boyzsan
2nd December 2010, 10:19 AM
Pemungutan pajak ini diyakini akan menuai kecaman dari banyak pihak.
Kamis, 2 Desember 2010, 09:20 WIB
Ismoko Widjaya
http://media.vivanews.com/thumbs2/2008/10/21/56402_wanda_hamidah_300_225.jpg
Ketua Fraksi Amanat Bangsa DPRD DKI Wanda Hamidah
(whamidah.blogspot.com)
VIVAnews - Pemerintah DKI akan mengenakan pajak 10 persen bagi warung makan yang beromset rata-rata Rp 167 ribu per hari atau sekitar Rp5 juta per bulan (Rp60 juta per tahun). Pajak ini berlaku juga untuk warung Tegal atau warteg. Pemungutan pajak ini diyakini akan menuai kecaman dari banyak pihak.
"Pemungutan pajak bagi warteg ini justifikasi pungutan liar pajak," kata anggota Komisi E DPRD DKI, Wanda Hamidah, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Kamis 2 Desember 2010.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional ini, Pemda DKI tidak memikirkan bahwa tidak semua bangunan warteg itu berdiri di atas lahan resmi. Banyak warteg yang dibangun di atas lahan Ruang Terbuka Hijau atau RTH.
"Dan bila warteg-warteg 'ilegal' juga dikenakan pajak, ini seperti melegalkan pungutan liar," kata Bendahara Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Apakah Pemda DKI kekurangan uang? Menurut Wanda, Pemerintah DKI pimpinan Gubernur Fauzi Bowo itu tidak memiliki kendala keuangan. Bahkan, potensi pajak di Ibu Kota ini sangat-sangat besar sekali. Tapi sayangnya, Pemda DKI tidak menggarapnya dengan maksimal.
"Potensi pajak tidak diurus dengan baik. BUMD tidak untung, belum lagi pajak kendaraan, BBM, parkir, dan beberapa potensi pajak lain yang hilang," sesal politisi 'mantan artis' ini.
Sebelumnya, Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo, mengatakan pemberlakuan pajak warteg sebesar 10 persen itu karena jenis usaha ini dinilai sudah masuk dalam prasyarat obyek pajak yang diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Arif memprediksi, dengan menerapkan pajak warteg, potensi pendapatan pajak akan bertambah Rp50 miliar. Apalagi jumlah warteg di Jakarta saat ini sudah sekitar 2.000 unit.
Bagi Wanda, DPRD DKI sudah berkali-kali mengingatkan Pemda DKI untuk segera melakukan sistem pajak online. Hal ini untuk mengurangi 'kongkalikong' antara wajib pajak dengan penarik pajak.
"Lakukan dulu pembenahan dan transparansi pajak-pajak yang sekarang berjalan. Tanpa korupsi dan pungli," kritik Wanda. (umi)
Kamis, 2 Desember 2010, 09:20 WIB
Ismoko Widjaya
http://media.vivanews.com/thumbs2/2008/10/21/56402_wanda_hamidah_300_225.jpg
Ketua Fraksi Amanat Bangsa DPRD DKI Wanda Hamidah
(whamidah.blogspot.com)
VIVAnews - Pemerintah DKI akan mengenakan pajak 10 persen bagi warung makan yang beromset rata-rata Rp 167 ribu per hari atau sekitar Rp5 juta per bulan (Rp60 juta per tahun). Pajak ini berlaku juga untuk warung Tegal atau warteg. Pemungutan pajak ini diyakini akan menuai kecaman dari banyak pihak.
"Pemungutan pajak bagi warteg ini justifikasi pungutan liar pajak," kata anggota Komisi E DPRD DKI, Wanda Hamidah, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, Kamis 2 Desember 2010.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional ini, Pemda DKI tidak memikirkan bahwa tidak semua bangunan warteg itu berdiri di atas lahan resmi. Banyak warteg yang dibangun di atas lahan Ruang Terbuka Hijau atau RTH.
"Dan bila warteg-warteg 'ilegal' juga dikenakan pajak, ini seperti melegalkan pungutan liar," kata Bendahara Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Apakah Pemda DKI kekurangan uang? Menurut Wanda, Pemerintah DKI pimpinan Gubernur Fauzi Bowo itu tidak memiliki kendala keuangan. Bahkan, potensi pajak di Ibu Kota ini sangat-sangat besar sekali. Tapi sayangnya, Pemda DKI tidak menggarapnya dengan maksimal.
"Potensi pajak tidak diurus dengan baik. BUMD tidak untung, belum lagi pajak kendaraan, BBM, parkir, dan beberapa potensi pajak lain yang hilang," sesal politisi 'mantan artis' ini.
Sebelumnya, Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo, mengatakan pemberlakuan pajak warteg sebesar 10 persen itu karena jenis usaha ini dinilai sudah masuk dalam prasyarat obyek pajak yang diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Arif memprediksi, dengan menerapkan pajak warteg, potensi pendapatan pajak akan bertambah Rp50 miliar. Apalagi jumlah warteg di Jakarta saat ini sudah sekitar 2.000 unit.
Bagi Wanda, DPRD DKI sudah berkali-kali mengingatkan Pemda DKI untuk segera melakukan sistem pajak online. Hal ini untuk mengurangi 'kongkalikong' antara wajib pajak dengan penarik pajak.
"Lakukan dulu pembenahan dan transparansi pajak-pajak yang sekarang berjalan. Tanpa korupsi dan pungli," kritik Wanda. (umi)