baksourat
27th May 2012, 03:33 PM
Kota solo salah satu kota di Indonesia yang berupaya melakukan pencitraan untuk mewujudkan identitas kota. Secara angka, anggaran untuk pencitraan kota solo bisa dibilang cukup fenomenal. Namun setidaknya saat ini masyarakat solo merasakan adanya signal pertumbuhan ekonomi dan gairah masyarakat solo yang mungkin bisa disebutkan sebagai tumbuhnya psikologi kota yang lebih sehat.
Aneka festival jalanan, pertunjukan seni publik merupakan upaya yang ditengarai berhasil membangun psikologi kota yang sehat. Demikian pula upaya membangun taman dan area pedestrian di beberapa lokasi. Dalam beberapa agenda tersebut terdapat sisi positif, namun pada beberapa hal harus dilakukan perbaikan untuk mereduksi dampak yang kurang diharapkan.
Visi walikota untuk menghadirkan solo masa lalu sebagai solo masa kini yang sudah dicanangkan pada periode pemerintahan yang pertama kemarin cukup menarik dan mendapatkan apresiasi positif dari berbagai kalangan. Meskipun sampai saat ini, visi tersebut belum berhasil mewujud sepenuhnya ditengah masyarakat Kota Solo. Hal yang layak untuk dikoreksi adalah kecenderungan mengaplikasikan solo masa lalu dalam arti sesuatu yang terhitung dalam skala besar seperti menghadirkan kampung batik, mengembalikan sarana (ruang) publik yang pernah ada pada masa lalu dan lain sebagainya.
�Masa lalu yang lebih sederhana� seringkali terlewat karena agenda menghadirkan masa lalu dalam skala besar. Salah satu contoh masa lalu yang lebih sederhana adalah menghadirkan kembali sejarah lokal yang sebenarnya sesuatu yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Misalnya situs dan mitos dibeberapa lokasi, sejarah terbentuknya nama kampung, nama jalan yang menunjukkan ke khasan kota kuno dan lain sebagainya. Disebabkan derasnya arus informasi, hal sederhana tersebut secara perlahan mulai hilang dan hampir saja dilupakan.
Sejarah Lokal Pada Nama Jalan
Nama jalan juga sesuatu yang cukup sederhana. Sehingga nama jalan yang digunakan pada masa lalu bisa kita sebut sebagai masa lalu yang sederhana. Nama jalan seringkali hanya bermakna sebagai sebuah nama penanda. Fungsi utamanya hanya menjadi penanda keberadaan lokasi atau alamat. Sehingga pemilihan nama untuk sebuah ruas jalan seringkali tidak memakai pedoman dan makna tertentu. Terkadang pemberian nama jalan hanya disesuaikan dengan nama nama jalan yang ada disekelilingnya atau dilihat dari posisi strategis atau tidaknya suatu jalan. Banyak pilihan nama, namun nama pahlawan nasional paling sering kita temui digunakan untuk memberi nama jalan. Sehingga kita sering menjumpai nama jalan yang sama pada beberapa kota yang berbeda.
Dibeberapa kota, kita sering menjumpai juga nama jalan yang khas. Kekhasannya terletak pada penyandaran pemilihan nama pada peristiwa, sejarah lokal atau tokoh yang penting dan terkait dengan kota tertentu. Di Solo terdapat beberapa nama jalan semacam itu. Misalnya saja ruas jalan paling strategis yang dikenal dengan Jalan Slamet Riyadi, barangkali hanya Solo yang menggunakan Slamet Riyadi sebagai nama jalan utama. Nama Slamet Riyadi sendiri diambil dari nama komandan tentara pelajar yang berasal dari Solo saat perang kemerdekaan. Nama lainnya seperti Yosodipuro, RM Said, Ronggowarsito adalah juga beberapa nama yang cukup khas yang diambil dari nama tokoh penting yang terkait dengan perkembangan Solo. Sangat disayangkan apabila nama Jalan yang menggunkan nama tokoh yang terkait dengan sejarah lokal diganti dengan alasan lebih mengutamakan nama pahlawan nasional.
Misalnya saja Ruas Jalan di sebelah barat masjid Agung yang semula bernama Jalan Kyai Misbach diganti dengan nama Jalan Wakhid Hasyim. Kiranya nama tokoh Kyai Misbach, salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan yang dulu tinggal di sekitar komplek Masjid Agung lebih terasa Solonya dibanding KH Wakhid Hasyim. Sejarah Kyai Misbach sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan melalui Serikat islam tercatat dengan baik dalam deretan panjang sejarah dan sebagai salah satu legenda pergerakan indonesia.
Pemberian nama jalan barangkali lebih tepat bila dijadikan sebuah penanda keberadaan sejarah lokal, sehingga terdapat unsur yang cukup khas dan menghadirkan masa lalu dalam nuansa yang lebih sederhana. Beberapa tahun yang lalu nama-nama jalan di Kota Solo didominasi nama jalan yang khas. Seperti nama Jalan Sidomukti, Jalan Citropuran, Secoyudan, Jalan Teposanan, Turisasi, Jalan Gumuk, Jalan Kabangan, Jalan Kyai Misbach dan beberapa nama jalan lain adalah nama ruas jalan yang kemudian dirubah dengan nama pahlawan nasional yang lebih populer. Beberapa nama yang khas lainnya adalah pemberian nama jalan berdasakan nama kampung yang ada disekitar jalan. Misalnya saja jalan di dekat kepatihan (jalur menuju Ngemplak), lebih dikenal dengan nama Jalan Windu Ngemplak dan bukan Jalan Tentara Pelajar sebagaimana sekarang. Jalan yang melalui Kandang Sapi, lebih dikenal dengan nama Jalan Kandangsapi dan Bukan Jalan Brigjen Katamso.
Hingga saat ini masyarakat Solo sendiri lebih biasa dengan menyebut nama kampung daripada nama nama jalan. Bagi kebanyakan orang Solo, nama Teposanan tetap lebih popular daripada nama Jalan Kebangkitan Nasional yang berada di sebelah selatan Komplek Sriwedari.
Dari sudut pandang sejarah lokal, sebenarnya lebih menguntungkan apabila menggunakan nama jalan yang khas dibanding menggunakan nama jalan generik yang digunakan hampir di setiap nama jalan di beberapa kota sebagaimana nama pahlawan nasional.
Pemahaman sejarah lokal memiliki makna yang cukup penting. Letak pentingnya adalah pada kepemilikan ingatan kolektif yang sama pada masyarakatnya. Namun nampaknya saat ini sejarah lokal tidak memiliki ruang yang cukup untuk tumbuh. Keberadaanya yang selalu menempel pada cerita rakyat dan cerita dari mulut kemulut tergerus oleh arus informasi yang padat. Lebih hebatnya, situs yang menandakan sejarah lokal yang dalam fisiknya berupa benda peninggalan masa lampu juga tidak mendapatkan perlindungan yang cukup meskipun telah terdapat undang undang cagar budaya.
Mengembalikan nama ruas jalan pada masa lalu yang lebih menonjolkan unsur khas, masa lalu dan makna lokalitas cukup menarik untuk dilakukan. Pemberian nama jalan yang khas dan memiliki referensi pada penggunaan sejarah Lokal lebih menjadikan warga kota merasa memiliki dan hadir secara utuh ditiap ruas jalan yang dilalui. Memori kolektif pada nama jalan dan mambangun psikologi kota yang lebih baik.
Masa lalu yang sederhana seringkali dilupakan dan digantikan oleh sesuatu yang baru yang seringkali berjarak dengan konteks sosial dan sejarah lokal. Meskipun masa lalu tersebut sudah menjadi salah satu identitas kota. Nama jalan dimasa lalu merupakan identitas kota yang barangkali saja hampir dilupakan.
[/spoiler][spoiler=open this] for Pesen TS:
Sekian thread dari ane, Semoga bermanfaat bagi agan semua http://static.kaskus.co.id/images/smilies/s_sm_peace.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/s_sm_smile.gif
[/quote][quote]
Sumber (http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2012/04/29/sejarah-lokal-pada-nama-jalan/)
http://fc06.deviantart.net/fs71/f/2009/356/3/9/rate5_gan_by_pakto.gif
Hargai TS dengan :melon::melon::melon:
Mohon jangan di :cabendan:
</div>
Aneka festival jalanan, pertunjukan seni publik merupakan upaya yang ditengarai berhasil membangun psikologi kota yang sehat. Demikian pula upaya membangun taman dan area pedestrian di beberapa lokasi. Dalam beberapa agenda tersebut terdapat sisi positif, namun pada beberapa hal harus dilakukan perbaikan untuk mereduksi dampak yang kurang diharapkan.
Visi walikota untuk menghadirkan solo masa lalu sebagai solo masa kini yang sudah dicanangkan pada periode pemerintahan yang pertama kemarin cukup menarik dan mendapatkan apresiasi positif dari berbagai kalangan. Meskipun sampai saat ini, visi tersebut belum berhasil mewujud sepenuhnya ditengah masyarakat Kota Solo. Hal yang layak untuk dikoreksi adalah kecenderungan mengaplikasikan solo masa lalu dalam arti sesuatu yang terhitung dalam skala besar seperti menghadirkan kampung batik, mengembalikan sarana (ruang) publik yang pernah ada pada masa lalu dan lain sebagainya.
�Masa lalu yang lebih sederhana� seringkali terlewat karena agenda menghadirkan masa lalu dalam skala besar. Salah satu contoh masa lalu yang lebih sederhana adalah menghadirkan kembali sejarah lokal yang sebenarnya sesuatu yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Misalnya situs dan mitos dibeberapa lokasi, sejarah terbentuknya nama kampung, nama jalan yang menunjukkan ke khasan kota kuno dan lain sebagainya. Disebabkan derasnya arus informasi, hal sederhana tersebut secara perlahan mulai hilang dan hampir saja dilupakan.
Sejarah Lokal Pada Nama Jalan
Nama jalan juga sesuatu yang cukup sederhana. Sehingga nama jalan yang digunakan pada masa lalu bisa kita sebut sebagai masa lalu yang sederhana. Nama jalan seringkali hanya bermakna sebagai sebuah nama penanda. Fungsi utamanya hanya menjadi penanda keberadaan lokasi atau alamat. Sehingga pemilihan nama untuk sebuah ruas jalan seringkali tidak memakai pedoman dan makna tertentu. Terkadang pemberian nama jalan hanya disesuaikan dengan nama nama jalan yang ada disekelilingnya atau dilihat dari posisi strategis atau tidaknya suatu jalan. Banyak pilihan nama, namun nama pahlawan nasional paling sering kita temui digunakan untuk memberi nama jalan. Sehingga kita sering menjumpai nama jalan yang sama pada beberapa kota yang berbeda.
Dibeberapa kota, kita sering menjumpai juga nama jalan yang khas. Kekhasannya terletak pada penyandaran pemilihan nama pada peristiwa, sejarah lokal atau tokoh yang penting dan terkait dengan kota tertentu. Di Solo terdapat beberapa nama jalan semacam itu. Misalnya saja ruas jalan paling strategis yang dikenal dengan Jalan Slamet Riyadi, barangkali hanya Solo yang menggunakan Slamet Riyadi sebagai nama jalan utama. Nama Slamet Riyadi sendiri diambil dari nama komandan tentara pelajar yang berasal dari Solo saat perang kemerdekaan. Nama lainnya seperti Yosodipuro, RM Said, Ronggowarsito adalah juga beberapa nama yang cukup khas yang diambil dari nama tokoh penting yang terkait dengan perkembangan Solo. Sangat disayangkan apabila nama Jalan yang menggunkan nama tokoh yang terkait dengan sejarah lokal diganti dengan alasan lebih mengutamakan nama pahlawan nasional.
Misalnya saja Ruas Jalan di sebelah barat masjid Agung yang semula bernama Jalan Kyai Misbach diganti dengan nama Jalan Wakhid Hasyim. Kiranya nama tokoh Kyai Misbach, salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan yang dulu tinggal di sekitar komplek Masjid Agung lebih terasa Solonya dibanding KH Wakhid Hasyim. Sejarah Kyai Misbach sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan melalui Serikat islam tercatat dengan baik dalam deretan panjang sejarah dan sebagai salah satu legenda pergerakan indonesia.
Pemberian nama jalan barangkali lebih tepat bila dijadikan sebuah penanda keberadaan sejarah lokal, sehingga terdapat unsur yang cukup khas dan menghadirkan masa lalu dalam nuansa yang lebih sederhana. Beberapa tahun yang lalu nama-nama jalan di Kota Solo didominasi nama jalan yang khas. Seperti nama Jalan Sidomukti, Jalan Citropuran, Secoyudan, Jalan Teposanan, Turisasi, Jalan Gumuk, Jalan Kabangan, Jalan Kyai Misbach dan beberapa nama jalan lain adalah nama ruas jalan yang kemudian dirubah dengan nama pahlawan nasional yang lebih populer. Beberapa nama yang khas lainnya adalah pemberian nama jalan berdasakan nama kampung yang ada disekitar jalan. Misalnya saja jalan di dekat kepatihan (jalur menuju Ngemplak), lebih dikenal dengan nama Jalan Windu Ngemplak dan bukan Jalan Tentara Pelajar sebagaimana sekarang. Jalan yang melalui Kandang Sapi, lebih dikenal dengan nama Jalan Kandangsapi dan Bukan Jalan Brigjen Katamso.
Hingga saat ini masyarakat Solo sendiri lebih biasa dengan menyebut nama kampung daripada nama nama jalan. Bagi kebanyakan orang Solo, nama Teposanan tetap lebih popular daripada nama Jalan Kebangkitan Nasional yang berada di sebelah selatan Komplek Sriwedari.
Dari sudut pandang sejarah lokal, sebenarnya lebih menguntungkan apabila menggunakan nama jalan yang khas dibanding menggunakan nama jalan generik yang digunakan hampir di setiap nama jalan di beberapa kota sebagaimana nama pahlawan nasional.
Pemahaman sejarah lokal memiliki makna yang cukup penting. Letak pentingnya adalah pada kepemilikan ingatan kolektif yang sama pada masyarakatnya. Namun nampaknya saat ini sejarah lokal tidak memiliki ruang yang cukup untuk tumbuh. Keberadaanya yang selalu menempel pada cerita rakyat dan cerita dari mulut kemulut tergerus oleh arus informasi yang padat. Lebih hebatnya, situs yang menandakan sejarah lokal yang dalam fisiknya berupa benda peninggalan masa lampu juga tidak mendapatkan perlindungan yang cukup meskipun telah terdapat undang undang cagar budaya.
Mengembalikan nama ruas jalan pada masa lalu yang lebih menonjolkan unsur khas, masa lalu dan makna lokalitas cukup menarik untuk dilakukan. Pemberian nama jalan yang khas dan memiliki referensi pada penggunaan sejarah Lokal lebih menjadikan warga kota merasa memiliki dan hadir secara utuh ditiap ruas jalan yang dilalui. Memori kolektif pada nama jalan dan mambangun psikologi kota yang lebih baik.
Masa lalu yang sederhana seringkali dilupakan dan digantikan oleh sesuatu yang baru yang seringkali berjarak dengan konteks sosial dan sejarah lokal. Meskipun masa lalu tersebut sudah menjadi salah satu identitas kota. Nama jalan dimasa lalu merupakan identitas kota yang barangkali saja hampir dilupakan.
[/spoiler][spoiler=open this] for Pesen TS:
Sekian thread dari ane, Semoga bermanfaat bagi agan semua http://static.kaskus.co.id/images/smilies/s_sm_peace.gifhttp://static.kaskus.co.id/images/smilies/s_sm_smile.gif
[/quote][quote]
Sumber (http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2012/04/29/sejarah-lokal-pada-nama-jalan/)
http://fc06.deviantart.net/fs71/f/2009/356/3/9/rate5_gan_by_pakto.gif
Hargai TS dengan :melon::melon::melon:
Mohon jangan di :cabendan:
</div>