warungkopi
27th May 2012, 04:44 PM
Sumber: www.mizan.com (http://www.mizan.com)
Wanita; Antara Dekat dengan Tuhan & Paling Banyak di Neraka!
Posisi wanita sering kali tak dipahami. Bahkan, literatur yang ada sering kali memposisikan wanita dalam posisi yang seolah ambigu dan membingungkan.
Di satu sisi, wanita diposisikan sebagai makhluk lembut, penuh perasaan dan sangat mulia. Beragam sifat keibuan wanita itu menjadikannya dianugerahi kehormatan. Misalnya, Nabi Muhammad sangat memuliakan posisi ibu dan konon sebuah hadist menyatakan bahwa surga berada di telapak kaki ibu. Dalam beberapa tradisi-budaya lokal, restu ibu menjadi sangat sakral dan penting bagi seorang anak yang hendak melakukan sebuah perjalanan, petualangan atau bahkan hal-hal yang mengancam dirinya. Bahkan, bagi seorang sufi, sifat kewanitaan (feminim) lebih dekat dengan Tuhan, ketimbang sifat kelelakian (maskulin). Kata Seyyed Hossein Nasr (filosof Islam kontmporer), jalan menuju Tuhan yang ditapaki oleh seorang sufi sejatinya memiliki dimensi feminin yang sangat mencolok. Sebab, justru dalam feminitas �lah sensitifitas perasaan lebih peka. Sehingga, di sanalah peluang mengkreasikan perasaan agar dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam diri. Karenanya, kata Al-Mutanabbi dalam salah satu syairnya berkata: �Feminitas bukanlah celaan dan maskulinitas bukanlah kehormatan!�.
Namun, di sisi lain yang berseberangan, wanita juga tak jarang diposisikan sebagai makhluk yang lemah, kaum marjinal dan bahkan sering dipersalahkan. Konon, sebuah hadist menyebut wanita sebagai kaum yang paling banyak menghuni neraka. Dalam sufisme, sebagaimana diungkapkan Abu Bakar Al-Kalabadzi dalam Kitab at-Ta�arruf li Madzhab Ahl at-Tashawwuf, wanita dipandang berkekurangan dalam pengetahuan dan praktik spiritualitas-keislaman. Salah satu kekurangan mereka disinyalir diakibatkan kodrat akan adanya masa haid bagi mereka yang memberi konsekuensi berupa dilarangnya kaum hawa dalam masa itu untuk melalukan berbagai aktifitas spiritual-keislaman, termasuk shalat dan puasa. Dan, kata Al-Kalabadzi, siapa saja yang berkekurangan dalam agama pasti juga berkekurangan dalam iman. Kata Nietzche (filosof Jerman), lelaki hanya menginginkan wanita sebagai �mainan paling berbahaya�. Dan dalam tradisi budaya, wanita sering kali diposisikan sebagai kaum kelas dua setelah lelaki.
Sebenarnya, wanita dan lelaki diciptakan dari satu dzat yang sama. Perbedaan keduanya hanyalah bersifat manifestasi (kcenderungan) yang bukan berarti memposisikan keduanya secara tidak setara. Kemuliaan atau kerendahan merupakan peluang yang sama-sama bisa disandingkan pada setiap manusia (apapun gendernya). Pandangan inferior kepada wanita hanyalah produk budaya jahiliyah yang tak berdiri di atas dasar dan prinsip yang bertanggung jawab.
Feminitas bisa menjadi kekuatan spiritual unggul. Ia bisa mengantar seseorang pada sesuatu yang bersifat ukhrawi, bukan duniawi. Namun, seiring perkembangan zaman, kita sering kali dihadapkan pada kondisi yang kontras; ketika segala sesuatu yang bersifat keduniaan (fashion, lifestyle, dll) justru menjadi ciri khas wanita itu.
</div>
Wanita; Antara Dekat dengan Tuhan & Paling Banyak di Neraka!
Posisi wanita sering kali tak dipahami. Bahkan, literatur yang ada sering kali memposisikan wanita dalam posisi yang seolah ambigu dan membingungkan.
Di satu sisi, wanita diposisikan sebagai makhluk lembut, penuh perasaan dan sangat mulia. Beragam sifat keibuan wanita itu menjadikannya dianugerahi kehormatan. Misalnya, Nabi Muhammad sangat memuliakan posisi ibu dan konon sebuah hadist menyatakan bahwa surga berada di telapak kaki ibu. Dalam beberapa tradisi-budaya lokal, restu ibu menjadi sangat sakral dan penting bagi seorang anak yang hendak melakukan sebuah perjalanan, petualangan atau bahkan hal-hal yang mengancam dirinya. Bahkan, bagi seorang sufi, sifat kewanitaan (feminim) lebih dekat dengan Tuhan, ketimbang sifat kelelakian (maskulin). Kata Seyyed Hossein Nasr (filosof Islam kontmporer), jalan menuju Tuhan yang ditapaki oleh seorang sufi sejatinya memiliki dimensi feminin yang sangat mencolok. Sebab, justru dalam feminitas �lah sensitifitas perasaan lebih peka. Sehingga, di sanalah peluang mengkreasikan perasaan agar dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam diri. Karenanya, kata Al-Mutanabbi dalam salah satu syairnya berkata: �Feminitas bukanlah celaan dan maskulinitas bukanlah kehormatan!�.
Namun, di sisi lain yang berseberangan, wanita juga tak jarang diposisikan sebagai makhluk yang lemah, kaum marjinal dan bahkan sering dipersalahkan. Konon, sebuah hadist menyebut wanita sebagai kaum yang paling banyak menghuni neraka. Dalam sufisme, sebagaimana diungkapkan Abu Bakar Al-Kalabadzi dalam Kitab at-Ta�arruf li Madzhab Ahl at-Tashawwuf, wanita dipandang berkekurangan dalam pengetahuan dan praktik spiritualitas-keislaman. Salah satu kekurangan mereka disinyalir diakibatkan kodrat akan adanya masa haid bagi mereka yang memberi konsekuensi berupa dilarangnya kaum hawa dalam masa itu untuk melalukan berbagai aktifitas spiritual-keislaman, termasuk shalat dan puasa. Dan, kata Al-Kalabadzi, siapa saja yang berkekurangan dalam agama pasti juga berkekurangan dalam iman. Kata Nietzche (filosof Jerman), lelaki hanya menginginkan wanita sebagai �mainan paling berbahaya�. Dan dalam tradisi budaya, wanita sering kali diposisikan sebagai kaum kelas dua setelah lelaki.
Sebenarnya, wanita dan lelaki diciptakan dari satu dzat yang sama. Perbedaan keduanya hanyalah bersifat manifestasi (kcenderungan) yang bukan berarti memposisikan keduanya secara tidak setara. Kemuliaan atau kerendahan merupakan peluang yang sama-sama bisa disandingkan pada setiap manusia (apapun gendernya). Pandangan inferior kepada wanita hanyalah produk budaya jahiliyah yang tak berdiri di atas dasar dan prinsip yang bertanggung jawab.
Feminitas bisa menjadi kekuatan spiritual unggul. Ia bisa mengantar seseorang pada sesuatu yang bersifat ukhrawi, bukan duniawi. Namun, seiring perkembangan zaman, kita sering kali dihadapkan pada kondisi yang kontras; ketika segala sesuatu yang bersifat keduniaan (fashion, lifestyle, dll) justru menjadi ciri khas wanita itu.
</div>