Buddha
18th November 2010, 11:00 AM
Kiat Selalu Beruntung
Pengantar pembahasan
Sebagai umat Buddha, kita mengenal ajaran Sang Buddha tentang delapan kondisi dunia (attha dhammaloka). Hidup ini kadang mendapatkan keberuntungan (labho) dan juga kadang memperoleh kerugian (alabho) jika kamma buruk sedang berbuah; dikenal (yaso) secara luas di masyarakat sebagai publik figur dandi sisi lain ada orang yang sama sekali tidak dikenal (ayaso); dicela (nind�) dan dipuji (pasamsa), merupakan pasangan yang serasi dalam dunia ini; mengalami kebahagiaan (sukha) dan penderitaan (dukkha), bukan hanya sekadar selingan hidup, tetapi sebagai fakta hidup.
Mengenal ajaran Sang Buddha tentang Attha Dhammaloka merupakan langkah awal menuju kebaikan hidup bagi seseorang. Langkah selanjutnya adalah mempraktikkan ajaran yang sudah dipahami, sehingga bukan hanya untuk kebaikan hidup, melainkan memulai proses kesempurnaan diri.
Sub Pembahasan
Sebelum membahas �selalu beruntung�, terlebih dahulu mari kita mengetahui tiga tipe yang ada. Di antara kita mungkin mempunyai salah satu dari tiga tipe ini, maka selain membaca tulisan ini, lebih baik mengamati diri kita masing-masing agar selalu mengetahui bahwa kita berada di bagian yang mana dari tipe pertama, kedua atau yang ketiga.
1. Tipe orang yang selalu merasa tidak beruntung.
Mengapa orang selalu merasa rugi walaupun dalam keadaan beruntung, sehingga apabila tidak dipahami secara baik, orang lain heran melihat tipe orang yang selalu merasa rugi? Padahal, menurut Dhamma, sudah sangat jelas sekali terdapat faktor lobha yang dominan pada seseorang yang selalu merasa rugi, apalagi dia benar-benar rugi! Pernahkah kita menyadari keadaan seperti ini? Jika tidak pernah menyadari hal ini karena faktor keserakahan, maka selamanya tidak pernah beruntung.
2. Tipe orang yang merasa beruntung, apabila mendapatkan keberuntungan, tetapi merasa rugi jika mendapatkan kerugian.
Bila diamati, tipe yang kedua ini seolah-olah sudah menjadi standar kehidupan ini. Padahal, jika dipahami secara mendalam, sesungguhnya merupakan cerminan batin yang sangat labil. Kelabilan itu sering dipertontonkan dalam kehidupan ini. Apabila mendapat keberuntungan, maka orang dengan mudah bersorak-sorai, berplesir tanpa mengenal waktu, menghamburkan uang tanpa ingat mendapatkan uang, bahkan bersenang-senang tanpa ingat hari depan. Namun, ironisnya, takkala kerugian-kerugian atau kemalangan menimpa dirinya, cengkeraman kesedihan tidak mudah dilepaskan begitu saja. Jika standar hidup itu memang seperti yang terombang-ambing ini, apa enaknya hidup seperti ini? Kelihatan enak, tetapi tidak karena kelabilan itu sendiri.
3. Tipe orang yang beruntung dalam kondisi apapun.
Mungkin orang akan memilih yang selalu beruntung dalam kondisi apapun, tetapi kondisi yang selalu beruntung tidak bisa dicapai dengan keinginan saja, melainkan harus berjuang mengubah dari warna dasar batin yang penuh serakah dan batin yang labil untuk dijadikan batin yang stabil dan mengerti tentang kebenaran hidup.
Dua kata ketenangan dan pengertian tentang kebenaran merupakan kiat untuk selalu beruntung.
Pembahasan kiat selalu beruntung
a. Merenungkan kebenaran hidup sebagai cara mengembangkan pengertian benar.
Jika pengertian benar itu sudah berkembang dalam diri seseorang, maka orang tersebut akan selalu merasa beruntung, walaupun dalam keadaan yang pada umumnya orang mengatakan rugi, karena pengertian benar selalu bisa menerima antara untung dan rugi. Begitu bisa menerima antara untung dan rugi sebagai kebenaran, sekarang yang menjadi masalahnya adalah bagaimana kita bisa memiliki pengertian hidup dengan benar.
Pengertian ini akan muncul apabila melatih dan merenungkan tentang kebenaran hidup itu sendiri secara rutin, misalnya segala sesuatu tidak kekal (anicca). Oleh karena segala sesuatu tidak kekal sudah dimengerti, maka tidak akan mengalami kesedihan maupun kesenangan dalam proses ketidakkekalan itu. Cara yang kedua, kebenaran tentang akibat dari perbuatan akan mewarisi kammanya sendiri, berhubungan dengan kammanya sendiri, lahir dari kammanya sendiri, dan terlindung oleh kammanya sendiri, maka kamma apapun yang telah dilakukan, baik ataupun buruk itulah yang menjadi miliknya.
b. Melatih pikiran sampai mencapai ketenangan.
Cara selanjutnya adalah, jika tidak bisa menggunakan perenungan untuk menimbulkan pengertian benar, maka bisa melatih ketenangan dengan cara meditasi. Cara ini diharapkan bisa mendapatkan ketenangan pikiran, sebab ketenangan pikiran akan selalu bisa menerima keadaan apapun, sehingga mampu mempengaruhi pikiran yang tenang, dan kondisi tidak menyenangkan juga tidak mempengaruhi pikirannya.
Kesimpulan
Selalu beruntung bukanlah seperti pada umumnya saat seseorang yang mendapatkan musibah, misalnya selalu bisa menerima dengan mengatakan masih beruntung karena hanya jatuh lecet kakinya, coba kalau patah. Andaikata patah kakinya, masih dapat dikatakan beruntung karena masih bisa dikatakan hanya patah, dan sebagainya. Bukan keberuntungan yang disudutkan keadaan yang sulit seperti ini yang dimaksud, sedangkan sesungguhnya hatinya tidak bisa menerima adanya musibah itu, namun keberuntungan yang berdasarkan pengertian benar tentang kebenaran hidup dan ketenangan. Tidak merasa terpojokkan, melainkan bisa menerima kenyataan dengan senang hati.
Oleh : Saddhaviro Thera,
Sumber : A.IV.157
Pengantar pembahasan
Sebagai umat Buddha, kita mengenal ajaran Sang Buddha tentang delapan kondisi dunia (attha dhammaloka). Hidup ini kadang mendapatkan keberuntungan (labho) dan juga kadang memperoleh kerugian (alabho) jika kamma buruk sedang berbuah; dikenal (yaso) secara luas di masyarakat sebagai publik figur dandi sisi lain ada orang yang sama sekali tidak dikenal (ayaso); dicela (nind�) dan dipuji (pasamsa), merupakan pasangan yang serasi dalam dunia ini; mengalami kebahagiaan (sukha) dan penderitaan (dukkha), bukan hanya sekadar selingan hidup, tetapi sebagai fakta hidup.
Mengenal ajaran Sang Buddha tentang Attha Dhammaloka merupakan langkah awal menuju kebaikan hidup bagi seseorang. Langkah selanjutnya adalah mempraktikkan ajaran yang sudah dipahami, sehingga bukan hanya untuk kebaikan hidup, melainkan memulai proses kesempurnaan diri.
Sub Pembahasan
Sebelum membahas �selalu beruntung�, terlebih dahulu mari kita mengetahui tiga tipe yang ada. Di antara kita mungkin mempunyai salah satu dari tiga tipe ini, maka selain membaca tulisan ini, lebih baik mengamati diri kita masing-masing agar selalu mengetahui bahwa kita berada di bagian yang mana dari tipe pertama, kedua atau yang ketiga.
1. Tipe orang yang selalu merasa tidak beruntung.
Mengapa orang selalu merasa rugi walaupun dalam keadaan beruntung, sehingga apabila tidak dipahami secara baik, orang lain heran melihat tipe orang yang selalu merasa rugi? Padahal, menurut Dhamma, sudah sangat jelas sekali terdapat faktor lobha yang dominan pada seseorang yang selalu merasa rugi, apalagi dia benar-benar rugi! Pernahkah kita menyadari keadaan seperti ini? Jika tidak pernah menyadari hal ini karena faktor keserakahan, maka selamanya tidak pernah beruntung.
2. Tipe orang yang merasa beruntung, apabila mendapatkan keberuntungan, tetapi merasa rugi jika mendapatkan kerugian.
Bila diamati, tipe yang kedua ini seolah-olah sudah menjadi standar kehidupan ini. Padahal, jika dipahami secara mendalam, sesungguhnya merupakan cerminan batin yang sangat labil. Kelabilan itu sering dipertontonkan dalam kehidupan ini. Apabila mendapat keberuntungan, maka orang dengan mudah bersorak-sorai, berplesir tanpa mengenal waktu, menghamburkan uang tanpa ingat mendapatkan uang, bahkan bersenang-senang tanpa ingat hari depan. Namun, ironisnya, takkala kerugian-kerugian atau kemalangan menimpa dirinya, cengkeraman kesedihan tidak mudah dilepaskan begitu saja. Jika standar hidup itu memang seperti yang terombang-ambing ini, apa enaknya hidup seperti ini? Kelihatan enak, tetapi tidak karena kelabilan itu sendiri.
3. Tipe orang yang beruntung dalam kondisi apapun.
Mungkin orang akan memilih yang selalu beruntung dalam kondisi apapun, tetapi kondisi yang selalu beruntung tidak bisa dicapai dengan keinginan saja, melainkan harus berjuang mengubah dari warna dasar batin yang penuh serakah dan batin yang labil untuk dijadikan batin yang stabil dan mengerti tentang kebenaran hidup.
Dua kata ketenangan dan pengertian tentang kebenaran merupakan kiat untuk selalu beruntung.
Pembahasan kiat selalu beruntung
a. Merenungkan kebenaran hidup sebagai cara mengembangkan pengertian benar.
Jika pengertian benar itu sudah berkembang dalam diri seseorang, maka orang tersebut akan selalu merasa beruntung, walaupun dalam keadaan yang pada umumnya orang mengatakan rugi, karena pengertian benar selalu bisa menerima antara untung dan rugi. Begitu bisa menerima antara untung dan rugi sebagai kebenaran, sekarang yang menjadi masalahnya adalah bagaimana kita bisa memiliki pengertian hidup dengan benar.
Pengertian ini akan muncul apabila melatih dan merenungkan tentang kebenaran hidup itu sendiri secara rutin, misalnya segala sesuatu tidak kekal (anicca). Oleh karena segala sesuatu tidak kekal sudah dimengerti, maka tidak akan mengalami kesedihan maupun kesenangan dalam proses ketidakkekalan itu. Cara yang kedua, kebenaran tentang akibat dari perbuatan akan mewarisi kammanya sendiri, berhubungan dengan kammanya sendiri, lahir dari kammanya sendiri, dan terlindung oleh kammanya sendiri, maka kamma apapun yang telah dilakukan, baik ataupun buruk itulah yang menjadi miliknya.
b. Melatih pikiran sampai mencapai ketenangan.
Cara selanjutnya adalah, jika tidak bisa menggunakan perenungan untuk menimbulkan pengertian benar, maka bisa melatih ketenangan dengan cara meditasi. Cara ini diharapkan bisa mendapatkan ketenangan pikiran, sebab ketenangan pikiran akan selalu bisa menerima keadaan apapun, sehingga mampu mempengaruhi pikiran yang tenang, dan kondisi tidak menyenangkan juga tidak mempengaruhi pikirannya.
Kesimpulan
Selalu beruntung bukanlah seperti pada umumnya saat seseorang yang mendapatkan musibah, misalnya selalu bisa menerima dengan mengatakan masih beruntung karena hanya jatuh lecet kakinya, coba kalau patah. Andaikata patah kakinya, masih dapat dikatakan beruntung karena masih bisa dikatakan hanya patah, dan sebagainya. Bukan keberuntungan yang disudutkan keadaan yang sulit seperti ini yang dimaksud, sedangkan sesungguhnya hatinya tidak bisa menerima adanya musibah itu, namun keberuntungan yang berdasarkan pengertian benar tentang kebenaran hidup dan ketenangan. Tidak merasa terpojokkan, melainkan bisa menerima kenyataan dengan senang hati.
Oleh : Saddhaviro Thera,
Sumber : A.IV.157