jokowikotak
27th May 2012, 03:41 PM
Ziarah ke Makam Tuhan
Minggu lalu ada undangan takziyah, tapi seperti biasanya karena kesibukanku,
aku tidak bisa memenuhi undangan itu. Allah telah wafat, tapi itu sudah kuduga
sebelumnya, karena dia sudah lama sakit2an. Aku sendiri tidak begitu perduli,
hidup tidaknya tidak terlalu berpengaruh pada diriku.
Maka hari demi hari berlalu begitu saja, sampai hari ini. Dalam rapat redaksi di
tempat aku bekerja, aku mendapatkan tugas untuk meliput penyebab kematian
tuhan2 itu. Dari meja redaktur tadi, tugas ini harus selesai secepat mungkin,
karena deadlinenya minggu ini juga. Dasar nasib, terpaksa malam2 aku
blusukan ke kuburan khusus tuhan2. Ya aku anggap sebagai ziarah saja, toh
sejak dulu kalau ada undangan takziyah aku gak pernah datang. Bagiku
kematian adalah awal dari kehidupan baru, jadi tidak ada yang perlu dijadikan
sebab sedih hati.
Kuburan ini gelap gulita, hanya ada beberapa kunang2 yang kelap kelip di
beberapa sudut. Angin dingin mulai menusuk kulit dan tulangku, bulu kudukku
berdiri. Bukan karena aku takut hantu, tapi karena aku hanya pake kaos
oblong, sehingga ujung2 angin itu seenak jidatnya membelai pori2ku. Kubuka
pintu gerbang kuburan itu, suara besi yang sudah tua memecah keheningan.
Tengok kanan kiri, semakin serem saja kelihatannya. Kukeluarkan lampu
senter yang tadi kubawa, kunyalakan, oh tapi ternyata tidak nyala. Wah mati
aku pikirku. Ku goyang2 senter itu, sampai bunyi klothak klothak. Kunyalakan
lagi, tidak nyala juga. Wah tamat sudah riwayatku, sudah tengah malam lagi.
Bagaimana aku bisa melakukan penyelidikan penyebab matinya tuhan2 itu,
kalau senter aja aku tidak punya. Padahal peralatan lain sudah aku siapkan
semua sebenarnya, untuk penelitian forensik.
�Heh, ngapain loe di sini?�
Aku kaget bukan alang kepalang, sampai terkencing2 di celanaku. Geragapan
aku di dalam gelapnya pemakaman itu. Tiba2 ada suara tanpa rupa dan
suaranya berat, seperti orang marah.
� Eh hmm, anu, anu, saya mau melakukan penelitian tentang kematian tuhan,
saya wartawan koran �Suara Alam Lain� . Hhmm, anu kalau boleh tahu, siapa
Anda..?�
� Perkenalkan, aku penjaga kuburan ini.�
Tiba2 tanganku digenggam benda besar, aku diajak salaman rupanya. Spontan
aku goyang2kan tanganku sebagai tanda kenalan juga.
� Senang bisa berkenalan dengan Anda, jadi Anda mau ketemu tuhan2 itu..?�
� Lho koq ketemu, saya mau melakukan penyelidikan, saya mau menyelidiki
mayat2 mereka. �
�Haahahahaha�OK, mari saya antar�
8
Dia menggandengku, aku tidak melihat wajahnya karena sangking gelapnya,
aku hanya mengikuti saja. Kadang2 kakiku tersandung pathok2 kuburan yang
rupanya bertebaran sepanjang jalan yang kulalui. Dari agak kejauhan, aku lihat
samar2 ada cahaya, dan suara orang yang sedang bercakap2 dan tertawa2.
Pintu dibuka, wow�mataku seakan2 tidak percaya apa yang dilihatnya, sebuah
caf� lengkap dengan meja pool, dart dan bar, di pojok sana ada layar tv sedang
mempertontonkan pertandingan sepak bola. Kukedipkan2 mataku, hanya
untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.
� Hey, jangan bengong. Oh ya tadi kita kenalan belum nyebutin nama, aku iblis,
ganti profesi akhir2 ini sebagai penjaga kuburan tuhan2. �
Aku menoleh, mataku terbelalak, jantungku seperti copot, selangkah aku
mundur ke belakang. Terasa celanaku agak basah, aku terkencing2 lagi
rupanya, sialan bener. Iblis ini sungguh menyeramkan, grandongnya Mak
Lampir pun masih kalah serem. Untung saja tidak dari tadi aku melihat
wajahnya, di pelataran kuburan tadi gelap sekali.
Hahahahahahahahaha�����������.!!!!!!!!!!!!!
Seluruh caf� rupanya menertawakan aku.
� Hey iblis, siapa pula yang kau bawa ini, jangan pula kau bilang hasil buruanmu
ya�hahahhahaha�.�
Iblis : � Selamat malam tuhan2 sekalian, ini perkenalkan seorang wartawan dari
Koran � Suara Alam Lain� , mau melakukan penelitian atas kematian tuhan2.
Mas Wartawan, saya perkenalkan juga tuhan2 ini kepada Anda, yang lagi main
pool itu, Khrisna dan Shang Ti. Yang duduk di bar itu Bapa, Baha�i, dan Cao Dai.
Yang di meja itu, dari yang merokok itu adalah Allah, kemudian sebelahnya
Waheguru, dan yang diujung itu Ahuramazda. Sebenarnya ada beberapa tuhan
lain, tapi mereka sedang nonton sinetron Tersanjung, jadi malam ini tidak
hadir.�
Aku : � Senang berkenalan dengan Anda2 semua. Maaf terus terang saya kaget,
saya datang untuk menemukan penyebab kematian Anda2 sekalian, tapi malah
menemukan Anda sedang kongkow di cafe. Jadi, Anda2 ini, para tuhan2,
sebenarnya tidak mati..?�
Cao Dai : � Oh tidak anak muda, kami hanya pura2 mati. Kamuflase strategis.�
Allah : �Aku memilih mati, biar tidak ada yang membelaku lagi, wong aku tidak
butuh dibela koq. Tidak ada itu perang demi agama atau demi tuhan. Yang ada
perang demi nafsu.�
Bapa : �Ya manusia goblog, sekuat apa mereka itu mau melindungi tuhan, wong
prestasi terbesarnya saja hanya menginjakkan kaki di satelit bumi yaitu bulan.
Yang pake bom hydrogen pake reaksi fusi saja tidak mampu, apalagi
senjatanya cuman clurit, parang , dan cangkul.�
9
Ahuramazda : �Ya, lebih baik manusia melupakan tuhan saja, kalau perlu
ditaruh di undang2 dasar bahwa tuhan telah mati, wong dari dulu tidak ada
bukti koq kalau tuhan itu membantu manusia, kalaupun kelihatannya
membantu, itu lebih karena sugesti atau karena kebetulan saja dapat rejeki,
trus dikaitkan begitu saja dengan tuhan. Jadi kupikir, lebih baik agama2 itu
dibubarkan saja. Nah kamu sendiri mas wartawan, kamu percaya tuhan..?�
Aku : � Aku netral saja, kalau sedetik lagi ada bukti bahwa tuhan itu ada, aku
akan percaya tuhan. Tapi bisa juga sebaliknya, jika sedetik lagi ada bukti bahwa
tuhan tidak ada, aku akan tidak percaya adanya tuhan. Aku tidak mau gegabah
percaya atau tidak percaya begitu saja. Yang pasti adalah aku tidak percaya
tuhan2 macam kalian, karena kalaupun misalnya tuhan itu ada, aku yakin
tuhan tidak seterbatas seperti kalian2 ini. Yang menurunkan kitab suci, yang
menurunkan makhluk terbaik, yang terjebak dalam sui generis, yang tidak bisa
ditempatkan dalam kompleksitas kosmos. Maaf jika menyinggung kalian, tapi
kalian tidak pantas jadi tuhan.�
Shang Ti : �Jadi kamu jelas bukan theis, tetapi bukan pula atheis, deis juga
bukan. Pantheis bukan, panentheis bukan, fideis juga bukan. Pusing deh akika,
mau loe apa dong...?�
Khrisna : � Aliran baru rupanya hahahhaha......, tapi tentang membubarkan
agama2, jangan buru2 gitu dong. Loe2 pade musti tahu men, kalau 90% lebih
manusia itu butuh simbol, butuh balasan, butuh sandaran vertikal. Nah,
mayoritas manusia yang goblog ini, yang tidak bisa berpikir merdeka, yang perlu
dogma dan aturan, yang tidak mau susah2 pusing berfilsafat, ini masih butuh
sama yang namanya agama. Punya agama itu lebih baik sebagai penuntun
mereka daripada tidak punya sama sekali. Tapi juga harus disadari, tidak
percaya tuhan alias atheis itu tidak sepenuhnya juga lepas dari penyakit sejarah
pengkultusan, gak nyembah tuhan tapi nyembah Mao, Lenin, Stalin, ato Hitler
itu sama saja bahayanya. Kecenderungan berlebihan itu memang sifat
manusia, sehingga manusia susah kadang membedakan antara kemanusiaan
dan ketuhanan. Nah mas wartawan, anda sekarang sudah tahu bahwa kami
tidak mati, anda mau apa...?�
Aku : �Lho saya sekedar mau tabayun, apakah tuhan2 ini bener2 mati. Nah
ternyata kalian ini pada belum mati, tapi manusia memang berusaha
membunuh kalian, dan celakanya yang mau membunuh itu adalah pengikut2
kalian sendiri. Nietszche, Marx, dan sayap2 kiri Hegelian saja kalah
sophisticated, karena mereka melawan agama hanya ketika agama itu korup
dan represif, menjadi legitimator dalam pertarungan antar kelas. Sedangkan
banyak umat2 beragama membunuh tuhan mereka di saat tiap hari mereka
juga menyembah2 tuhan2 itu. Reduksi atas kemahaanmu adalah pembunuhan
karakter terbesar sepanjang sejarah manusia.�
Bapa memegang gelas birnya, meneguknya berkali2. Sedangkan Allah tampak
murung dan berpikir keras. Khrisna yang dipojok manggut2 sambil sesekali
menyodok bola dengan sticknya. Shang Ti yang jadi lawan ngepool Khrisna
tampak sesekali melotot kalau nada bicaraku sudah mengganggunya.
Allah : � Nah wartawan tolol, kami memang belum mati. Kami hanya pura2
10
mati, biar manusia bisa mencerahkan diri tanpa kami. Kau jangan pula bilang
bahwa keputusan kami salah, kami para tuhan2 sudah rapat mengenai hal itu,
sudah kami pertimbangkan baik dan buruknya. Di saat science sudah cukup
maju seperti saat ini, lonceng kematian untuk tuhan2 tradisional macam kami
sudah berdentang, sebelum lonceng itu semakin keras mendayu, kami
memutuskan untuk �mati�. Tuhan2 pagan sudah mati sejak dari beratus2 tahun
lalu, sekarang giliran kami. Kami sadar sesadar-sadarnya, bahwa mayoritas
manusia masih butuh sandaran vertikal, tetapi itu tugas manusia2 tercerahkan
untuk terpanggil memberi rasionalitas dan moralitas murni makhluk tanpa
stempel tuhan. Sekali lagi karena stempel tuhan adalah hal yang paling ambigu
dan paling sering disalah gunakan.�
Aku :� Jadi, aku harus menulis apa untuk artikelku ini, apakah aku harus jujur
ataukah..�
Waheguru : � Demi kemaslahatan umat, saranku, ini hanya saran lho ya.
Beritakan apa yang dibilang Allah tadi saja, biarlah kami mati di sini. Pers bebas
menulis, sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi, dan sebagai tanggung
jawab dari kebebasan itu adalah kewajiban untuk menebarkan pencerahan2
intelektual, bukan sebagai agen propaganda kapitalis, fasis dan puritanis.�
Bapa tiba2 berjalan ke arahku, rupanya dia menawarkan bir ke aku. Gelas
cukup panjang dengan sedikit busa di puncaknya disodorkan ke aku.
Aku : � Maaf, aku tidak minum bir Bapa. Pahit banget di lidahku, bukan karena
dianggap haram atau apa lho ya. Ntar deh, kalau ada bir rasa duren aku coba
minum. �
sambung ke post 2...
</div>
Minggu lalu ada undangan takziyah, tapi seperti biasanya karena kesibukanku,
aku tidak bisa memenuhi undangan itu. Allah telah wafat, tapi itu sudah kuduga
sebelumnya, karena dia sudah lama sakit2an. Aku sendiri tidak begitu perduli,
hidup tidaknya tidak terlalu berpengaruh pada diriku.
Maka hari demi hari berlalu begitu saja, sampai hari ini. Dalam rapat redaksi di
tempat aku bekerja, aku mendapatkan tugas untuk meliput penyebab kematian
tuhan2 itu. Dari meja redaktur tadi, tugas ini harus selesai secepat mungkin,
karena deadlinenya minggu ini juga. Dasar nasib, terpaksa malam2 aku
blusukan ke kuburan khusus tuhan2. Ya aku anggap sebagai ziarah saja, toh
sejak dulu kalau ada undangan takziyah aku gak pernah datang. Bagiku
kematian adalah awal dari kehidupan baru, jadi tidak ada yang perlu dijadikan
sebab sedih hati.
Kuburan ini gelap gulita, hanya ada beberapa kunang2 yang kelap kelip di
beberapa sudut. Angin dingin mulai menusuk kulit dan tulangku, bulu kudukku
berdiri. Bukan karena aku takut hantu, tapi karena aku hanya pake kaos
oblong, sehingga ujung2 angin itu seenak jidatnya membelai pori2ku. Kubuka
pintu gerbang kuburan itu, suara besi yang sudah tua memecah keheningan.
Tengok kanan kiri, semakin serem saja kelihatannya. Kukeluarkan lampu
senter yang tadi kubawa, kunyalakan, oh tapi ternyata tidak nyala. Wah mati
aku pikirku. Ku goyang2 senter itu, sampai bunyi klothak klothak. Kunyalakan
lagi, tidak nyala juga. Wah tamat sudah riwayatku, sudah tengah malam lagi.
Bagaimana aku bisa melakukan penyelidikan penyebab matinya tuhan2 itu,
kalau senter aja aku tidak punya. Padahal peralatan lain sudah aku siapkan
semua sebenarnya, untuk penelitian forensik.
�Heh, ngapain loe di sini?�
Aku kaget bukan alang kepalang, sampai terkencing2 di celanaku. Geragapan
aku di dalam gelapnya pemakaman itu. Tiba2 ada suara tanpa rupa dan
suaranya berat, seperti orang marah.
� Eh hmm, anu, anu, saya mau melakukan penelitian tentang kematian tuhan,
saya wartawan koran �Suara Alam Lain� . Hhmm, anu kalau boleh tahu, siapa
Anda..?�
� Perkenalkan, aku penjaga kuburan ini.�
Tiba2 tanganku digenggam benda besar, aku diajak salaman rupanya. Spontan
aku goyang2kan tanganku sebagai tanda kenalan juga.
� Senang bisa berkenalan dengan Anda, jadi Anda mau ketemu tuhan2 itu..?�
� Lho koq ketemu, saya mau melakukan penyelidikan, saya mau menyelidiki
mayat2 mereka. �
�Haahahahaha�OK, mari saya antar�
8
Dia menggandengku, aku tidak melihat wajahnya karena sangking gelapnya,
aku hanya mengikuti saja. Kadang2 kakiku tersandung pathok2 kuburan yang
rupanya bertebaran sepanjang jalan yang kulalui. Dari agak kejauhan, aku lihat
samar2 ada cahaya, dan suara orang yang sedang bercakap2 dan tertawa2.
Pintu dibuka, wow�mataku seakan2 tidak percaya apa yang dilihatnya, sebuah
caf� lengkap dengan meja pool, dart dan bar, di pojok sana ada layar tv sedang
mempertontonkan pertandingan sepak bola. Kukedipkan2 mataku, hanya
untuk memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi.
� Hey, jangan bengong. Oh ya tadi kita kenalan belum nyebutin nama, aku iblis,
ganti profesi akhir2 ini sebagai penjaga kuburan tuhan2. �
Aku menoleh, mataku terbelalak, jantungku seperti copot, selangkah aku
mundur ke belakang. Terasa celanaku agak basah, aku terkencing2 lagi
rupanya, sialan bener. Iblis ini sungguh menyeramkan, grandongnya Mak
Lampir pun masih kalah serem. Untung saja tidak dari tadi aku melihat
wajahnya, di pelataran kuburan tadi gelap sekali.
Hahahahahahahahaha�����������.!!!!!!!!!!!!!
Seluruh caf� rupanya menertawakan aku.
� Hey iblis, siapa pula yang kau bawa ini, jangan pula kau bilang hasil buruanmu
ya�hahahhahaha�.�
Iblis : � Selamat malam tuhan2 sekalian, ini perkenalkan seorang wartawan dari
Koran � Suara Alam Lain� , mau melakukan penelitian atas kematian tuhan2.
Mas Wartawan, saya perkenalkan juga tuhan2 ini kepada Anda, yang lagi main
pool itu, Khrisna dan Shang Ti. Yang duduk di bar itu Bapa, Baha�i, dan Cao Dai.
Yang di meja itu, dari yang merokok itu adalah Allah, kemudian sebelahnya
Waheguru, dan yang diujung itu Ahuramazda. Sebenarnya ada beberapa tuhan
lain, tapi mereka sedang nonton sinetron Tersanjung, jadi malam ini tidak
hadir.�
Aku : � Senang berkenalan dengan Anda2 semua. Maaf terus terang saya kaget,
saya datang untuk menemukan penyebab kematian Anda2 sekalian, tapi malah
menemukan Anda sedang kongkow di cafe. Jadi, Anda2 ini, para tuhan2,
sebenarnya tidak mati..?�
Cao Dai : � Oh tidak anak muda, kami hanya pura2 mati. Kamuflase strategis.�
Allah : �Aku memilih mati, biar tidak ada yang membelaku lagi, wong aku tidak
butuh dibela koq. Tidak ada itu perang demi agama atau demi tuhan. Yang ada
perang demi nafsu.�
Bapa : �Ya manusia goblog, sekuat apa mereka itu mau melindungi tuhan, wong
prestasi terbesarnya saja hanya menginjakkan kaki di satelit bumi yaitu bulan.
Yang pake bom hydrogen pake reaksi fusi saja tidak mampu, apalagi
senjatanya cuman clurit, parang , dan cangkul.�
9
Ahuramazda : �Ya, lebih baik manusia melupakan tuhan saja, kalau perlu
ditaruh di undang2 dasar bahwa tuhan telah mati, wong dari dulu tidak ada
bukti koq kalau tuhan itu membantu manusia, kalaupun kelihatannya
membantu, itu lebih karena sugesti atau karena kebetulan saja dapat rejeki,
trus dikaitkan begitu saja dengan tuhan. Jadi kupikir, lebih baik agama2 itu
dibubarkan saja. Nah kamu sendiri mas wartawan, kamu percaya tuhan..?�
Aku : � Aku netral saja, kalau sedetik lagi ada bukti bahwa tuhan itu ada, aku
akan percaya tuhan. Tapi bisa juga sebaliknya, jika sedetik lagi ada bukti bahwa
tuhan tidak ada, aku akan tidak percaya adanya tuhan. Aku tidak mau gegabah
percaya atau tidak percaya begitu saja. Yang pasti adalah aku tidak percaya
tuhan2 macam kalian, karena kalaupun misalnya tuhan itu ada, aku yakin
tuhan tidak seterbatas seperti kalian2 ini. Yang menurunkan kitab suci, yang
menurunkan makhluk terbaik, yang terjebak dalam sui generis, yang tidak bisa
ditempatkan dalam kompleksitas kosmos. Maaf jika menyinggung kalian, tapi
kalian tidak pantas jadi tuhan.�
Shang Ti : �Jadi kamu jelas bukan theis, tetapi bukan pula atheis, deis juga
bukan. Pantheis bukan, panentheis bukan, fideis juga bukan. Pusing deh akika,
mau loe apa dong...?�
Khrisna : � Aliran baru rupanya hahahhaha......, tapi tentang membubarkan
agama2, jangan buru2 gitu dong. Loe2 pade musti tahu men, kalau 90% lebih
manusia itu butuh simbol, butuh balasan, butuh sandaran vertikal. Nah,
mayoritas manusia yang goblog ini, yang tidak bisa berpikir merdeka, yang perlu
dogma dan aturan, yang tidak mau susah2 pusing berfilsafat, ini masih butuh
sama yang namanya agama. Punya agama itu lebih baik sebagai penuntun
mereka daripada tidak punya sama sekali. Tapi juga harus disadari, tidak
percaya tuhan alias atheis itu tidak sepenuhnya juga lepas dari penyakit sejarah
pengkultusan, gak nyembah tuhan tapi nyembah Mao, Lenin, Stalin, ato Hitler
itu sama saja bahayanya. Kecenderungan berlebihan itu memang sifat
manusia, sehingga manusia susah kadang membedakan antara kemanusiaan
dan ketuhanan. Nah mas wartawan, anda sekarang sudah tahu bahwa kami
tidak mati, anda mau apa...?�
Aku : �Lho saya sekedar mau tabayun, apakah tuhan2 ini bener2 mati. Nah
ternyata kalian ini pada belum mati, tapi manusia memang berusaha
membunuh kalian, dan celakanya yang mau membunuh itu adalah pengikut2
kalian sendiri. Nietszche, Marx, dan sayap2 kiri Hegelian saja kalah
sophisticated, karena mereka melawan agama hanya ketika agama itu korup
dan represif, menjadi legitimator dalam pertarungan antar kelas. Sedangkan
banyak umat2 beragama membunuh tuhan mereka di saat tiap hari mereka
juga menyembah2 tuhan2 itu. Reduksi atas kemahaanmu adalah pembunuhan
karakter terbesar sepanjang sejarah manusia.�
Bapa memegang gelas birnya, meneguknya berkali2. Sedangkan Allah tampak
murung dan berpikir keras. Khrisna yang dipojok manggut2 sambil sesekali
menyodok bola dengan sticknya. Shang Ti yang jadi lawan ngepool Khrisna
tampak sesekali melotot kalau nada bicaraku sudah mengganggunya.
Allah : � Nah wartawan tolol, kami memang belum mati. Kami hanya pura2
10
mati, biar manusia bisa mencerahkan diri tanpa kami. Kau jangan pula bilang
bahwa keputusan kami salah, kami para tuhan2 sudah rapat mengenai hal itu,
sudah kami pertimbangkan baik dan buruknya. Di saat science sudah cukup
maju seperti saat ini, lonceng kematian untuk tuhan2 tradisional macam kami
sudah berdentang, sebelum lonceng itu semakin keras mendayu, kami
memutuskan untuk �mati�. Tuhan2 pagan sudah mati sejak dari beratus2 tahun
lalu, sekarang giliran kami. Kami sadar sesadar-sadarnya, bahwa mayoritas
manusia masih butuh sandaran vertikal, tetapi itu tugas manusia2 tercerahkan
untuk terpanggil memberi rasionalitas dan moralitas murni makhluk tanpa
stempel tuhan. Sekali lagi karena stempel tuhan adalah hal yang paling ambigu
dan paling sering disalah gunakan.�
Aku :� Jadi, aku harus menulis apa untuk artikelku ini, apakah aku harus jujur
ataukah..�
Waheguru : � Demi kemaslahatan umat, saranku, ini hanya saran lho ya.
Beritakan apa yang dibilang Allah tadi saja, biarlah kami mati di sini. Pers bebas
menulis, sebagai bagian tak terpisahkan dari demokrasi, dan sebagai tanggung
jawab dari kebebasan itu adalah kewajiban untuk menebarkan pencerahan2
intelektual, bukan sebagai agen propaganda kapitalis, fasis dan puritanis.�
Bapa tiba2 berjalan ke arahku, rupanya dia menawarkan bir ke aku. Gelas
cukup panjang dengan sedikit busa di puncaknya disodorkan ke aku.
Aku : � Maaf, aku tidak minum bir Bapa. Pahit banget di lidahku, bukan karena
dianggap haram atau apa lho ya. Ntar deh, kalau ada bir rasa duren aku coba
minum. �
sambung ke post 2...
</div>