tahugejrot
27th May 2012, 03:33 PM
http://i1237.photobucket.com/albums/ff478/nangdoc/hindari.jpg
ilustrasi
TRIBUNJAMBI.COM - Baik istri maupun suami bisa mengalaminya. Harus segera diupayakan pengobatan jika tak ingin hubungan jadi dingin.
Pada wanita, terang DR. Gerard Paat, MPH., penyebabnya lebih karena faktor psikis, yakni ada penolakan terhadap hubungan intim itu sendiri secara umum maupun terhadap pasangan semisal sedang ngambek, bahkan benci pada suami yang mungkin galak atau suka main pukul dan sejenisnya.
Akibat penolakan tersebut muncul semacam penyempitan vagina yang terjadi secara otomatis dan membuat penetrasi terasa sakit. "Jika penyempitan yang ditandai kejang-kejang vagina ini tergolong berat, penis akan terjepit di dalam vagina dan baru bisa dikeluarkan oleh dokter dengan pengobatan narkosa atau colok dubur," tutur seksolog dari Biro Konsultasi Kesejahteraan Keluarga RS St. Carolus, Jakarta, ini.
Sedangkan penyebab yang bersifat fisik, ada radang akibat jamur yang diperparah infeksi kuman/bakteri pada vagina, disebut vaginistis. Keluhan ini biasanya ditandai gejala rasa panas, perih, dan tak nyaman yang akan meningkat saat persetubuhan. Keluhan makin menghebat jika infeksi atau peradangan itu disebabkan penyakit kelamin semisal kencing nanah.
Penyebab lain yang juga bersifat fisik, rasa sakit akibat vagina kering pada wanita purna menopause yang mengalami atrofi (penyusutan salah satu organ semisal sel, jaringan).
KURANG HIGIENIS
Beda dengan pria, penyebabnya melulu aspek fisik. "Bila karena psikis, yang umum terjadi adalah tak bisa ereksi. Kalau sudah begini, tak mungkin bisa penetrasi," jelas Gerard.
Biasanya, dyspareunia atau sakit saat berhubungan intim yang dialami pria, disebabkan ada perlukaan pada alat kelamin akibat lecet atau gangguan herpes genitalis yang hilang-timbul. "Di saat mau muncul, bisul-bisul yang ada di alat kelamin akan menimbulkan rasa sakit yang amat sangat ketika berhubungan seksual."
Penyebab lain, phymosis, tapi kejadiannya hanya pada pria yang tak disunat. Bila kurang higienis, prepotium atau kulit kepala penis akan menempel akibat penumpukan kotoran. Hingga, saat berhubungan, prepotium akan tertarik dan akhirnya menimbulkan rasa sakit.
Apa pun penyebabnya, dyspareunia harus diatasi dan diupayakan pengobatannya. Soalnya, hubungan intim yang normal sama sekali tak menimbulkan rasa sakit pada kedua belah pihak. Sekalipun dalam keseharian di vagina terdapat jamur dan bakteri yang bersifat apatogen alias tak mengganggu atau tak menyebabkan penyakit. Hanya saja di saat-saat tertentu, seperti kondisi tubuh tak prima atau daya tahan menurun, bisa saja kuman-kuman itu berubah jadi patogen. Sebabnya, di saat demikian tak ada lagi keseimbangan antara asam dan basa. Kelewat basa atau asam inilah yang kemudian memicu kuman jadi patogen.
"PUASA" SEMENTARA
Jika dyspareunia tak segera diatasi atau didiamkan berlarut-larut tanpa upaya pengobatan, menurut Gerard, akan membuat pasangan ogah berintim-intim. Jikapun dipaksakan, akan terasa makin sakit, hingga membuat yang bersangkutan maupun pasangannya jadi jengah dan akhirnya berbuntut pada keengganan.
Tentunya, selama menjalani pengobatan atau menunggu proses penyembuhan, suami-istri diminta "berpuasa" untuk waktu tertentu. Bukankah bila sedang sakit memang tak boleh berintim-intim untuk mencegah penularan? Meskipun ada yang tak menularkan semisal infeksi jamur, tapi biasanya menyebabkan gatal.
Namun Gerard minta, jangan sampai keluhan dyspareunia pada salah satu pihak dipakai oleh pihak yang lain sebagai alasan untuk cari "ban serep" alias pembenaran berselingkuh.
"Itu cara berpikir yang dangkal!" tegasnya. Sebagai manusia, lanjutnya, kita punya moral dan sistem nilai. "Harus ada semangat berkorban disertai pengendalian diri, dong!" Itu sebab, anjurnya, suami menemani istrinya berobat, bukan malah menambah masalah baru dengan "jajan" di luaran. Tanpa semangat berkorban dan pengendalian diri, terangnya, perkimpoian bakal hancur. Lagi pula, "berpuasa"nya juga enggak lama, kok, rata-rata cuma seminggu. Jadi, kenapa tidak? Toh, demi kebaikan bersama. Iya, kan, Bu-Pak?
Sumber (http://jambi.tribunnews.com/2011/05/30/nyeri-saat-berintim-intim-ada-apa)
</div>
ilustrasi
TRIBUNJAMBI.COM - Baik istri maupun suami bisa mengalaminya. Harus segera diupayakan pengobatan jika tak ingin hubungan jadi dingin.
Pada wanita, terang DR. Gerard Paat, MPH., penyebabnya lebih karena faktor psikis, yakni ada penolakan terhadap hubungan intim itu sendiri secara umum maupun terhadap pasangan semisal sedang ngambek, bahkan benci pada suami yang mungkin galak atau suka main pukul dan sejenisnya.
Akibat penolakan tersebut muncul semacam penyempitan vagina yang terjadi secara otomatis dan membuat penetrasi terasa sakit. "Jika penyempitan yang ditandai kejang-kejang vagina ini tergolong berat, penis akan terjepit di dalam vagina dan baru bisa dikeluarkan oleh dokter dengan pengobatan narkosa atau colok dubur," tutur seksolog dari Biro Konsultasi Kesejahteraan Keluarga RS St. Carolus, Jakarta, ini.
Sedangkan penyebab yang bersifat fisik, ada radang akibat jamur yang diperparah infeksi kuman/bakteri pada vagina, disebut vaginistis. Keluhan ini biasanya ditandai gejala rasa panas, perih, dan tak nyaman yang akan meningkat saat persetubuhan. Keluhan makin menghebat jika infeksi atau peradangan itu disebabkan penyakit kelamin semisal kencing nanah.
Penyebab lain yang juga bersifat fisik, rasa sakit akibat vagina kering pada wanita purna menopause yang mengalami atrofi (penyusutan salah satu organ semisal sel, jaringan).
KURANG HIGIENIS
Beda dengan pria, penyebabnya melulu aspek fisik. "Bila karena psikis, yang umum terjadi adalah tak bisa ereksi. Kalau sudah begini, tak mungkin bisa penetrasi," jelas Gerard.
Biasanya, dyspareunia atau sakit saat berhubungan intim yang dialami pria, disebabkan ada perlukaan pada alat kelamin akibat lecet atau gangguan herpes genitalis yang hilang-timbul. "Di saat mau muncul, bisul-bisul yang ada di alat kelamin akan menimbulkan rasa sakit yang amat sangat ketika berhubungan seksual."
Penyebab lain, phymosis, tapi kejadiannya hanya pada pria yang tak disunat. Bila kurang higienis, prepotium atau kulit kepala penis akan menempel akibat penumpukan kotoran. Hingga, saat berhubungan, prepotium akan tertarik dan akhirnya menimbulkan rasa sakit.
Apa pun penyebabnya, dyspareunia harus diatasi dan diupayakan pengobatannya. Soalnya, hubungan intim yang normal sama sekali tak menimbulkan rasa sakit pada kedua belah pihak. Sekalipun dalam keseharian di vagina terdapat jamur dan bakteri yang bersifat apatogen alias tak mengganggu atau tak menyebabkan penyakit. Hanya saja di saat-saat tertentu, seperti kondisi tubuh tak prima atau daya tahan menurun, bisa saja kuman-kuman itu berubah jadi patogen. Sebabnya, di saat demikian tak ada lagi keseimbangan antara asam dan basa. Kelewat basa atau asam inilah yang kemudian memicu kuman jadi patogen.
"PUASA" SEMENTARA
Jika dyspareunia tak segera diatasi atau didiamkan berlarut-larut tanpa upaya pengobatan, menurut Gerard, akan membuat pasangan ogah berintim-intim. Jikapun dipaksakan, akan terasa makin sakit, hingga membuat yang bersangkutan maupun pasangannya jadi jengah dan akhirnya berbuntut pada keengganan.
Tentunya, selama menjalani pengobatan atau menunggu proses penyembuhan, suami-istri diminta "berpuasa" untuk waktu tertentu. Bukankah bila sedang sakit memang tak boleh berintim-intim untuk mencegah penularan? Meskipun ada yang tak menularkan semisal infeksi jamur, tapi biasanya menyebabkan gatal.
Namun Gerard minta, jangan sampai keluhan dyspareunia pada salah satu pihak dipakai oleh pihak yang lain sebagai alasan untuk cari "ban serep" alias pembenaran berselingkuh.
"Itu cara berpikir yang dangkal!" tegasnya. Sebagai manusia, lanjutnya, kita punya moral dan sistem nilai. "Harus ada semangat berkorban disertai pengendalian diri, dong!" Itu sebab, anjurnya, suami menemani istrinya berobat, bukan malah menambah masalah baru dengan "jajan" di luaran. Tanpa semangat berkorban dan pengendalian diri, terangnya, perkimpoian bakal hancur. Lagi pula, "berpuasa"nya juga enggak lama, kok, rata-rata cuma seminggu. Jadi, kenapa tidak? Toh, demi kebaikan bersama. Iya, kan, Bu-Pak?
Sumber (http://jambi.tribunnews.com/2011/05/30/nyeri-saat-berintim-intim-ada-apa)
</div>