PDA

View Full Version : Profesor Soekarja Somadikarta,Ahli Burung Kelas Dunia


sijampang
27th May 2012, 04:48 PM
http://cdn-u.kaskus.co.id/72/ztuunowg.jpg



Selama hampir setengah abad Soekarja Somadikarta mencurahkan segenap pikiran dan perasaannya demi memajukan ilmu perburungan atau ornitologi.

Totalitasnya yang luar biasa ini, kelak membuahkan pengakuan, penghormatan dan penghargaan dunia internasional terhadap dirinya.



�Saya menyukai pekerjaan itu. Dan kalau menyukainya, (maka saya) harus perfect,� kata Profesor Soekarja Somadikarta, Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Rabu (30/11) November lalu.

�Kalau asal-asal saja, pekerjaan tidak beres kan,� tandas Profesor Soma, panggilan akrab lelaki kelahiran 21 April 1930 di Bandung, Jawa Barat, ini.

Lebih dari itu, puluhan tahun aktif mendidik, menulis dan meneliti seluk-beluk ilmu perburungan, membuatnya diakui pula sebagai peletak dasar ilmu perburungan di Indonesia.



Sebutan sebagai ahli ornitologi pun dilekatkan pada peraih gelar doktor di Freie Universitat Berlin (1959) ini.

Padahal, menurutnya, ornitologi bukanlah pilihan awalnya ketika menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Indonesia di Bogor (yang kelak menjadi Institut Pertanian Bogor).



�Itu sebetulnya kecelakaan,� akunya seraya tertawa.

�Karena disertasi saya bukan mengenai burung, malah mengenai pacet,� tambahnya, mengenang.



Namun lantaran rekan-rekannya tak ada satu pun yang memilih ornitologi, Soma kemudian secara sukarela memilih bidang ilmu yang tidak diminati banyak orang itu.



�...Burung yang begitu banyak koleksinya, ndak ada yang milih. Nah, saya katakan: saya pilih itu...�



Perfeksionis



Rupanya dari kalimat itulah, Profesor Soma � yang baru saja meraih penghargaan Habibie Award 2011 atas dedikasinya pada bidang ilmu dasar, November lalu � kemudian mulai tertarik ilmu taksonomi perburungan.



Apalagi, awal 1960, menurutnya, tidak ada peneliti Indonesia yang menerbitkan penelitian tentang dunia perburungan di negaranya sendiri.

Kenyataan ini sempat dipertanyakan para ahli mancanegara, sekaligus membuat Soekarja makin termotivasi untuk menekuni ilmu tersebut.



�Dan saya langsung baca (buku tentang ornitologi) semuanya, terus saya kontak yang jago-jago ornitologi (dari mancanegara), yang pernah bekerja di Indonesia,� ungkap anak pertama dari lima bersaudara ini, mulai bercerita.

Dalam perjalanannya, Soma kemudian mencintai dunianya ini, sehingga segenap pikiran dan perasaan dia curahkan sepenuh hati.



http://cdn-u.kaskus.co.id/72/w0iyovql.jpg



Pada saatnya, sikap seperti ini membuatnya tidak goyah ketika godaan materi membuat sebagian rekan-rekannya memilih meninggalkan dunia akademis.

�Saya selalu beranggapan, seperti dikatakan Aristoles (filosof Yunani): Pleasure in the job puts perfection in the work,� katanya.



�Jadi saya menyukai pekerjaan itu, dan kalau menyukai (bidang pekerjaan itu), maka saya harus perfect,� jelas Soekarja, yang telah diakui oleh empat perhimpunan burung internasional sebagai salah-seorang ornitolog yang eminent di dunia.



�Kalau asal-asal saja, pekerjaan tidak beres,� katanya lagi.

�Jadi saya selalu I have do it with pleasure,� tandas Soma.



Berbuat baik



Selama wawancara, Profesor Somadikarta berulangkali mengatakan tekadnya untuk selalu �berbuat baik� kepada siapapun.



Keinginannya untuk berbuat baik itu, menurut Soma, merupakan kuncinya selama mengarungi hidup.



�Saya beruntung punya orang tua yang baik. Mereka tekankan agar saya berbuat baik kepada semua orang,� katanya.



http://cdn-u.kaskus.co.id/72/u6pcukrr.jpg



nilah yang membuat dirinya �tidak pernah punya musuh�.

Barangkali filosofi hidup seperti ini yang membuatnya tetap sehat pada usianya yang menginjak 81 tahun.



Profesor yang sudah malang-melintang di dunia akademis itu, terlihat semangat, dan lancar setiap menjawab pertanyaan.

�Dan saya tidak mau stres,� katanya, melanjutkan strateginya menjalani hidup.

�Dan kalau saya sudah berusaha sekuat tenaga, dan saya tidak dapat, itu takdir saya,� katanya lagi.



�Saya menerima takdir,� kata Somadikarta yang sering dilibatkan dalam penelitian dari berbagai perguruan tinggi di luar negeri ini.

�Jadi saya menghilangkan stres, hanya (dengan cara) itu�.

Dia juga mensyukuri pilihannya menekuni dunia akademis, dan tidak tergoda masuk dalam dunia birokrasi yang mungkin lebih menjanjikan secara materi.



Klasifikasi burung



Selama wawancara, Profesor Soma terlihat sangat bersemangat ketika saya mulai menanyakan apa-apa yang terkait dengan ilmu perburungan.



Mengenakan kaos polo, Profesor Soma sempat pula mengajak BBC Indonesia ke perpustakaan pribadinya, yang berisi ribuan koleksi buku-bukunya. (�Almarhum istri saya yang mendisain perpustakaan ini,� ungkapnya, mengenang istrinya yang berlatarbelakang sarjana perpustakaan).



Antusiasme yang meluap-luap juga dia tunjukkan ketika hasil penelitiannya terkait klasifikasi burung dihargai secara intelektual oleh dunia internasional.

Dengan ingatan yang masih terjaga, Somadikarta kemudian mencontohkan ketika hasil penelitiannya tentang klasifikasi burung, belakangan dibenarkan secara ilmiah.



Di tahun 60-an itu, kesimpulan penelitiannya itu menjungkirbalikkan kesimpulan yang sudah dianut sekitar 150 tahun tentang klasifikasi burung oleh kalangan akademisi.

�Jadi, saya meluruskan klasifikasi burung yang (sudah berusia)150 tahun,� ungkapnya.



Penelitian yang masih menggunakan pendekatan konvensional (�melalui kasat mata,� Soma mengingatkan) tersebut, kemudian diuji ulang � dengan teknologi yang lebih maju � oleh para ahli di bidangnya di antara tahun1990-2000.

Dan hasilnya, kata Soma, �Mereka menyetujui (hasil kesimpulannya), apalagi diyakini bahwa pendapat saya benar.�



�Aduh, saya senangnya bukan main,� kata Profesor Somadikarta berbunga-bunga, mengomentari hasil penelitian terbaru yang membenarkan kesimpulan yang dia buat di tahun 60-an.



Apresiasi pemerintah menyedihkan



Menarik napas panjang, itulah yang terlihat pada mimik begawan ilmu perburungan di Indonesia ini, ketika saya tanya tentang peran pemerintah dalam mengembangkan ilmu seperti bidang ornitologi.



Matanya terlihat berkaca-kaca, dan menerawang jauh.

Senyumnya yang semula mengembang, tiba-tiba berubah draktis.

�Sangat menyedihkan, sangat menyedihkan,� katanya berulang-ulang.



Peraih penghargaan dari US National Academy of Sciences � National Research Council (1966) ini, kemudian melanjutkan, �karena saat ini, mereka (pemerintah) hanya membiayai penelitian yang ada kegunaannya�.



Padahal, ilmu dasar (basic science), seperti ornitologi yang ditekuninya, barangkali awalnya tidak diketahui kegunaannya. �Tapi di kemudian hari mungkin akan diketahui (kegunaannya),� katanya agak masygul.

Kenyataan seperti inilah yang membuatnya sedih, meski tidak sampai membuatnya patah arang.



�Ilmu dasar itu memang tidak menghasilkan (kegunaan) secara segera... Ilmu dasar itu seperti investment (tabungan)... Itu seperti orang mendidik. Ini juga tabungan untuk perkembangan ilmu-ilmu lainnya,� jelasnya, panjang-lebar.



sumber:http://www.bbc.co.uk/indonesia/berit...adikarta.shtml (http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/12/111217_tokohsomadikarta.shtml)

</div>