sambelkecap
27th May 2012, 04:08 PM
Jakarta, Kompas - Kesadaran seluruh warga negara etnis Tionghoa harus dibangun bahwa sebagai warga negara berdarah keturunan adalah takdir, tetapi memilih menjadi warga negara Indonesia merupakan komitmen.
�Prinsip itu dulu yang harus dipahami. Kalau itu sudah dimengerti, maka warga keturunan itu mesti memiliki komitmen yang kuat untuk turut serta berpartisipasi dalam membangun negara dan bangsa Indonesia,� kata Ketua Umum Persahabatan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia-Tionghoa (Permit) Tahir, Senin (31/1) di Jakarta.
Pemilik bisnis Grup Mayapada itu mengatakan, warga Tionghoa harus sadar dan mengidentitaskan diri dalam dua hal. Pertama, predikat keturunan Tionghoa adalah takdir yang tidak bisa dipilih dan ditolak. Namun, sebagai warga negara yang lahir, dibesarkan, tinggal, dan berkarya di Indonesia, harus berkomitmen bahwa yang membesarkan mereka adalah negara ini. �Itu komitmen. Jadi, jangan eksklusif, tetapi harus menyatu dengan masyarakat lainnya,� katanya.
Untuk meningkatkan kesadaran seperti itu, katanya, ada dua jalan yang harus ditempuh, yakni melalui panutan dan edukasi. Generasi muda harus punya panutan dari seniornya. �Saya punya prinsip seperti itu, maka saya harus tunjukkan kepada warga keturunan Tionghoa, saya aktif di berbagai kegiatan bisnis, pemerintahan, maupun kegiatan sosial-budaya,� ujar Staf Khusus Menko Kesra itu.
Dari segi edukasi, kata Tahir, banyak yang bisa dilakukan, tak terbatas hanya dalam peringatan hari-hari bersejarah Indonesia. Misalnya, Permit bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengajak pengusaha kecil berkunjung dagang ke China untuk membuka wawasan dan jaringan mereka.
Ketua Solidaritas Nusa Bangsa Ester Yusuf mengakui etnis Tionghoa mengalami kebebasan yang lebih baik dan secara hukum memiliki kesempatan. Namun, Ester tidak dapat menutup mata terhadap fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa warga Tionghoa masih mendapat perlakuan bersifat rasis, misalnya dalam pengurusan izin usaha.
Buyung, warga
Tionghoa asal Bangka, mengatakan, pejabat daerah yang diisi warga Tionghoa seperti Kalimantan Barat atau Bangka Belitung dapat dijadikan mesin penggerak ekonomi nasional di tingkat regional.
�Kalau ada bupati atau wali kota berdarah Tionghoa, tentu pihak investor seperti dari Singapura, Taiwan, atau Hongkong melihat situasi di daerah tersebut stabil dan terbuka bagi investasi. Investasi yang masuk akan menggerakkan ekonomi sehingga pertumbuhan tidak hanya terjadi di Jakarta,� kata pengusaha tersebut.
Pengusaha Edie Lembong bercerita, hubungan warga Tionghoa dengan warga setempat di Indonesia timur sangat cair. Kalau ada pertukaran budaya secara alamiah antara peranakan dan suku-suku setempat akan memperkuat keindonesiaan.
Acong, pemuda Tionghoa dari komunitas Benteng, Tangerang, mengatakan, pemuda-pemudi Tionghoa perlu didorong untuk selalu terjun dalam kegiatan kemasyarakatan. Pengusaha Budi Dharmawan alias Kwik Kian Jin asal Semarang, Jawa Tengah, juga berharap pemuda-pemudi Tionghoa aktif di seluruh kelompok politik. �Jangan berkumpul di satu partai saja,� ujar adik kandung ekonom Kwik Kian Gie itu.
Herman Herry, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, menuturkan, mulai dibukanya keran politik bagi warga keturunan Tionghoa telah membuat rasa kebangsaan mereka semakin besar. Namun, sejumlah trauma seperti akibat kerusuhan Mei 1998 belum seluruhnya hilang. Untuk mengatasi kecemasan dan trauma, lanjut Herman, warga Tionghoa berharap penegakan hukum yang tegas dan suasana politik yang kondusif.
Bukti nya gan : http://m.kompas.com/news/read/data/2011.02.01.03011278
:loveindonesia:loveindonesia:loveindonesia:ilov eindonesia:loveindonesiahttp://ceri.ws/smilies/nosara.gifhttp://ceri.ws/smilies/nosara.gifhttp://ceri.ws/smilies/nosara.gif:nos arahttp://ceri.ws/smilies/nosara.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gif:recs el
</div>
�Prinsip itu dulu yang harus dipahami. Kalau itu sudah dimengerti, maka warga keturunan itu mesti memiliki komitmen yang kuat untuk turut serta berpartisipasi dalam membangun negara dan bangsa Indonesia,� kata Ketua Umum Persahabatan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia-Tionghoa (Permit) Tahir, Senin (31/1) di Jakarta.
Pemilik bisnis Grup Mayapada itu mengatakan, warga Tionghoa harus sadar dan mengidentitaskan diri dalam dua hal. Pertama, predikat keturunan Tionghoa adalah takdir yang tidak bisa dipilih dan ditolak. Namun, sebagai warga negara yang lahir, dibesarkan, tinggal, dan berkarya di Indonesia, harus berkomitmen bahwa yang membesarkan mereka adalah negara ini. �Itu komitmen. Jadi, jangan eksklusif, tetapi harus menyatu dengan masyarakat lainnya,� katanya.
Untuk meningkatkan kesadaran seperti itu, katanya, ada dua jalan yang harus ditempuh, yakni melalui panutan dan edukasi. Generasi muda harus punya panutan dari seniornya. �Saya punya prinsip seperti itu, maka saya harus tunjukkan kepada warga keturunan Tionghoa, saya aktif di berbagai kegiatan bisnis, pemerintahan, maupun kegiatan sosial-budaya,� ujar Staf Khusus Menko Kesra itu.
Dari segi edukasi, kata Tahir, banyak yang bisa dilakukan, tak terbatas hanya dalam peringatan hari-hari bersejarah Indonesia. Misalnya, Permit bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengajak pengusaha kecil berkunjung dagang ke China untuk membuka wawasan dan jaringan mereka.
Ketua Solidaritas Nusa Bangsa Ester Yusuf mengakui etnis Tionghoa mengalami kebebasan yang lebih baik dan secara hukum memiliki kesempatan. Namun, Ester tidak dapat menutup mata terhadap fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa warga Tionghoa masih mendapat perlakuan bersifat rasis, misalnya dalam pengurusan izin usaha.
Buyung, warga
Tionghoa asal Bangka, mengatakan, pejabat daerah yang diisi warga Tionghoa seperti Kalimantan Barat atau Bangka Belitung dapat dijadikan mesin penggerak ekonomi nasional di tingkat regional.
�Kalau ada bupati atau wali kota berdarah Tionghoa, tentu pihak investor seperti dari Singapura, Taiwan, atau Hongkong melihat situasi di daerah tersebut stabil dan terbuka bagi investasi. Investasi yang masuk akan menggerakkan ekonomi sehingga pertumbuhan tidak hanya terjadi di Jakarta,� kata pengusaha tersebut.
Pengusaha Edie Lembong bercerita, hubungan warga Tionghoa dengan warga setempat di Indonesia timur sangat cair. Kalau ada pertukaran budaya secara alamiah antara peranakan dan suku-suku setempat akan memperkuat keindonesiaan.
Acong, pemuda Tionghoa dari komunitas Benteng, Tangerang, mengatakan, pemuda-pemudi Tionghoa perlu didorong untuk selalu terjun dalam kegiatan kemasyarakatan. Pengusaha Budi Dharmawan alias Kwik Kian Jin asal Semarang, Jawa Tengah, juga berharap pemuda-pemudi Tionghoa aktif di seluruh kelompok politik. �Jangan berkumpul di satu partai saja,� ujar adik kandung ekonom Kwik Kian Gie itu.
Herman Herry, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, menuturkan, mulai dibukanya keran politik bagi warga keturunan Tionghoa telah membuat rasa kebangsaan mereka semakin besar. Namun, sejumlah trauma seperti akibat kerusuhan Mei 1998 belum seluruhnya hilang. Untuk mengatasi kecemasan dan trauma, lanjut Herman, warga Tionghoa berharap penegakan hukum yang tegas dan suasana politik yang kondusif.
Bukti nya gan : http://m.kompas.com/news/read/data/2011.02.01.03011278
:loveindonesia:loveindonesia:loveindonesia:ilov eindonesia:loveindonesiahttp://ceri.ws/smilies/nosara.gifhttp://ceri.ws/smilies/nosara.gifhttp://ceri.ws/smilies/nosara.gif:nos arahttp://ceri.ws/smilies/nosara.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gifhttp://ceri.ws/smilies/topseller.gif:recs el
</div>