somaybandung
27th May 2012, 03:35 PM
Siapakah Sinta Ridwan ? Saya yakin belum banyak orang yang mengenal nama itu.
http://i583.photobucket.com/albums/ss280/masae/sintaridwan.jpg
Sinta bukanlah seorang selebritis, pesohor, atau public figur yang punya influence dan sangat populer di tengah masyarakat. Sinta hanyalah seorang mojang bandung berusia 26 tahun, seorang pengajar aksara sunda kuno, seorang penulis Novel, yang juga seorang penderita Lupus (jujur, sebetulnya saya tidak ingin menuliskan sedikitpun mengenai apa yang ia derita).
Sinta memperoleh gelar master dari Universitas Padjadjaran bandung jurusan Filiologi. Sebuah jurusan yang relatif tidak banyak dipilih oleh mahasiswa-mahasiswa muda belakangan ini. Inilah yang akhirnya menggiring Sinta pada deretan aksara-aksara kuno yang menjadi spesialisasinya.
Dengan knowledge, kebesaran hati, dan semangatnya tanpa batas yang ditunjukannya, sosok Sinta yang jenaka, berhasil menarik perhatian para seniman musik cadas di Bandung yang akhirnya membantu Sinta bersama-sama mendirikan suatu kelas terbuka yang berlokasi di Gedung Indonesia Menggugat Jalan Peritis Kemerdakaan Bandung. Kelas yang didirikan tidak hanya bertujuan untuk menjaga dan melestarikan aksara sunda kuno saja, tetapi juga diajarkan kepada khalayak ramai yang semuanya dilakukan secara gratis. Luar biasa !
Kelas yang dia dirikan dari tahun 2009 ini kini memiliki kurang lebih 200 siswa yang terdiri dari berbagai kalangan, baik mahasiswa, komunitas metal, anak-anak sekolah, bahkan tidak sedikit masyarakat umum ikut menimba ilmu dikelasnya. Suatu hal yang luar biasa ditengah kondisi bangsa kita yang memprihatinkan, dikala mereka yang diatas pada sibuk berebut, ternyata masih ada juga yang sibuk berbagi :)
http://n9neo.files.wordpress.com/2010/04/aksara-sunda-kuno-tak-akan-hilang.jpg
Sejujurnya atensi terbesar saya pada seorang Sinta adalah pada kepribadiannya yang tersembunyi dibalik sosoknya yang polos, riang dan jenaka. Jujur baru kali ini saya melihat sosok gadis yang sekilas terlihat rapuh ternyata mampu memancarkan semangat hidup yang luar biasa besar.
Apa yang Sinta rasakan sebagai seorang penderita Lupus Sinta ceritakan di Novelnya yang berjudul �Berteman Dengan Kematian�. Sebuah gambaran pemberontakan dari seorang penderita Lupus yang meyakini bahwa sesungguhnya obat paling mujarab baginya bukanlah obat-obatan klinis melainkan senyum dan kebahagiaan
http://4.bp.blogspot.com/-adKqJ_t_NOI/TeHqfdtXDhI/AAAAAAAAAGc/yazG_kMSUCI/s1600/lupus.jpg
Dan perjuangan Sinta belum berakhir sampai disana. Sinta masih memiliki cita-cita untuk membangun sebuah museum digital yang akan mengarsip seluruh aksara-aksara kuno yang tersebar di Indonesia. Dengan adanya suatu ensiklopedi yang berbentuk digital, Sinta berharap masyakarat luas dapat dengan mudah mengakses ragam aksara kuno yang tersebar di seluruh nusantara, menjaganya, dan melestarikannya agar tidak punah.
Sinta adalah �cita-cita� dan aksara kuno adalah �kepribadian�, dua hal yang tidak akan terpisahkan.
Sebuah cerita singkat yang inspiratif
God bless Sinta, Indonesia proud !
</div>
http://i583.photobucket.com/albums/ss280/masae/sintaridwan.jpg
Sinta bukanlah seorang selebritis, pesohor, atau public figur yang punya influence dan sangat populer di tengah masyarakat. Sinta hanyalah seorang mojang bandung berusia 26 tahun, seorang pengajar aksara sunda kuno, seorang penulis Novel, yang juga seorang penderita Lupus (jujur, sebetulnya saya tidak ingin menuliskan sedikitpun mengenai apa yang ia derita).
Sinta memperoleh gelar master dari Universitas Padjadjaran bandung jurusan Filiologi. Sebuah jurusan yang relatif tidak banyak dipilih oleh mahasiswa-mahasiswa muda belakangan ini. Inilah yang akhirnya menggiring Sinta pada deretan aksara-aksara kuno yang menjadi spesialisasinya.
Dengan knowledge, kebesaran hati, dan semangatnya tanpa batas yang ditunjukannya, sosok Sinta yang jenaka, berhasil menarik perhatian para seniman musik cadas di Bandung yang akhirnya membantu Sinta bersama-sama mendirikan suatu kelas terbuka yang berlokasi di Gedung Indonesia Menggugat Jalan Peritis Kemerdakaan Bandung. Kelas yang didirikan tidak hanya bertujuan untuk menjaga dan melestarikan aksara sunda kuno saja, tetapi juga diajarkan kepada khalayak ramai yang semuanya dilakukan secara gratis. Luar biasa !
Kelas yang dia dirikan dari tahun 2009 ini kini memiliki kurang lebih 200 siswa yang terdiri dari berbagai kalangan, baik mahasiswa, komunitas metal, anak-anak sekolah, bahkan tidak sedikit masyarakat umum ikut menimba ilmu dikelasnya. Suatu hal yang luar biasa ditengah kondisi bangsa kita yang memprihatinkan, dikala mereka yang diatas pada sibuk berebut, ternyata masih ada juga yang sibuk berbagi :)
http://n9neo.files.wordpress.com/2010/04/aksara-sunda-kuno-tak-akan-hilang.jpg
Sejujurnya atensi terbesar saya pada seorang Sinta adalah pada kepribadiannya yang tersembunyi dibalik sosoknya yang polos, riang dan jenaka. Jujur baru kali ini saya melihat sosok gadis yang sekilas terlihat rapuh ternyata mampu memancarkan semangat hidup yang luar biasa besar.
Apa yang Sinta rasakan sebagai seorang penderita Lupus Sinta ceritakan di Novelnya yang berjudul �Berteman Dengan Kematian�. Sebuah gambaran pemberontakan dari seorang penderita Lupus yang meyakini bahwa sesungguhnya obat paling mujarab baginya bukanlah obat-obatan klinis melainkan senyum dan kebahagiaan
http://4.bp.blogspot.com/-adKqJ_t_NOI/TeHqfdtXDhI/AAAAAAAAAGc/yazG_kMSUCI/s1600/lupus.jpg
Dan perjuangan Sinta belum berakhir sampai disana. Sinta masih memiliki cita-cita untuk membangun sebuah museum digital yang akan mengarsip seluruh aksara-aksara kuno yang tersebar di Indonesia. Dengan adanya suatu ensiklopedi yang berbentuk digital, Sinta berharap masyakarat luas dapat dengan mudah mengakses ragam aksara kuno yang tersebar di seluruh nusantara, menjaganya, dan melestarikannya agar tidak punah.
Sinta adalah �cita-cita� dan aksara kuno adalah �kepribadian�, dua hal yang tidak akan terpisahkan.
Sebuah cerita singkat yang inspiratif
God bless Sinta, Indonesia proud !
</div>