Buddha
18th November 2010, 10:59 AM
Semoga bisa bermanfaat dan menambah keyakinan kita pada Buddha Dhamma yang indah pada awal, tengah, dan akhirnya.. tanpa noda dan agung... Selamat membaca...
TIGA MOMEN
Tiga peristiwa penting pada bulan Waisak yang diperingati oleh kita semua, umat Buddha, ialah peristiwa kelahiran Bodhisatta Siddhattha Gotama, peristiwa pencapaian pencerahan agung (Penerangan Sempurna) Buddha Gotama dan Parinibbana Buddha Gotama. Ketiga peristiwa ini terjadi pada saat purmama pada bulan Waisak. Masih segar di sanubari kita, beberapa petikan sutta Yang sering diulang, Yang berkorelasi dengan tiga momen di atas, sebagai berikut:
"Akulah Yang terkemuka di dunia,
Akulah Yang tertinggi di dunia,
Akulah Yang teragung di dunia,
Bagiku, tak akan ada lagi tumimbal lahir.'
Kata-kata di atas diucapkan beberapa saat setelah kelahiran Bodhisatta Siddhattha Gotama. Kata-kata pertama yang diucapkan Buddha Gotama setelah mencapai penerangan sempurna, ialah :
"Melalui banyak kelahiran dalam samsara (siklus kehidupan)
Aku mencari, namun tak menemukan pembuat rumah ini,
Sungguh menyedihkan kelahiran Yang berulang-ulang,
0h, pembuat rumah, kau t'lah terlihat!
Kau tak akan membuat rumah lagi;
Semua tiangmu t'lah kurobohkan, Rakit-rakitmu t'lah hancur;
Batin mencapai keadaan tak berkondisi (Nibbana),
Tercapailah akhir dari nafsu keinginan (Tanha)"
Petikan sutta yang berkaitan dengan momen ketiga yang sebenarnya merupakan kata-kata terakhir yang dinyatakan oleh Buddha Gotama sebelum Parinibbana, ialah :
--'Dengarlah baik-baik, 0 para bhikkhu, nasehatku.
Segala sesuatu yang merupakan perpaduan unsur-unsur akan hancur kembali; berjuanglah dengan sungguh-sungguh!"
Petikan Sutta di atas tidak asing bagi semua umat Buddha yang mengakui Buddha Gotama sebagai guru Agungnya. Kata-kata tersebut merupakan refleksi tiga momen penting kehidupan Beliau. Ketiga momen ini terjadi pada bulan Waisak, saat purnama: peristiwa kelahiran, Pencerahan Sempurna dan Parinibbana.
MOMEN PERTAMA
Andaikata sekarang, seorang awam mengumbar kata-kata: "Akulah Yang terkemuka di dunia ini" dan seterusnya; atau bahkan mengaku dirinya sebagai 'guru Para dewa dan manusia' atau sebagai 'Buddha Baru' mungkin hal ini dinilai sebagai kesombongan semata. Mengapa hal tersebut tidak layak diucapkan pada zaman materi ini? Lalu, kapan kata-kata tersebut tepat diucapkan? Oleh siapa?
Kata-kata yang tertulis dalarn petikan sutta di atas mengandung kebenaran yang tinggi, dan untuk memahaminya, kita harus paham akan kehidupan dan teladan seorang Bodhisatta.
Secara literal, Bodhisatta berarti 'makhluk bijaksana'; dan secara tak langsung menyatakan seorang manusia yang bertekad untuk mencapai penerangan sempurna secara mandiri, tak peduli berapa banyak kelahiran harus ditempuh. Tekad untuk menjadi seorang Sammasambuddha, seorang yang mencapai penerangan sempurna secara mandiri adalah untuk kepentingan banyak makhluk. Bodhisatta juga bertekad, bahwa ia akan menolong semua makhluk, sebagai manifestasi dari sepuluh kesempurnaan (parami) yang dipupuknya sebagai fondasi bagi tercapainya penerangan sempurna. Parami ini tidak hanya dipraktekkan dalam satu kehidupan, melainkan secara kontinyu selama Bodhisatta berada dalam lingkaran tumimbal lahir, baik sebagai manusia, dewa atau bahkan sebagai binatang. Perbuatan baiknya ini merupakan praktek yang panjang, memakan banyak kappa (Masa Kehidupan). Setiap saat ia sungguh bermaksud membawa manfaat dan kebaikan bagi yang lain dengan sesempurna mungkin.
Seorang manusia yang dikenal sebagai Pangeran Siddhattha, di dalam kehidupannya yang terakhir sebelum dilahirkan sebagai manusia, adalah dewa yang tinggal di Tusita bhumi (alam Surga Tusita). Buah kamma baiknya yang menakjubkan yang membuatnya dilahirkan di alam tersebut. Setelah melalui jangka waktu yang panjang, akhirnya tibalah waktunya untuk terlahir sebagai manusia. Kelahiran ini merupakan kelahirannya yang terakhir karena penerangan sempurna akan dicapainya. Pangeran Siddhattha dilahirkan dari rahim Ratu Mahamaya saat purnama di bulan Waisak, ayahnya adalah seorang raja dari suku Sakya.
Sebagai bayi manusia, ia berbeda dari kebanyakan bayi lainnya. Pikirannya terang, penuh kewaspadaan, penuh potensi bagi pengembangan kualitas - kualitas yang menakjubkan. Walaupun ia dilahirkan sebagai bayi yang baru lahir, ia telah masak untuk menuju penerangan sempurna!
Sangat jelas bagi kita, mengapa kata-kata di atas diucapkan, karena ia patut dihomat. "Terkemuka, Tertinggi dan Teragung", itulah beliau dan pada deretan manusia seumurnya, tiada yang menandinginya, dan sejarah ikut memperkuat dan mempertegas kebesarannya. Kata-kata tersebut diucapkan oleh seorang pangeran, seorang bayi, kebenarannya tidak mengandung kesombongan. Beliau sangat sadar bahwa dalam kehidupannya ini kesempurnaan akan dicapainya, sehingga dikatakannya: "Bagiku, tak akan ada lagi tumimbal lahir."
TIGA MOMEN
Tiga peristiwa penting pada bulan Waisak yang diperingati oleh kita semua, umat Buddha, ialah peristiwa kelahiran Bodhisatta Siddhattha Gotama, peristiwa pencapaian pencerahan agung (Penerangan Sempurna) Buddha Gotama dan Parinibbana Buddha Gotama. Ketiga peristiwa ini terjadi pada saat purmama pada bulan Waisak. Masih segar di sanubari kita, beberapa petikan sutta Yang sering diulang, Yang berkorelasi dengan tiga momen di atas, sebagai berikut:
"Akulah Yang terkemuka di dunia,
Akulah Yang tertinggi di dunia,
Akulah Yang teragung di dunia,
Bagiku, tak akan ada lagi tumimbal lahir.'
Kata-kata di atas diucapkan beberapa saat setelah kelahiran Bodhisatta Siddhattha Gotama. Kata-kata pertama yang diucapkan Buddha Gotama setelah mencapai penerangan sempurna, ialah :
"Melalui banyak kelahiran dalam samsara (siklus kehidupan)
Aku mencari, namun tak menemukan pembuat rumah ini,
Sungguh menyedihkan kelahiran Yang berulang-ulang,
0h, pembuat rumah, kau t'lah terlihat!
Kau tak akan membuat rumah lagi;
Semua tiangmu t'lah kurobohkan, Rakit-rakitmu t'lah hancur;
Batin mencapai keadaan tak berkondisi (Nibbana),
Tercapailah akhir dari nafsu keinginan (Tanha)"
Petikan sutta yang berkaitan dengan momen ketiga yang sebenarnya merupakan kata-kata terakhir yang dinyatakan oleh Buddha Gotama sebelum Parinibbana, ialah :
--'Dengarlah baik-baik, 0 para bhikkhu, nasehatku.
Segala sesuatu yang merupakan perpaduan unsur-unsur akan hancur kembali; berjuanglah dengan sungguh-sungguh!"
Petikan Sutta di atas tidak asing bagi semua umat Buddha yang mengakui Buddha Gotama sebagai guru Agungnya. Kata-kata tersebut merupakan refleksi tiga momen penting kehidupan Beliau. Ketiga momen ini terjadi pada bulan Waisak, saat purnama: peristiwa kelahiran, Pencerahan Sempurna dan Parinibbana.
MOMEN PERTAMA
Andaikata sekarang, seorang awam mengumbar kata-kata: "Akulah Yang terkemuka di dunia ini" dan seterusnya; atau bahkan mengaku dirinya sebagai 'guru Para dewa dan manusia' atau sebagai 'Buddha Baru' mungkin hal ini dinilai sebagai kesombongan semata. Mengapa hal tersebut tidak layak diucapkan pada zaman materi ini? Lalu, kapan kata-kata tersebut tepat diucapkan? Oleh siapa?
Kata-kata yang tertulis dalarn petikan sutta di atas mengandung kebenaran yang tinggi, dan untuk memahaminya, kita harus paham akan kehidupan dan teladan seorang Bodhisatta.
Secara literal, Bodhisatta berarti 'makhluk bijaksana'; dan secara tak langsung menyatakan seorang manusia yang bertekad untuk mencapai penerangan sempurna secara mandiri, tak peduli berapa banyak kelahiran harus ditempuh. Tekad untuk menjadi seorang Sammasambuddha, seorang yang mencapai penerangan sempurna secara mandiri adalah untuk kepentingan banyak makhluk. Bodhisatta juga bertekad, bahwa ia akan menolong semua makhluk, sebagai manifestasi dari sepuluh kesempurnaan (parami) yang dipupuknya sebagai fondasi bagi tercapainya penerangan sempurna. Parami ini tidak hanya dipraktekkan dalam satu kehidupan, melainkan secara kontinyu selama Bodhisatta berada dalam lingkaran tumimbal lahir, baik sebagai manusia, dewa atau bahkan sebagai binatang. Perbuatan baiknya ini merupakan praktek yang panjang, memakan banyak kappa (Masa Kehidupan). Setiap saat ia sungguh bermaksud membawa manfaat dan kebaikan bagi yang lain dengan sesempurna mungkin.
Seorang manusia yang dikenal sebagai Pangeran Siddhattha, di dalam kehidupannya yang terakhir sebelum dilahirkan sebagai manusia, adalah dewa yang tinggal di Tusita bhumi (alam Surga Tusita). Buah kamma baiknya yang menakjubkan yang membuatnya dilahirkan di alam tersebut. Setelah melalui jangka waktu yang panjang, akhirnya tibalah waktunya untuk terlahir sebagai manusia. Kelahiran ini merupakan kelahirannya yang terakhir karena penerangan sempurna akan dicapainya. Pangeran Siddhattha dilahirkan dari rahim Ratu Mahamaya saat purnama di bulan Waisak, ayahnya adalah seorang raja dari suku Sakya.
Sebagai bayi manusia, ia berbeda dari kebanyakan bayi lainnya. Pikirannya terang, penuh kewaspadaan, penuh potensi bagi pengembangan kualitas - kualitas yang menakjubkan. Walaupun ia dilahirkan sebagai bayi yang baru lahir, ia telah masak untuk menuju penerangan sempurna!
Sangat jelas bagi kita, mengapa kata-kata di atas diucapkan, karena ia patut dihomat. "Terkemuka, Tertinggi dan Teragung", itulah beliau dan pada deretan manusia seumurnya, tiada yang menandinginya, dan sejarah ikut memperkuat dan mempertegas kebesarannya. Kata-kata tersebut diucapkan oleh seorang pangeran, seorang bayi, kebenarannya tidak mengandung kesombongan. Beliau sangat sadar bahwa dalam kehidupannya ini kesempurnaan akan dicapainya, sehingga dikatakannya: "Bagiku, tak akan ada lagi tumimbal lahir."