Log in

View Full Version : Okonomiyaki dan sumo


bakriegroup
27th May 2012, 03:27 PM
[/quote]





Udara dingin Kyoto yang mencapai 4�C dimalam hari memaksa saya untuk sering �berteduh� dalam perjalanan naik sepeda pulang ke apartemen. Selain untuk mengisi perut juga sekaligus merasakan hangatnya pemanas di warung Okonomiyaki di kawasan Eiden Mototanaka Kyoto. Pemilik warung yang juga sekaligus juru masak sangat mengenal saya karena mungkin termasuk yang sering memesan Okonomiyaki ala Hiroshima. Okomiyaki ini terkenal mempunyai dua ala hidangan yaitu ala Hiroshima dan ala Kansai. Hiroshima beserta wisata kulinernya telah merubah fantasi saya tentang makanan selama kurang lebih 7 tahun menetap di sana. Dari balik dapurnya Matsushita san sipemilik warung tersenyum sambil mengucapkan Irasshaimase! Saking seringnya saya ke tempat ini saya tidak perlu lagi memesan, beliau sudah tahu apa yang akan saya pesan yaitu Okonomiyaki ala Hiroshima dengan udang dan cumi serta telur sebagai topingnya. Dengan mengambil tempat duduk di depan Matsushita san yang membuat dan meramu okomiyaki membuat kami cepat akrab dan membicarakan banyak hal. Orang Kyoto memang terkenal hangat kepada semua pendatang termasuk kepada saya. Dialek mereka berbeda dengan beberapa kota besar lain di Jepang sehingga kita dapat dengan muda menebak bahwa mereka berasala dari daerah seputaran Kansai yang di dalamnya termasuk Kyoto.












Malam itu saya bersebelahan duduk dengan seorang pemuda Amerika yang masa SMA nya dihabiskan di Naha, Okinawa dan sekarang melanjutkan studinya di Universitas Kyoto. Kami berbincang banyak hal, tentu dengan menggunakan bahasa Jepang sehingga pemilik warung juga bisa ikut ngobrol dengan kami berdua. Salah satu topik pembicaraan kami malam itu adalah mengenai Sumo. Sumo adalah gulat gaya Jepang yang merupakan olahraga nasional Jepang. Sumo berasal dari zaman kuno yang awalnya dipertontonkan untuk menghibur para dewa Shinto. Mungkin itulah sebabnya, banyak ritual dengan latar belakang religius masih diikuti sampai sekarang dalam suatu pertandingan sumo.












Aturan dasar sumo sangat sederhana dimana pegulat yang pertama kali menyentuh tanah dengan anggota tubuh yang lainnya selain telapak kakinya, atau yang keluar dari lingkaran yang disebut dohyo dinyatakan kalah. Pertarungan berlangsung pada sebuah dohyo, yang terbuat dari tanah liat dan ditutupi dengan lapisan pasir. Dohyo adalah sebuah lingkaran suci yang hanya boleh dimasuki oleh pendeta, pesumo, dan para mantan pesumo yang masuk kedalam asosiasi sumo nasional. Sesuai dengan aturan yang sudah berlangsung lama, para wanita dilarang keras untuk memasuki lingkaran suci ini. Sebelum pertandingan dimulai, dohyo disucikan dengan menggunakan rumput laut, sake dan garam yang bertujuan untuk mengusir roh dan niat jahat. Pensucian ini dilakukan oleh wasit atau gyoji yang juga merupakan seorang pendeta Shinto. Setelah proses pensucian, para pesumo yang dipanggil akan datang dan mereka harus mencuci muka, mulut, dan ketiak, sebelum memasuki dohyo dan juga menebar garam untuk mengusir kejahatan. Sebelum bertarung, keduanya harus mengangkat tangan, untuk menunjukkan bahwa mereka tidak menyimpan senjata di tangan, maupun di balik kain penutup badan yang disebut keeshi mawashi.



Hirarki teratas pesumo bergelar Yokozuna (grand champion). Setelah pesumo mencapai peringkat Yokozuna, dia tidak pernah akan kehilangan status ini. Bersamaan dengan meningkatnya usia dan penampilan yang tidak lagi memenuhi standar sebagai seorang Yokozuna, dia diharapkan untuk pensiun dari pertarungan. Pesumo paling elit yang sangat terlatih saat ini berumur antara 20 sampai 35 tahun. Mereka biasanya hidup bersama dalam kompleks perumahan dan pelatihan, yang disebut heya dimana semua aspek kehidupan, dari tidur dan makan untuk pelatihan dan waktu luang diatur secara ketat oleh pelatih, yang disebut oyakata.












Yang menarik dari obrolan kami malam itu mengenai sumo adalah proses dari seorang yunior menjadi Yokozuna. Pesumo harus menjalani kehidupan sehari-hari yang keras di heya. Pesumo junior harus bangun paling awal sekitar jam 05:00 pagi untuk berlatih, sedangkan pesumo papan atas atau yang biasa disebut sekitori boleh bangun sekitar jam 07:00 pagi. Pesumo kelas sekitori mendapat banyak privilege. Setelah latihan, para pesumo kelas sekitori mandi dan berendam pada bak mandi yang telah disiapkan oleh para pesumo yunior. Begitu juga dengan hal makanan, pesumo sekitori mendapatka keistimewaan untuk makan duluan di banding para pesumo yunior. Pada saat turnamen berlangsung yang memakan waktu 15 hari, pertandingan yang dilaksanakan pada pagi hari diperuntukkan buat para pesumo yunior sedangkan para pesumo papan atas pertandingannya berlangsung setelah jam 15.00 siang. Kehidupan pesumo dibagi dalam dua golongan besar: pesumo junior yang melayani dan pesumo senior yang dilayani. Pesumo kelas sekitori diberi kamar sendiri di heya dan jika sudah menikah boleh tinggal di apartemen sendiri sedangkan pesumo junior hanya dibolehkan tidur di asrama yang ada di heya.












Sumo memberi pelajaran tentang religiositas, proses dan tantangan. Semua penikmat sumo di Jepang pasti tahu bahwa sejak tahun 90an ada banyak Yokozuna yang bukan asli Jepang seperti Konishiki, Akebono, serta Musashimaru yang berasal dari Hawaii dan yang sekarang berasal dari Ulan Batar, Mongolia yaitu Asashoryu dan Hakuho. Sayangnya Asashoryu �melukai� kesucian sumo dengan melakukan kebohongan yang akhirnya dikenai sanksi tidak boleh mengikuti dua turnamen sumo beberapa tahun lalu setelah kasus kemunculannya pada pertandingan sepak bola amal di Mongolia, padahal ia beralasan sakit sehingga tidak mengikuti tur sumo ke Tohoku dan Hokkaido. Nilai-nilai kesucian inilah yang dijaga kelangsungannya sampai sekarang sehingga perbuatan sepele dari seorang Yokozuna sekalipun tidak akan ditolerir sama sekali. Para pesumo dianggap sebagai contoh ideal pada manusia Jepang yang gigih, tak kenal takut, dan selalu jujur dan hidup bersih.












Ketika malam itu kami sampai pada kesimpulan, bahwa sumo juga memberi pembelajaran tentang arti sebuah proses, saya teringat ucapan Professor pembimbing saya, Prof. Kenji Namba dari Universitas Hiroshima mengatakan, �tidak ada bangunan berlantai delapan di bangun mulai dari lantai 3, semuanya harus dibangun dari lantai dasar�. Sumo memperlihatkan bagaimana proses untuk menjadi Yokozuna harus dimulai dari bawah, harus dengan kerja keras. Para pesumo yunior mau melakukan itu semua untuk mendapatkan ilmu dari para pesumo senior sehingga mereka berharap suatu saat nanti mereka akan berada pada posisi itu. Di lain pihak para pesumo senior juga memberikan pelajaran ke para yuniornya bahwa mereka sampai pada kelas sekitori, karena telah melalui semua proses tanpa ada yang terlewatkan.



Sumo juga memberi pelajaran bahwa semua pesumo bisa mendapatkan gelar Yokozuna, tentu dengan melewati semua tantangan yang ada. Ini terbukti dengan banyaknya pesumo non Jepang yang meraih gelar Yokozuna di dunia persumoan Jepang. Tidak terasa malam semakin dingin dan penyiar Televisi Kansai mengumumkan bahwa suhu udara di Kyoto pada saat itu sudah turun mencapai 2�C. Sembari mengucapkan terima kasih dan membayar okomiyaki ke Matsushita san si pemilik warung, saya pamit pulang diikuti oleh Davis, si pemuda Amerika yang sangat fasih berbahasa Jepang dan banyak tahu tentang budaya Jepang. Saya berharap suatu saat bisa diskusi lagi dengan Davis sambil makan Okomiyaki.






[/spoiler][spoiler=open this] for sumber:











oleh Iqbal Djawad






[quote]





Semoga bermanfaat gan http://static.kaskus.co.id/images/smilies/iloveindonesias.gif













</div>