kumisfauzi
27th May 2012, 03:31 PM
Dinar dirham pernah berjaya di Indonesia lebih dari 600 tahun, jejaknya dapat kita saksikan di Museum Bank Indonesia.
Museum Bank IndonesiaPada abad ke-17, di Belanda 17 orang konglomerat Yahudi (Heren XVII) mendirikan VOC pada tahun 1602, dan Bank Sentral Amsterdam tahun 1609, kedua kompani ini untuk menjajah Nusantara yang dihuni oleh kaum muslimin. Dengan VOC, Yahudi menggunakan pembantunya - orang Belanda - menundukan para Sulthan dan bangsawan lokal, dan mulai menghapus adat budaya tradisi bangsa kita, yaitu hukum Islam dan tulisan Arab Melayu yang saat itu merukunkan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Dinar dirham merupakan bagian dari adat dan budaya tradisi bangsa Indonesia juga. Rupiah adalah sebutan untuk mata uang emas perak yang diterbitkan di Pulau Jawa oleh Kerajaan Mataram Islam, yaitu istilah lain untuk menyebut dinar dirham, agar dapat membedakan koin dinar dirham Kerajaan Aceh maupun Kerajaan Gowa.
Karena mereka (para sulthan dan bangsawan) mengakui kedaulatan Khalifah Utsmaniyah, terpasang bendera Bulan Sabit Bintang berwarna merah pada setiap kapal perang maupun kapal dagang. VOC perlahan-lahan mengganti tradisi ini dengan menghidupkan kembali budaya klenik perdukunan melalui sulthan dan bangsawan yang telah bertekuk lutut. Selanjutnya generasi priyai ini diajarkan nasinolisme sempit kesukuan. VOC adalah aktor kapitalisme pertama di dunia, yang merupakan modal pertama bagi Yahudi untuk menghimpun kekayaan dan kekuasaan.
Kemudian VOC menarik dinar dirham dari masyarakat, menukarnya dengan gulden perak dan gulden surat (uang kertas VOC). Namun usaha ini kurang berhasil dan memerlukan waktu ratusan tahun, karena kaum alit (rakyat jelata) lebih menyukai dinar dirham asli Nusantara, karena ada tulisan Arabnya. Maka Yahudi, menerbitkan koin dirham VOC bertuliskan aksara Arab. Setelah diterima luas, Bank Sentral saat itu, De Javasche Bank (sekarang BI) menariknya dan mengedarkan gulden bank. Sejak saat itulah budaya uang kertas berbasis Riba diperkenalkan pada abad ke 19. Perlahan masyarakat dibiasakan berinteraksi dengan para rentenir, yang kini kian terhormat dan dilindungi oleh UU Perbankan.
Museum Bank IndonesiaUstadz Ade Nuryaman, beserta tujuh orang jajarannya, mendapatkan penjelasan semua itu dari Bpk Sufyan al Jawi, ahli numismatik Islam. "Jadi kita tidak perlu jauh-jauh ke Palestina untuk mempelajari kejahatan Yahudi. Indonesia dulu adalah basis pertama Yahudi dalam menciptakan kapitalisme dan nasionalisme, yang semuanya berasal dari Riba uang kertas," begitulah Pak Sofyan menjelaskan sejarah kepada peserta pelatihan Ilmu Mata Uang Muamalah pada 21 April 2010.
"Yahudi mendapatkan kekayaan dari Indonesia, bahkan hingga kini - tentu melalui anteknya. Setelah kaya di Belanda, mereka menginvasi Inggris agar dapat mendirikan Bank of England, dengan mengangkat William of Orange menjadi Raja Inggris. Selanjutnya Yahudi mengadu domba Inggris dengan Perancis, maka berdirilah Banque Royale di Perancis. Kedua negara yang berperang akhirnya bangkrut dan terjerat utang. Inggris dan Perancis sama-sama menjajah Amerika, lalu Yahudi membuat basis baru untuk masa depan. Yaitu 200 tahun setelah Amerika merdeka, berdirilah The Fed yang menerbitkan dollar, World Bank dan IMF. Di Eropa, Yahudi mendirikan ECB dan menerbitkan euro. Semua adalah mainan Yahudi, termasuk UU positif yang dipakai di banyak negara. Elit politik menyebut mereka sebagai Investor, dan mereka sangat hormat." Pak Sofyan menjelaskan peristiwa tersebut sambil menunjuk diorama di ruang-ruang pamer Museum Bank Indonesia.
Alhamdulillah, para peserta menjadi mudah memahami kapitalisme riba. Ustadz Ade melihat tulisan: Globalisasi Ekonomi Tanpa Batas Wilayah Negara, lalu berkomentar:" Seharusnya khilafah yang berperan, tanpa batas wilayah negara". Kalau 17 jamaah Yahudi menghimpun 17 konglomerat untuk membentuk kongsi dagang VOC, kenapa jamaah umat Islam tidak mau bersatu?
Semoga kunjungan dalam rangka menuntut ilmu muamalah dengan penerapannya nanti, bermanfaat dan menjadi barokah bagi kita semua. Aamiin.
[/spoiler][spoiler=open this] for sumber:
http://wakalanusantara.com/detilurl/Jejak.Dirham.Dinar.dan.Riba.di.Museum.BI/314
</div>
Museum Bank IndonesiaPada abad ke-17, di Belanda 17 orang konglomerat Yahudi (Heren XVII) mendirikan VOC pada tahun 1602, dan Bank Sentral Amsterdam tahun 1609, kedua kompani ini untuk menjajah Nusantara yang dihuni oleh kaum muslimin. Dengan VOC, Yahudi menggunakan pembantunya - orang Belanda - menundukan para Sulthan dan bangsawan lokal, dan mulai menghapus adat budaya tradisi bangsa kita, yaitu hukum Islam dan tulisan Arab Melayu yang saat itu merukunkan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Dinar dirham merupakan bagian dari adat dan budaya tradisi bangsa Indonesia juga. Rupiah adalah sebutan untuk mata uang emas perak yang diterbitkan di Pulau Jawa oleh Kerajaan Mataram Islam, yaitu istilah lain untuk menyebut dinar dirham, agar dapat membedakan koin dinar dirham Kerajaan Aceh maupun Kerajaan Gowa.
Karena mereka (para sulthan dan bangsawan) mengakui kedaulatan Khalifah Utsmaniyah, terpasang bendera Bulan Sabit Bintang berwarna merah pada setiap kapal perang maupun kapal dagang. VOC perlahan-lahan mengganti tradisi ini dengan menghidupkan kembali budaya klenik perdukunan melalui sulthan dan bangsawan yang telah bertekuk lutut. Selanjutnya generasi priyai ini diajarkan nasinolisme sempit kesukuan. VOC adalah aktor kapitalisme pertama di dunia, yang merupakan modal pertama bagi Yahudi untuk menghimpun kekayaan dan kekuasaan.
Kemudian VOC menarik dinar dirham dari masyarakat, menukarnya dengan gulden perak dan gulden surat (uang kertas VOC). Namun usaha ini kurang berhasil dan memerlukan waktu ratusan tahun, karena kaum alit (rakyat jelata) lebih menyukai dinar dirham asli Nusantara, karena ada tulisan Arabnya. Maka Yahudi, menerbitkan koin dirham VOC bertuliskan aksara Arab. Setelah diterima luas, Bank Sentral saat itu, De Javasche Bank (sekarang BI) menariknya dan mengedarkan gulden bank. Sejak saat itulah budaya uang kertas berbasis Riba diperkenalkan pada abad ke 19. Perlahan masyarakat dibiasakan berinteraksi dengan para rentenir, yang kini kian terhormat dan dilindungi oleh UU Perbankan.
Museum Bank IndonesiaUstadz Ade Nuryaman, beserta tujuh orang jajarannya, mendapatkan penjelasan semua itu dari Bpk Sufyan al Jawi, ahli numismatik Islam. "Jadi kita tidak perlu jauh-jauh ke Palestina untuk mempelajari kejahatan Yahudi. Indonesia dulu adalah basis pertama Yahudi dalam menciptakan kapitalisme dan nasionalisme, yang semuanya berasal dari Riba uang kertas," begitulah Pak Sofyan menjelaskan sejarah kepada peserta pelatihan Ilmu Mata Uang Muamalah pada 21 April 2010.
"Yahudi mendapatkan kekayaan dari Indonesia, bahkan hingga kini - tentu melalui anteknya. Setelah kaya di Belanda, mereka menginvasi Inggris agar dapat mendirikan Bank of England, dengan mengangkat William of Orange menjadi Raja Inggris. Selanjutnya Yahudi mengadu domba Inggris dengan Perancis, maka berdirilah Banque Royale di Perancis. Kedua negara yang berperang akhirnya bangkrut dan terjerat utang. Inggris dan Perancis sama-sama menjajah Amerika, lalu Yahudi membuat basis baru untuk masa depan. Yaitu 200 tahun setelah Amerika merdeka, berdirilah The Fed yang menerbitkan dollar, World Bank dan IMF. Di Eropa, Yahudi mendirikan ECB dan menerbitkan euro. Semua adalah mainan Yahudi, termasuk UU positif yang dipakai di banyak negara. Elit politik menyebut mereka sebagai Investor, dan mereka sangat hormat." Pak Sofyan menjelaskan peristiwa tersebut sambil menunjuk diorama di ruang-ruang pamer Museum Bank Indonesia.
Alhamdulillah, para peserta menjadi mudah memahami kapitalisme riba. Ustadz Ade melihat tulisan: Globalisasi Ekonomi Tanpa Batas Wilayah Negara, lalu berkomentar:" Seharusnya khilafah yang berperan, tanpa batas wilayah negara". Kalau 17 jamaah Yahudi menghimpun 17 konglomerat untuk membentuk kongsi dagang VOC, kenapa jamaah umat Islam tidak mau bersatu?
Semoga kunjungan dalam rangka menuntut ilmu muamalah dengan penerapannya nanti, bermanfaat dan menjadi barokah bagi kita semua. Aamiin.
[/spoiler][spoiler=open this] for sumber:
http://wakalanusantara.com/detilurl/Jejak.Dirham.Dinar.dan.Riba.di.Museum.BI/314
</div>