Log in

View Full Version : Wejangan Dari Cerita Wayang


sendokpiso
27th May 2012, 04:04 PM
[/quote]





Selamat Datang Di Thread Ane








http://img209.imageshack.us/img209/9650/wayang.jpg (http://imageshack.us/photo/my-images/209/wayang.jpg/)



[quote]





KEBUDAYAAN Jawa mengajarkan, upaya menggapai kesempurnaan hidup merupakan perjuangan yang tidak ada habisnya bagi yang ingin menjadi orang Jawa yang sesungguhnya. Perjuangan untuk mencapai kawruh sejati dan sejatining kawruh (ilmu sejati dan sejatinya ilmu) ini lah menjadi tema sentral kehidupan masyarakat Jawa.



Ada yang mengatakan, kebudayaan mengajarkan agar masyarakat hidup tidak hanya sekedar mlaku (bergerak), namun dalam mlaku harus didasari lelaku (dalam bergerak harus didasari olah rasa dan olah batin). Karena itu, apa pun yang dilakukan selalu terkait dengan Yang Maha Kuasa, Gusti Ingkang Ngreksa saha Ngreksaya sedaya titah. Gerak dalam kehidupan bukan sekedar perpindahan fisik, tidak hanya berdasar itungan rasio, namun ada laku batin dan olah rasa karena semua perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya.



Dalam kasanah kebudayaan Jawa, urip ora mung waton urip (hidup tidak asal hidup), nanging urip kudu nganggo wewaton (tetapi hidup harus pakai aturan). Aturan untuk bisa menjadi Jawa yang seutuhnya. Nilai-nilai ini masih banyak dilaksanakan masyarakat Jawa, terutama kalangan tua. Misalnya, bagi yang ingin diterima sebagai pegawai negeri, tidak hanya belajar, tetapi harus dilambari rasa prihatin, misalnya berpuasa pada hari wetonnya, bahkan ada juga yang berjaga selama dua puluh empat jam, berziarah ke makam para tetuanya, bahkan ke makam raja agar bisa kanggonan drajat (memiliki derajat kehidupan yang terhormat).



Ajaran menggapai kesempurnaan hidup dalam kebudayaan Jawa, diantaranya dapat ditemukan dalam cerita Dewaruci di jagad pakeliran (wayang). Cerita Dewaruci di dunia pedhalangan maupun dalam Serat Dewaruci karya pujangga RNg Yasadipura, sangat populer di kalangan masyarakat yang senang belajar kebudayaan Jawa. Bahkan masyarakat dari manca negara pun tidak sedikit yang terkesima dengan cerita ini. Hal tersebut disebabkan karena esensi cerita Dewaruci merupakan perjuanganing manusia mencari kesempurnaan hidup.



Cerita Dewaruci sangat kental mengandung ajaran Islam. kendati tokoh Bima sebenarnya tokoh dari epos Mahabharata yang masih menganut Hindhuistik, namun oleh para pujangga dan para wali dijadikan pemeran utama dalam hal mencari kesempurnaan hidup ala sufisme. Dengan demikian, cerita Dewaruci merupakan lakon pedhalangan yang mengandung unsur tasawuf.



Cerita Dewaruci memang sepi dari adegan romantis karena tidak ada kisah asmara di dalamnya. Namun, berisi perjuangan tokoh Bima yang harus mengahadapi siksaan fisik dan psikis untuk memperoleh 'sesuatu' yang sangat berarti bagi kehidupan duniawiahnya. Ketabahan, ketulusan dan keuletannya akhirnya memang mampu mengantar Bima untuk memiliki sesuatu yang dimaksud kendati dalam dimensi yang lebih luhur.



Dalam garis besarnya, cerita Dewaruci dibagi dalam dua cerita pokok. Pertama, upaya Bima mencari banyu suci perwita sari di Gunung Candramuka dan di Guwa Sigrangga atas perintah sang guru Durna. Sebenarnya perintah Dorna hanya untuk menjerumuskan Bima agar menemui ajal. Bima atau Werkudara yang lugu tidak berfikir yang tidak-tidak terhadap perintah gurunya tersebut. Sebaliknya, keluarga Pandawa sadar saudaranya akan dijerumuskan oleh Durna sehingga berusaha mengingatkan Bima agar mengurungkan niatnya melaksanakan perintah Dorna. Namun, tekad Bima sudah bulat dan tak dapat dihalang-halangi lagi.



Benar juga kekhawatiran saudara-saudara Bima keluarga Pandawa Lima. Sesampai di Gunung Candramuka, Bima tidak menemukan banyu suci perwitasari tetapi ketemu dua raksasa yang haus darah, Rukmuka lan Rukmakala. Werkudara pun dikeroyok dua raksasa ganas tersebut yang akhirnya dapat dikalahkan dan berubah bentuk sebenarnya, Bathara Indra lan Bathara Bayu.



Bima melanjutkan perjalanan menuju Guwa Singrangga. Lagi-lagi tidak menemukan banyu suci perwitasari seperti yang dikatakan guru Dorna, tetapi malah ketemu ular naga raksasa. Melihat Bima, ular raksasa kelaparan tersebut langsung menerjangnya untuk dijadikan santapan. Werkudara yang sakti akhirnya dapat membunuh ular dan kemudian berubah bentuk aslinya, bidadari Dewi Maheswari, anak Sang Hyang Dewaheswara.



Cerita pokok kedua, tentang perjuangan Bima ya si Brata Sena mencari banyu suci perwitasari di Laut Kidul. Ini juga perintah gurunya Dorna yang gagal pada usaha pertama, kemudian melanjutkan rekayasanya untuk membunuh Bima dengan menyuruhnya mencari banyu suci perwitasari di Laut Kidul.



Lagi-lagi Bima yang lugu tak punya prasangka buruk terhadap gurunya, Durna. Baginya perintah guru pasti untuk kebaikan muridnya. Karena itu Bima tetap melaksanakan perintah gurunya sepenuh hati. Setelah dipermainkan gelombang besar selama berhari-hari, akhirnya Brata Sena ketemu dewa kerdil bernama Dewaruci yang bentuknya mirip Bima hanya beda ukuran. Dewaruci hanya sebesar kepalan Werkudara. Toh begitu, ketika Bima di suruh masuk ke lobang telinganya, ternyata dengan mudah lobang telinga Dewaruci menelan seluruh tubuh Bima.



Ketika berada dalam teling Dewaruci, Bima merasa berada di laut yang maha luas dan sangat nyaman. Saking nyamannya Bima tidak mau keluar dari telinga Dewaruci. Baru setelah diperlihatkan kejadian kehidupan dunia yang membuatnya marah (Ibunya Dewi Kunthi dikejar-kejar Dorna), Bima langsung meloncat ke luar. Selama di dalam telinga Dewaruci, Penggulu (anak kedua) Pandawa Lima tersebut mendapat wejangan (petunjuk) dari Dewaruci tentang sejatinya hidup, hidup yang sejati.



Wejangan tersebut antara lain, pertama, ketika orang hidup didunia fana harus berjuang mencari kesempurnaan batin. Perjuangan batiniah tersebut tidak bisa dipisahkan dari perjuangan memenuhi kebutuhan duniawi. Dalam mencari kesempurnaan batin, manusia harus punya tekad yang kuat dan pantang putus asa.



Kedua, dalam mencari keutamaan batiniah, harus diiringi perbuatan amal jariyah. Seperti pertempuran Bima melawan dua raksasa Rukmuka lan Rukmakala serta seekor ular naga besar, ternyata keberhasilan Bima membunuh ketiga-tiganya berarti membebaskan dewa dan dewi dari hukuman Bethara Guru.



Ketiga, di tubuh orang hidup juga terdapat jagad alit (mikrokosmos) yang tidak kalah dengan jagad ageng (makrokosmos). Jagad alit ternyata mampu menampung semua yang ada di jagad ageng, bahkan jauh lebih tentram dan nyaman dari jagad ageng. Hanya saja jagad cilik hanya bisa dinikmati oleh mereka yang sudah mampu melupakan kehidupan duniawi dan mampu mengendalikan amarah. Hati yang masih dipenuhi nafsu amarah dan cinta dunia, mustahil bisa masuk ke jagad kecil untuk merasai kenikmatan yang tak terhingga.



Keempat, Bima diberi pelajaran membedakan macam-macam nafsu. Warna merah melambangkan nafsu ammarah, warna hitam menggambarkan nafsu lawwamah (perut), kuning nafsu sufiyah, putih nafsu muthmainnah dan biru nafsu mulhimah. Di jagad kecil Bima menemukan banyak sekali kenikmatan yang tiada banding dengan kenikmatan di jagad ageng. Berhubung Bima masih harus melanjutkan hidup di dunia fana, mau-tidak mau harus meninggalkan jagad kecil untuk menyempurnakan kewajibannya duniawiahnya hamemayu hayuning bawana mboten saged dipunlirwakaken dengan harapan untuk segera dapat kembali menikmati kesempurnaan di jagad kecil.






[/spoiler][spoiler=open this] for tambahan:




Semoga apa yang ane tampilkan sangat berguna bagi agan/aganwati. Ane juga gag keberatan dikasih :melonndan:







</div>