PDA

View Full Version : Mengenal Tradisi Upacara Sekaten & tahap-tahapanya


jokowikotak
27th May 2012, 03:25 PM
:ceriwislove: WELCOME TO MY THREAD :ceriwislove:



[/quote]












http://img837.imageshack.us/img837/6664/bcedgfhk.gif

sebagai ceriwiser yang baik

http://img717.imageshack.us/img717/2715/ejzdb7ty.gif

Dan

http://img231.imageshack.us/img231/8206/h8vqug0p.png



http://img837.imageshack.us/img837/6664/bcedgfhk.gif












http://cdn-u.kaskus.co.id/59/n5kzeccy.gif




Repostkah? http://static.kaskus.co.id/images/smilies/malus.gif

[/spoiler][spoiler=open this] for Cek dimari:




http://i1120.photobucket.com/albums/l500/readzaduzz/untitled-1.jpg




































http://i1120.photobucket.com/albums/l500/readzaduzz/safe_imagephp_-440x293.jpg















Kata sekaten bagi setiap orang mungkin akan terlintas dalam pikirannya adalah sebuah pasar malam yang diselenggarakan selama kurang lebih 40 hari lamanya, hiburan, dan berbagai macam jajanan atau mainan yang akan tersajikan di sekaten.



sebenarnya Sekaten atau upacara Sekaten (berasal dari kata Syahadatain) adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad s.a.w. yang diadakan pada tiap tanggal 5 bulan Jawa Mulud (Rabiul awal tahun Hijrah) di alun-alun utara Yogyakarta (dan juga di alun-alun Surakarta secara bersamaan). Upacara ini dulunya dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I, pendiri keraton Yogyakarta untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam.



Pada hari pertama, upacara diawali saat malam hari dengan iring-iringan abdi Dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan dua set gamelan Jawa: Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Iring-iringan ini bermula dari pendopo Ponconiti menuju masjid Agung di alun-alun utara dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai Nogowilogo akan menempati sisi utara dari masjid Agung, sementara Kyai Gunturmadu akan berada di Pagongan sebelah selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud selama 7 hari berturut-turut. Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton.

























Acara puncak peringatan Sekaten ini ditandai dengan Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 (persis di hari ulang tahun Nabi Muhammad s.a.w.) mulai jam 8:00 pagi. Dengan dikawal oleh 10 macam (bregodo/kompi) prajurit Kraton: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso, dan Bugis, sebuah Gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung. Setelah dido'akan Gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan Mataram ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari Gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian Gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka.








SEJARAH SEKATEN :






Pada tahun 1939 Caka atau 1477 M, Raden Patah selaku Adipati Kabupaten Demak Bintoro, dengan dukungan para Wali membangun Masjid Agung Demak sebagai tempat ibadah dan tempat bermusyawarah para wali.

Salah satu hasil musyawarah para wali dalam rangka meningkatkan syiar Islam, selama 7 (tujuh) hari menjelang peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, diadakan kegiatan syiar Islam secara terus menerus. Supaya menarik pengunjung, dibunyikan 2 (dua) perangkat gamelan ciptaan Sunan Giri, dengan membawa gendhing-gendhing tertentu ciptaan para wali,terutama Sunan Kalijaga.

Para pengunjung yang menyatakan ingin �ngrasuk� agama Islam setelah mengikuti kegiatan syiar agama Islam tersebut dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat (syahadatain). Dari kata syahadatain yang berarti dua kalimat syahadat itulah menjadi SEKATEN akibat perubahan pengucapan, sebagai ISTILAH yang menandai kegiatan syiar agama Islam yang dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari terus menerus menjelang sampai dengan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW mulai tanggal 5 sampai dengan 12 Maulud atau Robi�ul Awal setiap tahun.

Sekaten yang kemudian berkembang menjadi pesta rakyat tradisional terus diselenggarakan setiap tahun, seiring dengan tumbuhnya Kabupaten Demak Bintoro menjadi Kerajaan Islam, bahkan Sekaten

menjadi tradisi resmi. Demikian pula saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram serta Kerajaan Islam Mataram terbagi menjadi dua, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sekaten sebagai Upacara tradisional keagamaan Islam masih terus di selenggarakan beserta pesta rakyat tradisional yang menyertainya.
















Banyak pula beberapa pendapat tentang arti nama sekaten: ada yang berpendapat bahwa nama sekaten adalah berasal dari kata sekati (nama dua buah perangkat gamelan pusaka Kraton Yogyakarta), adapula yang berpendapat sekaten berasal dari kata suka dan ati yang artinya suka hati atau senang hati (terbukti dari ramai riuhnya suasana perayaan dan pasar malam di alun-alun), kemudian ada yang berpendapat bahwa sekaten berasal dari kata syahadatain (dua kalimat syahadat). Jadi mungkin pikiran-pikiran yang terlintas itu kesemuanya tidak ada yang salah.






























Dalam prakteknya, pada pelaksanaan upacara sekaten terdapat beberapa tata cara ritual dalam proses penyelenggaraannya yang terdiri dari beberapa tahapan:






http://i1120.photobucket.com/albums/l500/readzaduzz/hiburandanseni-budaya-gamelan-sekaten-06.jpg







1. Tahap Persiapan



Terdapat dua jenis persiapan dalam pelaksanaanya, yaitu persiapan secara fisik dan persiapan non fisik. Dalam persiapan fisik adalah benda-benda dan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan upacara tersebut: Gamelan Sekaten (gamelan khusus yang dibunyikan pada saat penyelenggaraan upacara Sekaten), Perbendaharaan lagu-lagu atau gending-gending Sekaten (�Rambu� pathet lima, �Rangkung� pathet lima, �Lunggadhung� pelog pathet lima, �Atur-atur� pathet lima, �Jaumi� pathet lima, �Atur-atur� pathet n�m, �Salatun� pathet n�m, �Dhindhang Sabinah� pathet n�m, �Muru putih� �Orang-aring� pathet n�m, �Ngajatun� pathet n�m, �Bayem Tur� pathet n�m, �Supiatun� pathet barang, �Srundheng Gosong� pelog pathet barang, Beberapa kepingan uang logam (untuk disebarkan dalam upacara udhik-udhik), Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad s.a.w. , Sejumlah bunga kanthil (cempaka), Busana seragam yang masih baru dan sejumlah samir yang khusus (dikenakan oleh para niyaga atau penabuh gamelan selama menabuh gamelan Sekaten dalam upacara Sekaten), Atribut dan perlengkapan prajurit Kraton. Sedangkan dalam persiapan non fisiknya adalah berupa sikap dan perbuatan yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan upacara Sekaten, yaitu persiapan diri terutama mempersiapakan mental, penyucian diri (berpuasa dan siram jamas atau mandi keramas).












2. Tahap Gamelan Sekaten Mulai Dibunyikan



Dalam tahap ini, proses gamelan sekaten mulai dibunyikan di dalam Kraton yaitu pada malam tanggal 6 Mulud di Bangsal Ponconiti (pada zaman dahulu gamelan dibunyikan di Bangsal Srimanganti dan di Bangsal Trajumas) mulai pukul 19.00 W.I.B hingga pukul 23.00 W.I.B.












3. Tahap Gamelan Sekaten Dipindahkan ke Halaman Masjid Besar



Pukul 23.00 W.I.B. bunyi gamelan harus sudah berhenti dan bersamaan dengan itu pula, para prajurit Kraton mengawal iring-iringan dipindahkannya gamelan Sekaten menuju halaman Masjid Besar.












4. Tahap Sri Sultan Hadir di Masjid Besar



Tahap ini menyebutkan tentang kehadiran Sultan dari Kraton menuju Masjid Besar dengan mengendarai kendaraan dan iring-iringan para Pangeran dan kerabat Kraton pada malam ketujuh, tanggal 11 Rabiulawal malam atau malam tanggal 12 Rabiulawal dimana pembacaan riwayat Nabi Muhammad s.a.w. dibacakan yang selesai pada pukul 24.00 W.I.B. dan penyebaran udhik-udhik dilakukan oleh Sultan, yang disebut juga sebagai Pisowanan Malem Garebeg/ Muludan. Kemudian, diakhiri dengan bacaan doa oleh Kangjeng Raden Penghulu, setelah itu Sultan kembali ke dalam Kraton.






[quote]





5. Tahap Kondur Gongsa



Proses pemboyongan gamelan sekaten kembali ke dalam Kraton disebut sebagai kondur gongsa dengan pengawalan dari dua pasukan abdi dalem prajurit, yaitu Prajurit Mantrijero dan Prajurit Ketanggung pada tanggal 11 Mulud (Rabiulawal), kira-kira pada pukul 24.00 W.I.B. setelah Sultan meninggalkan Masjid Besar.



Dengan dipindahkannya gamelan pusaka Sekati (Kangjeng Kyai Sekati) dari halaman Masjid Besar kembali ke dalam Kraton menandai bahwa upacara Sekaten telah selesai dilaksanakan.
















</div>