasi gan, dijamin ramah lingkungan
for membrane pervaporasi:
�Metode yang digunakan bernama pervaporasi. Cara ini dapat memisahkan semua campuran uap-cair dengan berbagai konsentrasi,� kata peraih Suttle Award, penghargaan tertinggi dari Filtration Society di London, Inggris. Sepintas terlihat seperti filtrasi dengan membran. Sebab, pervaporasi merupakan proses pemisahan suatu campuran dengan perubahan bentuk dari cair menjadi uap pada sisi membran. Letak perbedaannya, teknik pemisahan berbasis membran ini bekerja berdasarkan mekanisme difusi larutan.
Begini cara kerjanya. Bioetanol berkadar 95% dipanaskan pada suhu 75oC sehingga air dalam bioetanol berubah menjadi uap air. Dengan tekanan 5 bar vakum, etanol dan uap air masuk ke membran berkecepatan 1,5 x 10-4m/s. Di dalam membran filtrasi, dua zat yang berbeda fasa itu mengalami difusi alias perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke rendah.
Dalam teknik pervaporasi ini uap air akan melewati membran. Sedangkan bioetanol ditolak karena membran tidak berpori. Pori itu diibaratkan pintu, Nah, karena membran tak berpori, terowongan itu tanpa pintu keluar. Dampaknya bioetanol tak dapat melewatinya. Hanya gas yang bisa menerobos. Selektivitas dan laju pemisahan pervaporasi sangat bergantung pada karakteristik membran, konfigurasi modul, dan desain proses. Itu artinya jenis membran yang digunakan mesti berkarakter mampu menyeleksi gas dan etanol yang masuk.
Di ujung membran, uap air diserap oleh vakum. Selanjutnya uap air masuk ke gelas bertadah wadah berisi nitrogen cair. Nitrogen cair dipilih karena memiliki titik didih pada suhu -195,80C. Dengan suhu yang sangat dingin, nitrogen cair mempunyai kemampuan membekukan bahan organik lebih efektif daripada pendingin berbahan amonia ataupun freon.
Itu sebabnya saat menyentuh larutan nitrogen cair, uap air kembali menjadi air. Sedangkan etanol tidak melewati membran, cairannya langsung dialirkan ke gelas penadah etanol murni. Karena semua uap air yang terkandung sudah diserap, �Dengan metode ini dipastikan bioetanol yang dihasilkan fuel grade etanol alias sesuai standar mutu bahan bakar yang berkadar etanol 99,8%,� kata alumnus Denmark Technical University (DTU), Kopenhagen, itu.
Untuk meningkatkan kadar etanol, teknologi membran lebih efektif. Bandingkan dengan cara konvensional berupa destilasi dan dehidrasi. Ketika proses destilasi, bioetanol membentuk azeotrop. Artinya, antara etanol dan air yang terkandung sulit dipisahkan. Destilasi dengan meninggikan kolom sekali pun, air sulit diceraikan dari etanol. Memang masih ada sebuah cara untuk menarik air yaitu dengan menambahkan zat toluen.
Toluen sohor sebagai pelarut air. Ketika zat itu ditambahkan sesuai dengan kadar air yang terkandung, air akan tertarik. Namun, tetap saja masih ada air tersisa. Celakanya sebagian zat toluen itu juga bercampur dengan bioetanol menjadi kontaminan. Sebaliknya, teknologi membran mempunyai beberapa keistimewaan seperti menghasilkan bioetanol berkualitas tinggi. Selain itu produsen juga mudah mengoperasikan, ramah lingkungan, dan ukuran alat yang lebih kecil. Satu lagi keistimewaan membran: hemat energi. Alat berkapasitas 50 liter per hari, membran hanya membutuhkan energi listrik sebesar 1.000 watt
Artinya biaya itu jauh lebih murah ketimbang teknologi gamping. Gamping alias kalsium karbonat acap dimanfaatkan sebagai penyerap air untuk mengatrol kadar etanol. Pelaksanaannya memang mudah. Produsen tinggal mencelupkan 1 kg gamping ke dalam wadah berisi 4 liter bioetanol. Sayang, bukan cuma air yang terserap, tetapi juga bioetanol. Kehilangan bioetanol akibat serapan gamping mencapai 30%. �Alkohol tak dapat keluar lagi lantaran terikat pada pori-pori gamping,� ujar Soekaeni, produsen bioetanol di Sukabumi, Jawa Barat.
Di negara-negara maju, teknologi pervaporasi berkembang sangat pesat dan telah diterapkan besar-besaran dalam skala industri. Namun di Indonesia, teknologi membran relatif baru sehingga penerapannya dalam skala industri masih terbatas. �Dengan skala proses kecil, cara kerja mudah, dan tahan hingga 5 tahun, sudah seharusnya produsen bioetanol skala kecil menerapkannya,� kata I Gede Wenten. Dengan begitu, kualitas meningkat dan harga pun melonjak.
[spoiler=open this] for gampar pervaporasi:
diagram proses
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/9gxoziej.jpg
membrannya gan
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/5lgu89an.jpg
rangkaian alatnya
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/ztljfpl5.jpg
</div>