Buddha
18th November 2010, 11:08 AM
Hiduplah sesuai dengan Dhamma, tidak mengikuti cara hidup yang salah, seseorang yang mengikuti Ajaran Dhamma secara benar akan hidup berbahagia dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang
(Dhammapada XIII:1)
Cattari Ariya Saccani
Hidup selalu dibayang-bayangi oleh apa yang dinamakan "DUKKHA". Ini merupakan suatu kenyataan penting karena memang dibalik semua kesenangan dan kebahagiaan yang diperoleh suatu makhluk selalu tersimpan sebersit dukkha yang muncul atau nantinya pasti akan muncul. Keadaan ini berlangsung di alam-alam yang masih dipenuhi TANHA maupun AVIJJA.
Kehidupan sebagai bagian dari dukkha berarti juga bahwa kehidupan sebagai bagian dari empat kebenaran mulia. Janganlah menilai apa yang diajarkan oleh Sang Buddha ini hanya dari kebenaran tentang dukkha saja, tetapi juga haruslah secara menyeluruh. Mengapa ? Sebab masih banyak orang yang menyalahartikan agama Buddha dengan hanya melihat nilai kebenaran pertama dari empat kebenaran mulia ini. Mereka beranggapan bahwa agama Buddha adalah sebuah agama kuno yang pesimistik, yang selalu mengajarkan dukkha melulu. Padahal pada kenyataannya tidaklah demikian. Pandangan salah semacam ini menjerumuskan agama Buddha. Ada sebuah ungkapan Buddhis yang mengatakan bahwa Dhamma itu seperti ular. Ular jika Anda salah memegangnya, Anda tentu akan dipatuk oleh ular tersebut. Agar Anda tidak dipatuk, tentu Anda akan menangkap kepalanya terlebih dahulu. Sama halnya dengan Dhamma. Jika Anda ingin mendalami Dhamma, dalamilah satu-persatu terlebih dahulu namun terus berkesinambungan, tidak sepotong-sepotong, saling melengkapi sampai akhirnya Anda mengerti seluruh ajaran indah ini.
Jadi apakah keempat kebenaran mulia itu ?
Cattari Ariya Saccani (Empat Kebenaran Mulia) adalah salah satu dasar inti sari dari ajaran Buddha Gotama sehingga semua wadah atau organisasi perhimpunan Buddhis yang diakui di seluruh dunia haruslah memenuhi syarat ini, yaitu mengakui kebenaran dari Cattari Ariya Saccani. Empat Kebenaran Mulia diberikan pertama kali oleh Sang Bhagava di Taman Rusa Isipatana (sekarang Sarnath dekat Benares) kepada lima orang pertapa.
Apa yang dibabarkan oleh Sang Buddha dapatlah kita aplikasikan dalam hal sakit. Kebenaran Mulia Pertama berhubungan dengan adanya dukkha --- munculnya penyakit. Kebenaran Mulia Kedua berhubungan dengan asal mula dukkha --- sebab timbulnya penyakit. Kebenaran Mulia Ketiga berhubungan dengan terhentinya dukkha --- akhir dari sakit (sembuh). Kebenaran Mulia Keempat berhubungan dengan jalan menuju terhentinya dukkha --- langkah-langkah perawatan suatu penyakit.
Kebenaran Mulia Pertama : Kebenaran Mulia tentang Dukkha (Dukkha Ariya Sacca)
Banyak orang beranggapan bahwa dukkha adalah penderitaan bahkan oleh umat Buddha sendiri. Hal itu bukannya salah, hanya saja penggunaan kata dukkha yang diartikan sebagai penderitaan kurang tepat sebab dapat menyebabkan agama Buddha terkesan agama yang pesimistis. Di lain pihak memang arti dari dukkha tidaklah tepat disamakan dengan penderitaan, mungkin lebih tepat kalau diterjemahkan sebagai ketidakkekalan, kondisi yang selalu berubah. Antonim dari dukkha adalah sukha (kebahagiaan).
Kebenaran Mulia Pertama menyatakan bahwa hidup adalah bagian dari dukkha. Setiap makhluk pasti pernah merasakan bentuk dari dukkha. Baik itu berupa penderitaan jasmani seperti kesakitan, usia tua, mati, dan lain-lain; atau pula penderitaan batin seperti kecewa, malu, takut, sedih, marah, dan lain-lain. Bahkan banyak pemikir yang beranggapan bahwa apalah arti hidup jika hidup hanya diliputi oleh kebahagiaan saja ? Jika hanya dliputi oleh kebahagiaan saja kita tidak akan pernah belajar. Sama halnya dengan Dhamma, adalah tidak mungkin diberikan kesenangan, kebahagiaan, mukjijat melulu, untuk dapat mencapai Pantai Seberang.
Namun kebenaran pertama yang berbicara mengenai masalah dukkha ini telah menyebabkan sebagian orang berpandangan bahwa agama Buddha adalah sebuah agama kuno yang pesimistis. Istilah pesimistis berarti suatu kecenderungan berpikir bahwa apapun yang terjadi akan berakibat buruk/salah; atau suatu pandangan yang memandang bahwa kebajikan lebih lemah dibandingkan kejahatan. Agama Buddha tidaklah mengajarkan hal yang demikian. Pula tidak mengingkari bahwa kebahagiaan itu juga ada. Gagasan utama agama Buddha memang berbeda dengan agama lain karena munculnya agama Buddha itu sendiri karena pemahaman akan pengalaman yang dicapai seseorang. Jadi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa agama Buddha adalah agama yang pesimistik jika hanya didasarkan bahwa agama Buddha memang berpijak pada fakta.
Terdapat tiga konsep dukkha dalam agama Buddha, yaitu:
1)Dukkha-Dukkha: dukkha yang nyata kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari, yang dirasakan sebagai derita tubuh maupun derita batin.
2)Viparinama-Dukkha: dukkha sebagai akibat dari perubahan, seperti semua perasaan senang atau bahagia yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi kesal atau cemburu, dll.
3)Sankhara-Dukkha: dukkha sebagai akibat dari keadaan bersyarat, sifat tertekan dari semua Sankhara (bentuk atau keadaan bersyarat) yang selalu muncul dan lenyap, seperti Panca Khandha.
Selain itu, dukkha juga dapat terjadi dalam berbagai peristiwa, baik itu dukkha jasmani maupun dukkha batin yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari:
a)Kelahiran (Jati)
b)Kehilangan (Jara)
c)Penyakit (Vyadhi)
d)Kesedihan (Soka)
e)Ratapan (Parideva)
f)Menyakitkan (Dukkha)
g)Ketidaksenangan (Domanassa)
h)Keputus-asaan (Upayasa)
i)Berkumpul dengan yang tidak disenangi (Appiyehisampayoga)
j)Berpisah dari yang dicintai (Piyehivippayoga)
k)Tidak memperoleh sesuatu yang diinginkan (Yampiccam nalabhati tampi dukkham)
Pendek kata, kelima unsur adalah penderitaan (Samkhittena pancupadanakkhanda dukkha)
Kebenaran Mulia Pertama ini haruslah dipahami terlebih dahulu agar dapat menyelami tahapan selanjutnya.
Kebenaran Mulia Kedua: Kebenaran Mulia tentang Penyebab Timbulnya Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca)
Kebenaran Mulia Kedua menyatakan bahwa penderitaan disebabkan oleh nafsu keinginan (Tanha) dan kebodohan batin (Avijja). Hal ini dapat dengan mudah kita buktikan. Ambil saja contoh dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kita menginginkan sesuatu, namun tidak dapat memperolehnya, kita akan menjadi frustasi. Bila kita menghendaki seseorang berbuat sesuatu sesuai kehendak kita, namun pada kenyataannya tidak dia tidak melakukan hal demikian, kita merasa kecewa. Dan bahkan bila kita menginginkan sesuatu dan mampu memperolehnya, ini juga tidak akan bertahan lama. Kita lambat laun akan menjadi bosan, malas, atau jenuh. Kebenaran Mulia Kedua ini pada intinya mengatakan bahwa mendapatkan apa yang kita idam-idamkan tidaklah menjamin tercapainya kebahagiaan. Jadi daripada kita terus-menerus mengejar dan memaksakan keinginan kita, lebih baik kita berusaha melatih diri untuk mengurangi atau membatasi keinginan kita. Belajarlah untuk tidak melekat.
Terdapat tiga macam Tanha, yaitu:
a)Kama-tanha (keinginan akan nafsu indria)
b)Bhava-tanha (keinginan akan penjelmaan)
c)Vibhava-tanha (keinginan akan pemusnahan diri)
Penyebab dari dukkha ini haruslah dihapus demi tercapainya kondisi batin yang luhur. Muncul pertanyaan, tetapi jika kita menghentikan seluruh keinginan kita, bukankah kita tidak akan pernah mendapat atau mencapai apapun ? Memang benar. Kita hidup membutuhkan apa yang kita butuhkan tetapi bukan berarti mengejar semua keinginan kita yang selalu muncul. Kita harus belajar membedakan antara apa yang kita butuhkan dengan apa yang kita inginkan. Keinginan yang menjadi sumber dukkha sudah sewajarnya dikurangi. Lagi pula, sebenarnya tujuan kita hidup untuk terus mengejar atau untuk menjadi puas dan bahagia.
Kebenaran Mulia Ketiga: Kebenaran Mulia tentang Akhir Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Akhir dari dukkha berarti akhir dari tiga akar kajahatan (dosa, lobha, moha). Lenyapnya dukkha berarti pula lenyapnya tanha dan avijja, dan tercapainya Nibbana. Nibbana yang menjadi tujuan umat Buddha hanya bisa dicapai kala seseorang berhasil melenyapkan tanha dan avijja yang bersemayam dalam dirinya. Nibbana bukanlah suatu alam kehidupan, melainkan lebih kepada suatu keadaan yang mengatasi waktu dan ruang. Tak ada bukti bahwa dimensi Nibbana benar-benar ada. Namun, keberadaan dimensi ini dapat dipikirkan.
Terdapat dua aspek Nibbana:
a)Saupadisesa Nibbana: padamnya kilesa secara total, tetapi Pancakkhandha (lima kelompok kehidupan) masih ada.
b)Anupadisesa Nibbana: padamnya kilesa secara total dan diikuti padamnya Pancakkhandha secara total.
Nibbana dapat dicapai oleh mereka-mereka yang telah berhasil mengalahkan tanha dan avijja mereka sendiri, seperti para Arahat, Pacceka Buddha, dan Samma Sambuddha.
Kebenaran Mulia Keempat: Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Akhir dari Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariya Sacca)
Kebenaran Mulia yang Keempat berbicara mengenai jalan menuju akhir dari dukkha. Jalan itu adalah jalan yang telah ditunjukkan oleh Sang Buddha. Jalan itu kemudian dikenal dengan nama Delapan Ruas Jalan Utama (Ariya Atthangika Magga) atau juga dikenal sebagai Jalan Tengah (Majjhima Patipada). Dinamakan Jalan Tengah karena jalan yang dibabarkan oleh Sang Buddha ini menghindari dua jalan ekstrem dan dua pandangan yang dulunya diikuti oleh para petapa. Kedua jalan itu adalah:
a)Kamasukhallikanuyoga atau paham Carvaka yang mencari kebahagiaan dengan menuruti nafsu-nafsu indria, berlebihan, yang rendah, biasa, tidak berfaedah
b)Attakilamathanuyoga atau paham Titthia yang mencari sumber kebahagiaan dengan menyiksa diri dalam berbagai cara/praktek yang menyakitkan, tidak berharga, tidak berfaedah
Kedua kutub pandangan itu adalah pandangan tentang kekekalan (sassata-ditthi) dan kemusnahan (ucchedda-ditthi).
Walaupun jalan ini dinamakan Jalan Mulia Berunsur Delapan, namun tetap saja kedelapan unsur itu merupakan satu kesatuan. Masing-masing unsur dalam delapan unsur ini bukannya berjalan sendiri-sendiri, namun secara serentak dan selaras, disesuaikan dengan kemampuan pribadi masing-masing yang sedang melatih diri dalam jalan itu. Kedelapan jalan itu adalah.
a)Samma-ditthi (Pandangan Benar)
Pandangan Benar memiliki arti bahwa kita harus memiliki pengertian terhadap sesuatu menurut keadaan yang sebenarnya dan Empat Kebenaran inilah yang menerangkan segala sesuatu sebagaimana adanya. Pandangan Benar ini merupakan kebijaksanaan tertinggi yang dapat menembus arti dan melihat secara terang Kesunyataan Mutlak, Nibbana. Contoh: sudah menjadi kebiasaan kita untuk selalu memuaskan apa yang menjadi keinginan kita. Misalnya ketika kita ingin sebuah mobil BMW keluaran terbaru. Kita kemudian membelinya. Atau ketika kita mengharapkan seseorang menjadi celaka karena sedang marah. Kita harusnya mengerti bahwa segala sesuatu itu tidaklah kekal adanya. Kita pun hendaknya memandang permasalahan dengan lebih jernih.
b)Samma-sankappa (Pikiran Benar)
Memiliki arti sebagai pikiran yang terjaga dari "Aku", tidak lagi mementingkan diri sendiri, memenuhinya dengan cinta kasih dan tanpa kekerasan terhadap semua makhluk. Pikiran Benar juga harus berarti berpikir bebas dari nafsu keinginan, bebas dari kekejaman, bebas dari niat jahat. Contoh yang sangat baik dalam meningkatkan kualitas pikiran benar ini adalah pada saat merenung, juga saat kita berdana.
c)Samma-vaca (Ucapan Benar)
Ucapan yang benar artinya;
menjauhkan diri dari dusta
menjauhkan diri dari memfitnah
menjauhkan diri dari ucapan-ucapan kasar
menjauhkan diri dari omong kosong atau perktaan yang tidak ada artinya
Ada empat syarat suatu ucapan dikatakan benar;
ucapan itu memang benar
ucapan itu diberikan beralasan
ucapan itu berfaedah
ucapan itu tepat waktu
Dalam pergaulan sehari-hari hendaknya dihindari ucapan omong kosong, gosip, fitnah, dll karena hanya akan membawa pada permasalahan (timbul dukkha), sebaliknya jika kita menjaga ucapan kita dengan mengatakan hal-hal benart dan berfaedah, tentu keharmonisan dan kedamaian dapat terjaga.
d)Samma-kammanta (Perbuatan Benar)
Perbuatan benar adalah perbuatan yang menjauhkan diri dari pembunuhan, pengambilan barang yang tidak diberikan, perbuatan asusila. Penerapan praktek Pancasila Buddhis merupakan aplikasi yang tepat dari perbuatan benar dalam kehidupan sehari-hari.
e)Samma-ajiva (Mata Pencaharian Benar)
Penghidupan Benar berarti menghindari penghidupan yang dapat mencelakakan atau menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri maupun bagi makhluk lain. Dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya dihindari lima macam perdagangan berikut.
berdagang senjata
berdagang makhluk hidup
berdagang daging
berdagang minuman yang memabukkan
berdagang racun
Menjalani kehidupan dengan mata pencaharian benar membuat hidup menjadi lebih tenang dan damai.
f)Samma-vayama (Daya Upaya Benar)
Usaha benar berarti pengerahan segenap daya upaya untuk:
mencegah timbulnya keadaan-keadaan batin yang tidak baik
melenyapkan keadaan-keadaan batin yang tidak baik yang sudah ada
membangkitkan keadaan-keadaan batin yang baik
mempertahankan keadaan-keadaan batin yang baik yang telah ada
Contoh: Saat melakukan meditasi dengan objek perenungan tertentu. Misalnya latihan meditasi pernapasan dimana kita harus berkonsentrasi terhadap jalan masuk-keluarnya napas melalui hidung, sehingga pikiran kita terkendali dengan baik. Atau meditasi dengan objek mayat, dll.
g)Samma-sati (Perhatian Benar)
Perhatian Benar berarti berusaha melatih diri dengan penuh perhatian dan waspada dalam:
perenungan terhadap tubuh (kayanupassana)
perenungan terhadap perasaan (vedananupassana)
perenungan terhadap pikiran (cittanupassana)
perenungan terhadap objek-objek pikiran (dhammanupassana)
Demikianlah diatas empat landasan perhatian benar (Satipatthana). Dalam bertindak-tanduk, pernahkah terpikir oleh kita untuk selalu menyadari segala tindak-tanduk kita.
h)Samma-samadhi (konsentrasi Benar)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran baik yang ditujukan pada objek sehingga tercapai suatu kondisi batin yang lebih tinggi. Ada dua tingkat perkembangan konsentrasi:
konsentrasi mendekati (upacara samadhi): mendekati tingkat pencerapan, namun belum mencapainya
konsentrasi pencapaian (appana samadhi): mencapai tingkat pencerapan (jhana)
Pelaksanaan latihan ini akan membawa seseorang untuk dapat mencapai tingkat kesucian pikiran (citta visudhi) hingga mencapai tingkat-tingkat jhana menuju terealisasinya Nibbana.
Konsentrasi ini sendiri dapat dibedakan menjadi dua:
Samatha Bhavana: pencapaian ketenangan batin
Vipasana Bhavana: pencapaian Penerangan Sempurna
(Dhammapada XIII:1)
Cattari Ariya Saccani
Hidup selalu dibayang-bayangi oleh apa yang dinamakan "DUKKHA". Ini merupakan suatu kenyataan penting karena memang dibalik semua kesenangan dan kebahagiaan yang diperoleh suatu makhluk selalu tersimpan sebersit dukkha yang muncul atau nantinya pasti akan muncul. Keadaan ini berlangsung di alam-alam yang masih dipenuhi TANHA maupun AVIJJA.
Kehidupan sebagai bagian dari dukkha berarti juga bahwa kehidupan sebagai bagian dari empat kebenaran mulia. Janganlah menilai apa yang diajarkan oleh Sang Buddha ini hanya dari kebenaran tentang dukkha saja, tetapi juga haruslah secara menyeluruh. Mengapa ? Sebab masih banyak orang yang menyalahartikan agama Buddha dengan hanya melihat nilai kebenaran pertama dari empat kebenaran mulia ini. Mereka beranggapan bahwa agama Buddha adalah sebuah agama kuno yang pesimistik, yang selalu mengajarkan dukkha melulu. Padahal pada kenyataannya tidaklah demikian. Pandangan salah semacam ini menjerumuskan agama Buddha. Ada sebuah ungkapan Buddhis yang mengatakan bahwa Dhamma itu seperti ular. Ular jika Anda salah memegangnya, Anda tentu akan dipatuk oleh ular tersebut. Agar Anda tidak dipatuk, tentu Anda akan menangkap kepalanya terlebih dahulu. Sama halnya dengan Dhamma. Jika Anda ingin mendalami Dhamma, dalamilah satu-persatu terlebih dahulu namun terus berkesinambungan, tidak sepotong-sepotong, saling melengkapi sampai akhirnya Anda mengerti seluruh ajaran indah ini.
Jadi apakah keempat kebenaran mulia itu ?
Cattari Ariya Saccani (Empat Kebenaran Mulia) adalah salah satu dasar inti sari dari ajaran Buddha Gotama sehingga semua wadah atau organisasi perhimpunan Buddhis yang diakui di seluruh dunia haruslah memenuhi syarat ini, yaitu mengakui kebenaran dari Cattari Ariya Saccani. Empat Kebenaran Mulia diberikan pertama kali oleh Sang Bhagava di Taman Rusa Isipatana (sekarang Sarnath dekat Benares) kepada lima orang pertapa.
Apa yang dibabarkan oleh Sang Buddha dapatlah kita aplikasikan dalam hal sakit. Kebenaran Mulia Pertama berhubungan dengan adanya dukkha --- munculnya penyakit. Kebenaran Mulia Kedua berhubungan dengan asal mula dukkha --- sebab timbulnya penyakit. Kebenaran Mulia Ketiga berhubungan dengan terhentinya dukkha --- akhir dari sakit (sembuh). Kebenaran Mulia Keempat berhubungan dengan jalan menuju terhentinya dukkha --- langkah-langkah perawatan suatu penyakit.
Kebenaran Mulia Pertama : Kebenaran Mulia tentang Dukkha (Dukkha Ariya Sacca)
Banyak orang beranggapan bahwa dukkha adalah penderitaan bahkan oleh umat Buddha sendiri. Hal itu bukannya salah, hanya saja penggunaan kata dukkha yang diartikan sebagai penderitaan kurang tepat sebab dapat menyebabkan agama Buddha terkesan agama yang pesimistis. Di lain pihak memang arti dari dukkha tidaklah tepat disamakan dengan penderitaan, mungkin lebih tepat kalau diterjemahkan sebagai ketidakkekalan, kondisi yang selalu berubah. Antonim dari dukkha adalah sukha (kebahagiaan).
Kebenaran Mulia Pertama menyatakan bahwa hidup adalah bagian dari dukkha. Setiap makhluk pasti pernah merasakan bentuk dari dukkha. Baik itu berupa penderitaan jasmani seperti kesakitan, usia tua, mati, dan lain-lain; atau pula penderitaan batin seperti kecewa, malu, takut, sedih, marah, dan lain-lain. Bahkan banyak pemikir yang beranggapan bahwa apalah arti hidup jika hidup hanya diliputi oleh kebahagiaan saja ? Jika hanya dliputi oleh kebahagiaan saja kita tidak akan pernah belajar. Sama halnya dengan Dhamma, adalah tidak mungkin diberikan kesenangan, kebahagiaan, mukjijat melulu, untuk dapat mencapai Pantai Seberang.
Namun kebenaran pertama yang berbicara mengenai masalah dukkha ini telah menyebabkan sebagian orang berpandangan bahwa agama Buddha adalah sebuah agama kuno yang pesimistis. Istilah pesimistis berarti suatu kecenderungan berpikir bahwa apapun yang terjadi akan berakibat buruk/salah; atau suatu pandangan yang memandang bahwa kebajikan lebih lemah dibandingkan kejahatan. Agama Buddha tidaklah mengajarkan hal yang demikian. Pula tidak mengingkari bahwa kebahagiaan itu juga ada. Gagasan utama agama Buddha memang berbeda dengan agama lain karena munculnya agama Buddha itu sendiri karena pemahaman akan pengalaman yang dicapai seseorang. Jadi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa agama Buddha adalah agama yang pesimistik jika hanya didasarkan bahwa agama Buddha memang berpijak pada fakta.
Terdapat tiga konsep dukkha dalam agama Buddha, yaitu:
1)Dukkha-Dukkha: dukkha yang nyata kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari, yang dirasakan sebagai derita tubuh maupun derita batin.
2)Viparinama-Dukkha: dukkha sebagai akibat dari perubahan, seperti semua perasaan senang atau bahagia yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi kesal atau cemburu, dll.
3)Sankhara-Dukkha: dukkha sebagai akibat dari keadaan bersyarat, sifat tertekan dari semua Sankhara (bentuk atau keadaan bersyarat) yang selalu muncul dan lenyap, seperti Panca Khandha.
Selain itu, dukkha juga dapat terjadi dalam berbagai peristiwa, baik itu dukkha jasmani maupun dukkha batin yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari:
a)Kelahiran (Jati)
b)Kehilangan (Jara)
c)Penyakit (Vyadhi)
d)Kesedihan (Soka)
e)Ratapan (Parideva)
f)Menyakitkan (Dukkha)
g)Ketidaksenangan (Domanassa)
h)Keputus-asaan (Upayasa)
i)Berkumpul dengan yang tidak disenangi (Appiyehisampayoga)
j)Berpisah dari yang dicintai (Piyehivippayoga)
k)Tidak memperoleh sesuatu yang diinginkan (Yampiccam nalabhati tampi dukkham)
Pendek kata, kelima unsur adalah penderitaan (Samkhittena pancupadanakkhanda dukkha)
Kebenaran Mulia Pertama ini haruslah dipahami terlebih dahulu agar dapat menyelami tahapan selanjutnya.
Kebenaran Mulia Kedua: Kebenaran Mulia tentang Penyebab Timbulnya Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca)
Kebenaran Mulia Kedua menyatakan bahwa penderitaan disebabkan oleh nafsu keinginan (Tanha) dan kebodohan batin (Avijja). Hal ini dapat dengan mudah kita buktikan. Ambil saja contoh dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kita menginginkan sesuatu, namun tidak dapat memperolehnya, kita akan menjadi frustasi. Bila kita menghendaki seseorang berbuat sesuatu sesuai kehendak kita, namun pada kenyataannya tidak dia tidak melakukan hal demikian, kita merasa kecewa. Dan bahkan bila kita menginginkan sesuatu dan mampu memperolehnya, ini juga tidak akan bertahan lama. Kita lambat laun akan menjadi bosan, malas, atau jenuh. Kebenaran Mulia Kedua ini pada intinya mengatakan bahwa mendapatkan apa yang kita idam-idamkan tidaklah menjamin tercapainya kebahagiaan. Jadi daripada kita terus-menerus mengejar dan memaksakan keinginan kita, lebih baik kita berusaha melatih diri untuk mengurangi atau membatasi keinginan kita. Belajarlah untuk tidak melekat.
Terdapat tiga macam Tanha, yaitu:
a)Kama-tanha (keinginan akan nafsu indria)
b)Bhava-tanha (keinginan akan penjelmaan)
c)Vibhava-tanha (keinginan akan pemusnahan diri)
Penyebab dari dukkha ini haruslah dihapus demi tercapainya kondisi batin yang luhur. Muncul pertanyaan, tetapi jika kita menghentikan seluruh keinginan kita, bukankah kita tidak akan pernah mendapat atau mencapai apapun ? Memang benar. Kita hidup membutuhkan apa yang kita butuhkan tetapi bukan berarti mengejar semua keinginan kita yang selalu muncul. Kita harus belajar membedakan antara apa yang kita butuhkan dengan apa yang kita inginkan. Keinginan yang menjadi sumber dukkha sudah sewajarnya dikurangi. Lagi pula, sebenarnya tujuan kita hidup untuk terus mengejar atau untuk menjadi puas dan bahagia.
Kebenaran Mulia Ketiga: Kebenaran Mulia tentang Akhir Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Akhir dari dukkha berarti akhir dari tiga akar kajahatan (dosa, lobha, moha). Lenyapnya dukkha berarti pula lenyapnya tanha dan avijja, dan tercapainya Nibbana. Nibbana yang menjadi tujuan umat Buddha hanya bisa dicapai kala seseorang berhasil melenyapkan tanha dan avijja yang bersemayam dalam dirinya. Nibbana bukanlah suatu alam kehidupan, melainkan lebih kepada suatu keadaan yang mengatasi waktu dan ruang. Tak ada bukti bahwa dimensi Nibbana benar-benar ada. Namun, keberadaan dimensi ini dapat dipikirkan.
Terdapat dua aspek Nibbana:
a)Saupadisesa Nibbana: padamnya kilesa secara total, tetapi Pancakkhandha (lima kelompok kehidupan) masih ada.
b)Anupadisesa Nibbana: padamnya kilesa secara total dan diikuti padamnya Pancakkhandha secara total.
Nibbana dapat dicapai oleh mereka-mereka yang telah berhasil mengalahkan tanha dan avijja mereka sendiri, seperti para Arahat, Pacceka Buddha, dan Samma Sambuddha.
Kebenaran Mulia Keempat: Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Akhir dari Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariya Sacca)
Kebenaran Mulia yang Keempat berbicara mengenai jalan menuju akhir dari dukkha. Jalan itu adalah jalan yang telah ditunjukkan oleh Sang Buddha. Jalan itu kemudian dikenal dengan nama Delapan Ruas Jalan Utama (Ariya Atthangika Magga) atau juga dikenal sebagai Jalan Tengah (Majjhima Patipada). Dinamakan Jalan Tengah karena jalan yang dibabarkan oleh Sang Buddha ini menghindari dua jalan ekstrem dan dua pandangan yang dulunya diikuti oleh para petapa. Kedua jalan itu adalah:
a)Kamasukhallikanuyoga atau paham Carvaka yang mencari kebahagiaan dengan menuruti nafsu-nafsu indria, berlebihan, yang rendah, biasa, tidak berfaedah
b)Attakilamathanuyoga atau paham Titthia yang mencari sumber kebahagiaan dengan menyiksa diri dalam berbagai cara/praktek yang menyakitkan, tidak berharga, tidak berfaedah
Kedua kutub pandangan itu adalah pandangan tentang kekekalan (sassata-ditthi) dan kemusnahan (ucchedda-ditthi).
Walaupun jalan ini dinamakan Jalan Mulia Berunsur Delapan, namun tetap saja kedelapan unsur itu merupakan satu kesatuan. Masing-masing unsur dalam delapan unsur ini bukannya berjalan sendiri-sendiri, namun secara serentak dan selaras, disesuaikan dengan kemampuan pribadi masing-masing yang sedang melatih diri dalam jalan itu. Kedelapan jalan itu adalah.
a)Samma-ditthi (Pandangan Benar)
Pandangan Benar memiliki arti bahwa kita harus memiliki pengertian terhadap sesuatu menurut keadaan yang sebenarnya dan Empat Kebenaran inilah yang menerangkan segala sesuatu sebagaimana adanya. Pandangan Benar ini merupakan kebijaksanaan tertinggi yang dapat menembus arti dan melihat secara terang Kesunyataan Mutlak, Nibbana. Contoh: sudah menjadi kebiasaan kita untuk selalu memuaskan apa yang menjadi keinginan kita. Misalnya ketika kita ingin sebuah mobil BMW keluaran terbaru. Kita kemudian membelinya. Atau ketika kita mengharapkan seseorang menjadi celaka karena sedang marah. Kita harusnya mengerti bahwa segala sesuatu itu tidaklah kekal adanya. Kita pun hendaknya memandang permasalahan dengan lebih jernih.
b)Samma-sankappa (Pikiran Benar)
Memiliki arti sebagai pikiran yang terjaga dari "Aku", tidak lagi mementingkan diri sendiri, memenuhinya dengan cinta kasih dan tanpa kekerasan terhadap semua makhluk. Pikiran Benar juga harus berarti berpikir bebas dari nafsu keinginan, bebas dari kekejaman, bebas dari niat jahat. Contoh yang sangat baik dalam meningkatkan kualitas pikiran benar ini adalah pada saat merenung, juga saat kita berdana.
c)Samma-vaca (Ucapan Benar)
Ucapan yang benar artinya;
menjauhkan diri dari dusta
menjauhkan diri dari memfitnah
menjauhkan diri dari ucapan-ucapan kasar
menjauhkan diri dari omong kosong atau perktaan yang tidak ada artinya
Ada empat syarat suatu ucapan dikatakan benar;
ucapan itu memang benar
ucapan itu diberikan beralasan
ucapan itu berfaedah
ucapan itu tepat waktu
Dalam pergaulan sehari-hari hendaknya dihindari ucapan omong kosong, gosip, fitnah, dll karena hanya akan membawa pada permasalahan (timbul dukkha), sebaliknya jika kita menjaga ucapan kita dengan mengatakan hal-hal benart dan berfaedah, tentu keharmonisan dan kedamaian dapat terjaga.
d)Samma-kammanta (Perbuatan Benar)
Perbuatan benar adalah perbuatan yang menjauhkan diri dari pembunuhan, pengambilan barang yang tidak diberikan, perbuatan asusila. Penerapan praktek Pancasila Buddhis merupakan aplikasi yang tepat dari perbuatan benar dalam kehidupan sehari-hari.
e)Samma-ajiva (Mata Pencaharian Benar)
Penghidupan Benar berarti menghindari penghidupan yang dapat mencelakakan atau menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri maupun bagi makhluk lain. Dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya dihindari lima macam perdagangan berikut.
berdagang senjata
berdagang makhluk hidup
berdagang daging
berdagang minuman yang memabukkan
berdagang racun
Menjalani kehidupan dengan mata pencaharian benar membuat hidup menjadi lebih tenang dan damai.
f)Samma-vayama (Daya Upaya Benar)
Usaha benar berarti pengerahan segenap daya upaya untuk:
mencegah timbulnya keadaan-keadaan batin yang tidak baik
melenyapkan keadaan-keadaan batin yang tidak baik yang sudah ada
membangkitkan keadaan-keadaan batin yang baik
mempertahankan keadaan-keadaan batin yang baik yang telah ada
Contoh: Saat melakukan meditasi dengan objek perenungan tertentu. Misalnya latihan meditasi pernapasan dimana kita harus berkonsentrasi terhadap jalan masuk-keluarnya napas melalui hidung, sehingga pikiran kita terkendali dengan baik. Atau meditasi dengan objek mayat, dll.
g)Samma-sati (Perhatian Benar)
Perhatian Benar berarti berusaha melatih diri dengan penuh perhatian dan waspada dalam:
perenungan terhadap tubuh (kayanupassana)
perenungan terhadap perasaan (vedananupassana)
perenungan terhadap pikiran (cittanupassana)
perenungan terhadap objek-objek pikiran (dhammanupassana)
Demikianlah diatas empat landasan perhatian benar (Satipatthana). Dalam bertindak-tanduk, pernahkah terpikir oleh kita untuk selalu menyadari segala tindak-tanduk kita.
h)Samma-samadhi (konsentrasi Benar)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran baik yang ditujukan pada objek sehingga tercapai suatu kondisi batin yang lebih tinggi. Ada dua tingkat perkembangan konsentrasi:
konsentrasi mendekati (upacara samadhi): mendekati tingkat pencerapan, namun belum mencapainya
konsentrasi pencapaian (appana samadhi): mencapai tingkat pencerapan (jhana)
Pelaksanaan latihan ini akan membawa seseorang untuk dapat mencapai tingkat kesucian pikiran (citta visudhi) hingga mencapai tingkat-tingkat jhana menuju terealisasinya Nibbana.
Konsentrasi ini sendiri dapat dibedakan menjadi dua:
Samatha Bhavana: pencapaian ketenangan batin
Vipasana Bhavana: pencapaian Penerangan Sempurna