ondelondel
27th May 2012, 03:26 PM
Anakku,
Pada waktu masih kecil dulu, kamu sering
rewel, ngambeg bila tidak diberi uang jajan,
atau sulit bila disuruh mandi. Kau ingat
betapa manjanya kamu. Setiap kali kau lari
ke pangkuanku bila engkau bertengkar dengan kakakmu, bila dimarahi ayah, atau
bila dinakali teman-temanmu. Aku menjadi
saksi untuk masa kecilmu yang manja,
sehingga aku tak sempat lagi mengurus diri
atau pergi sesuka hati.....
Kini engkau sudah dewasa,
Aku bangga padamu, engkau harapanku.
Namun aku sering sedih melihat
kelakuanmu; kala engkau bermalas-
malasan untuk bangun, kala bermain
seharian tak tahu waktu. Hampir-hampir aku menangis bila kuingat betapa sulitnya
menyuruhmu belajar, mengerjakan PR,
atau mengingatkanmu untuk tidak
membolos. Sepertinya kau tidak tahu
bahwa ini semua demi kamu sendiri.
Sungguh aku tidak bermaksud mau menyengsarakanmu dengan aturan-
aturanku. Aku ingin engkau bahagia, bisa
hidup pantas di tengah-tengah dunia yang
penuh dengan persaingan ini. Kamu harus
pandai supaya tidak mati tertelan jamanmu
nanti.....
Anakku,
Betapa sedihnya aku, ketika aku kau tuduh
orang tua kolot, orang tua yang tidak
mengikuti jaman, atau orang tua
kampungan. Aku ingin dipahami bahwa
kalau kusuruh kau bergaul tidak sembarangan, berpakaian yang pantas
dan mau menghargai orang lain, adalah
sungguh-sungguh supaya kamu menjadi
manusia yang bermoral, bukan begajulan
yang menghancurkan hidupnya dengan
mau hidup sebebas-bebasnya....
Kau lihat betapa banyak teman sebayamu
yang sudah harus berhenti sekolah untuk
mengasuh anak, betapa banyak teman
seusiamu jatuh pada obat bius dan
pornografi. Anakku, aku tahu engkaupun
tidak ingin menjadi seperti itu....
Sungguh kalau aku keras dalam hal ini
karena aku tahu betapa halusnya bujukan
setan dan betapa beratnya hidup yang
tidak tegas terhadap yang jahat. Aku ingin
kau pun memahami itu. Hatiku akan hancur
bila sikapmu selalu melawan aku, bila kau selalu menganggap dirimu benar sendiri....
Setiap malam aku berdoa untukmu, tak
sekejap pun engkau hilang dari hidupku.
Bila aku sedang memasak di dapur, yang
kubayangkan adalah kepuasan makanmu
dan juga kesehatan tubuhmu. Bila aku ikut
membantu bekerja, yang kuinginkan engkau tidak terhambat karena biaya. Bila
kubenahi kamarmu yang selalu berantakan
yang kuinginkan agar kau krasan di rumah.
Bila kubelikan kau baju-baju yang modis,
aku ingin kau tidak malu pada teman-
temanmu. Dan bila aku merawat kesehatan tubuhku sendiri, aku hanya ingin agar aku
dapat lebih lama lagi mendampingi dan
menyerahkan hidup kepadamu....
Sekarang ini kamu sudah dewasa, banyak
hal sudah dapat kau lakukan sendiri.
Lambat laun akan terasa bahwa hidupmu
memang menjadi tanggung jawabmu
sendiri; tidak ada seorangpun yang dapat
menggantikannya termasuk ibumu ini. Mohon jangan kecewakan aku dengan
sikap keras kepalamu yang kekanak-
kanakkan itu. Aku tidak cemburu kalau
kamu sekarang sudah melebihi aku dalam
segalanya. Aku malah bangga karena
Tuhan sudah berkenan membiarkan aku ikut menyaksikan pembentukkan hidupmu.
Seperti sebatang lilin, hidupku sudah
meleleh habis... dan sebentar lagi pasti akan
padam... untuk menerangi hidupmu,
anakku. Kini engkau sendiri sudah mulai
menyala, lebih terang dari yang kupunya....
Anakku,
kalau engkau memang sulit menerima aku
yang sering rewel, kolot atau lamban ini,
aku mohon paling tidak kamu mau
menghormati ayahmu. Sepanjang hari
setiap hari selama bertahun-tahun dia bekerja keras untukmu, hingga tubuhnya
lemah, hingga kulitnya kerut merut tertimpa
banyak penderitaan. Cintanya padamu
membuatnya tidak malu untuk bekerja di
tempat-tempat yang kotor, membuatnya
tahan duduk berjam-jam menangani tugas- tugas yang membosankan, dan
membuatnya setia menjagai kita semua....
Dia juga hanya ingin agar kita ini
berbahagia. Anakku, jangan sia-siakan
cintanya. Jarang sekali dia mengeluh kala
menghadapi beratnya beban kehidupan,
tugas-tugas berat dan tuntutan anak-
anaknya. Di hadapan kita, dia selalu tersenyum dan tertawa gembira. Kadang-
kadang aku merasa kasihan kepadanya
kalau dia tidak bisa pulang seharian, kalau
tubuhnya yang sudah kecapaian itu harus
dipaksa untuk bekerja lagi. Saya sendiri
sering merasa bersalah karena rasanya hanya memperlakukan ayah seperti kuda
beban atau sapi perahan. Kita bisa beli ini
itu, bisa pergi ke sana kemari atau bermain-
main dengan santai di rumah, sementara itu
dia hanya puas dengan secangkir kopi dan
baju yang itu itu saja, dia juga tidak mempunyai banyak waktu untuk bersantai-
santai seperti kita. Sungguh anakku, aku
mohon hormatilah ayahmu....
Akhirnya,
Sebagai orang tuamu aku minta maaf kalau
selama ini aku kadang-kadang egois,
menuntut terlalu berlebihan, kolot dan keras
terhadapmu. Maafkan aku bila aku kurang
mengerti kebutuhan-kebutuhan dan dunia mudamu. Kadang aku masih
menganggapmu seperti anak-anak yang
harus kuatur segalanya agar tidak keliru.
Maafkan aku anakku, yang membuat
banyak kesalahan atau malah
menyengsarakanmu, yang tidak dapat mencintai dengan cara yang cocok dengan
keinginanmu. Kata maaf darimu adalah
hadiah yang paling kutunggu....
Anakku,
Aku sudah kangen kamu. Ingin rasanya
kubisikkan aku sayang kamu. Hanya peluk
ciumku untukmu.....
Ibumu...
</div>
Pada waktu masih kecil dulu, kamu sering
rewel, ngambeg bila tidak diberi uang jajan,
atau sulit bila disuruh mandi. Kau ingat
betapa manjanya kamu. Setiap kali kau lari
ke pangkuanku bila engkau bertengkar dengan kakakmu, bila dimarahi ayah, atau
bila dinakali teman-temanmu. Aku menjadi
saksi untuk masa kecilmu yang manja,
sehingga aku tak sempat lagi mengurus diri
atau pergi sesuka hati.....
Kini engkau sudah dewasa,
Aku bangga padamu, engkau harapanku.
Namun aku sering sedih melihat
kelakuanmu; kala engkau bermalas-
malasan untuk bangun, kala bermain
seharian tak tahu waktu. Hampir-hampir aku menangis bila kuingat betapa sulitnya
menyuruhmu belajar, mengerjakan PR,
atau mengingatkanmu untuk tidak
membolos. Sepertinya kau tidak tahu
bahwa ini semua demi kamu sendiri.
Sungguh aku tidak bermaksud mau menyengsarakanmu dengan aturan-
aturanku. Aku ingin engkau bahagia, bisa
hidup pantas di tengah-tengah dunia yang
penuh dengan persaingan ini. Kamu harus
pandai supaya tidak mati tertelan jamanmu
nanti.....
Anakku,
Betapa sedihnya aku, ketika aku kau tuduh
orang tua kolot, orang tua yang tidak
mengikuti jaman, atau orang tua
kampungan. Aku ingin dipahami bahwa
kalau kusuruh kau bergaul tidak sembarangan, berpakaian yang pantas
dan mau menghargai orang lain, adalah
sungguh-sungguh supaya kamu menjadi
manusia yang bermoral, bukan begajulan
yang menghancurkan hidupnya dengan
mau hidup sebebas-bebasnya....
Kau lihat betapa banyak teman sebayamu
yang sudah harus berhenti sekolah untuk
mengasuh anak, betapa banyak teman
seusiamu jatuh pada obat bius dan
pornografi. Anakku, aku tahu engkaupun
tidak ingin menjadi seperti itu....
Sungguh kalau aku keras dalam hal ini
karena aku tahu betapa halusnya bujukan
setan dan betapa beratnya hidup yang
tidak tegas terhadap yang jahat. Aku ingin
kau pun memahami itu. Hatiku akan hancur
bila sikapmu selalu melawan aku, bila kau selalu menganggap dirimu benar sendiri....
Setiap malam aku berdoa untukmu, tak
sekejap pun engkau hilang dari hidupku.
Bila aku sedang memasak di dapur, yang
kubayangkan adalah kepuasan makanmu
dan juga kesehatan tubuhmu. Bila aku ikut
membantu bekerja, yang kuinginkan engkau tidak terhambat karena biaya. Bila
kubenahi kamarmu yang selalu berantakan
yang kuinginkan agar kau krasan di rumah.
Bila kubelikan kau baju-baju yang modis,
aku ingin kau tidak malu pada teman-
temanmu. Dan bila aku merawat kesehatan tubuhku sendiri, aku hanya ingin agar aku
dapat lebih lama lagi mendampingi dan
menyerahkan hidup kepadamu....
Sekarang ini kamu sudah dewasa, banyak
hal sudah dapat kau lakukan sendiri.
Lambat laun akan terasa bahwa hidupmu
memang menjadi tanggung jawabmu
sendiri; tidak ada seorangpun yang dapat
menggantikannya termasuk ibumu ini. Mohon jangan kecewakan aku dengan
sikap keras kepalamu yang kekanak-
kanakkan itu. Aku tidak cemburu kalau
kamu sekarang sudah melebihi aku dalam
segalanya. Aku malah bangga karena
Tuhan sudah berkenan membiarkan aku ikut menyaksikan pembentukkan hidupmu.
Seperti sebatang lilin, hidupku sudah
meleleh habis... dan sebentar lagi pasti akan
padam... untuk menerangi hidupmu,
anakku. Kini engkau sendiri sudah mulai
menyala, lebih terang dari yang kupunya....
Anakku,
kalau engkau memang sulit menerima aku
yang sering rewel, kolot atau lamban ini,
aku mohon paling tidak kamu mau
menghormati ayahmu. Sepanjang hari
setiap hari selama bertahun-tahun dia bekerja keras untukmu, hingga tubuhnya
lemah, hingga kulitnya kerut merut tertimpa
banyak penderitaan. Cintanya padamu
membuatnya tidak malu untuk bekerja di
tempat-tempat yang kotor, membuatnya
tahan duduk berjam-jam menangani tugas- tugas yang membosankan, dan
membuatnya setia menjagai kita semua....
Dia juga hanya ingin agar kita ini
berbahagia. Anakku, jangan sia-siakan
cintanya. Jarang sekali dia mengeluh kala
menghadapi beratnya beban kehidupan,
tugas-tugas berat dan tuntutan anak-
anaknya. Di hadapan kita, dia selalu tersenyum dan tertawa gembira. Kadang-
kadang aku merasa kasihan kepadanya
kalau dia tidak bisa pulang seharian, kalau
tubuhnya yang sudah kecapaian itu harus
dipaksa untuk bekerja lagi. Saya sendiri
sering merasa bersalah karena rasanya hanya memperlakukan ayah seperti kuda
beban atau sapi perahan. Kita bisa beli ini
itu, bisa pergi ke sana kemari atau bermain-
main dengan santai di rumah, sementara itu
dia hanya puas dengan secangkir kopi dan
baju yang itu itu saja, dia juga tidak mempunyai banyak waktu untuk bersantai-
santai seperti kita. Sungguh anakku, aku
mohon hormatilah ayahmu....
Akhirnya,
Sebagai orang tuamu aku minta maaf kalau
selama ini aku kadang-kadang egois,
menuntut terlalu berlebihan, kolot dan keras
terhadapmu. Maafkan aku bila aku kurang
mengerti kebutuhan-kebutuhan dan dunia mudamu. Kadang aku masih
menganggapmu seperti anak-anak yang
harus kuatur segalanya agar tidak keliru.
Maafkan aku anakku, yang membuat
banyak kesalahan atau malah
menyengsarakanmu, yang tidak dapat mencintai dengan cara yang cocok dengan
keinginanmu. Kata maaf darimu adalah
hadiah yang paling kutunggu....
Anakku,
Aku sudah kangen kamu. Ingin rasanya
kubisikkan aku sayang kamu. Hanya peluk
ciumku untukmu.....
Ibumu...
</div>