Buddha
18th November 2010, 10:56 AM
Berikut ada sebuah artikel yang memuat beberapa miskonsepsi mengenai agama Buddha. Agak panjang sih, tapi menarik sekali untuk disimak :
Banyak konsep-konsep keliru yang tersebar di sekitar kita dan bahkan ada yang telah menjadi pendapat umum, sehingga kita seringkali secara tidak sadar menerima dan menelannya begitu saja sebagai suatu kebenaran. Akibatnya kita pun jadi tidak menyadari kekeliruan pandangan kita terhadap suatu peristiwa atau obyek.
Menyadari hal itu, tidak mengherankan kalau di kalangan masyarakat Indonesia--termasuk di kalangan mereka yang mengaku beragama Buddha--juga beredar anggapan-anggapan keliru terhadap agama Buddha. Memang tidak mudah menjadi orang yang selalu bisa mengikuti anjuran Sang Buddha untuk "ehipassiko" (dan dan lihatlah) maupun untuk berpedoman "jangan mudah percaya" sebagaimana yang dibabarkan Sang Buddha dalam Kalama Sutta.
Namun lepas dari kelemahan manusia yang mudah menerima begitu saja segala informasi tanpa disaring terlebih dahulu, anggapan keliru sesungguhnya sering bermula--dan juga mendapatkan penegasan--dari praktek-praktek non Buddhis yang dilakukan umat Buddha. Dalam hal ini semestinya umat Buddha mawas diri dan berusaha menjaga agar citra umat Buddha tidak menjadi jelek di mata umum. Sedangkan untuk meluruskan anggapan-anggapan keliru yang sudah beredar, memang diperlukan usaha-usaha ekstra untuk memberikan penerangan yang jelas kepada masyarakat teruatama di kalangan umat Buddha sendiri.
Beberapa anggapan keliru itu adalah:
1. agama Buddha mengajarkan untuk hidup pasif dan berpandangan pesimis.
2. agama Buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup
3. agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang tua
4. agama Buddha adalah agama nenek moyang yang sudah ketinggalan jaman
5. agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala
6. agama Buddha penuh dengan ketakhayulan dan mengajarkan untuk bakar-bakar kertas
7. agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk menjadi Bhikkhu
8. agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk vegetarian
9. agama Buddha membuat negara menjadi tidak maju
10. agama Buddha tidak melakukan pelayanan sosial
11. agama Buddha tidak memiliki konsepsi mengenai Tuhan Yang Maha Esa
Berikut ini akan dibahas satu persatu mengenai sebab dari anggapan keliru di atas serta jawaban dan penjelasan yang harus diberikan untuk meluruskannya. Adanya anggapan-anggapan keliru terhadap agama Buddha yang menyebabkan seseorang masih memiliki keraguan terhadap Buddhadharma. Agar keyakinannya dapat tumbuh secara benar, anggapan keliru tersebut harus dihapuskan terlebih dahulu.
Agama Buddha mengajarkan untuk hidup pasif dan berpandangan pesimis
Anggapan keliru ini muncul karena Sang Buddha menyatakan bahwa hidup ini adalah dukkha. sesungguhnya pengertian dukkha di sini adalah "tidak memuaskan". Agama Buddha tidak menyangkal bahwa hidup manusia ini diliputi senang dan susah yang silih berganti. Namun karena selain senang ada pula susah dan keduanya itu tidak kekal, maka hidup menjadi sesuatu keadaan yang tidak memuaskan. Dengan demikian dalam hal ini tentunya pandangan yang diajarkan agama Buddha bukanlah pandangan yang pesimistis, tetapi justru pandangan yang sanat realistis.
Sang Buddha menyatakan bahwa hidup ini dukkha maksudnya agar kita menyadari bahwa kehidupan kita yang sekarang masih belum sempurna dan setelah kita memahaminya tentu kita akan berusaha merealisasikan keadaan yang sempurna atau kebahagiaan sejati. Seperti halnya orang yang sakit, baru setelah mengetahui dirinya sakit ia akan berobat ke dokter untuk mengetahui sebab sakitnya dan apa obatnya. Setelah mengetahui obatnya ia akan memakannya supaya bisa sembuh dan sehat kembali.
Sang Buddha tidak hanya menyatakan bahwa hidup ini dukkha, tetapi juga menjelaskan sebab dari dukkha, keadaan lenyapnya dukkha, dan jalan untuk melenyapkan dukkha. Dengan demikian jelas bahwa agama Buddha tidak mengajarkan untuk hidup pasif. Umat Buddha justru manusia-manusia aktif yang berusaha melaksanakan jalan tengah yang diajarkan Sang Buddha untuk dapat mencapai kesempurnaan, atau paling tidak bisa mencapai keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya dan bukannya semakin merosot.
Agama buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup
Para Bhikkhu sering dikatakan telah meninggalkan keduniawian, sehingga dianggap agama Buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup. Sesungguhnya hal ini tidak benar. Benar bahwa para bhikkhu meninggalkan rumah, tetapi mereka tetap berada di dunia ini. Bahkan para Buddha, Bodhisatva, dan Arahat aktif menyebarkan kebenaran demi kesejahteraan dunia, tetapi akan lebih tepat jika dipahami sebagai "mengatasi keduniawian".
Sesungguhnya justru para bhikkhulah yang dalam latihan dan perenungannya benar-benar menghadapi kenyataaan hidup dan senantiasa berusaha mengatasi keserakahan, kebencian, dan kedunguan. Sedangkan umat awam banyak yang tidak berusaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah kehidupan secara tuntas, mereka lebih sering melarikan diri dari kenyataan hidup.
Agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang tua
Anggapan keliru bahwa agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang yang sudah tua dan tidak lagi punya kesibukan dapat timbul karena orang melihat praktek sebagian umat Buddha awam yang dalam melakukan kebaktian pagi dan sore menggunakan waktu yang cukup lama. Menganggap kebaktian dalam agama Buddha itu menyita waktu lama adalah keliru. Sebetulnya para perumahtangga yang memiliki banyak tugas dan pekerjaan dalam melakukan kebaktian secara singkat saja, tidak harus sepanjang seperti yang dilakukan seperti para Bhikkhu.
Agama Buddha sesungguhnya lebih cocok untuk orang-orang muda, karena sangat banyak keuntungannya jika seseorang sudah dapat mempraktekkan ajaran agama Buddha sejak masih muda.
Agama Buddha adalah agama nenek moyang yang sudah ketinggalan jaman
Anggapan seperti ini terjadi di tempat-tempat di mana umat Buddha menganut agama Buddha secara turun-temurun, namun hanya tinggal tradisinya saja. Tradisi itu pun dilaksanakan dengan tanpa pengertian benar. Tempat ibadah yang terkesan kuno juga telah ikut memunculkan anggapan bahwa agama Buddha sudah ketinggalan jaman.
Sesungguhnya kalau kita mau mengkaji ajaran agama Buddha, maka tidak akan pernah timbul pendapat bahwa agama Buddha itu sudah ketinggalan jaman. Agama Buddha memang agama warisan nenek moyang, namun agama Buddha merupakan agama yang tidak akan pernah ketinggalan jaman karena agama Buddha itu mengajarkan Kesunyataan, kebenaran mutlak yang tidak tergantung pada waktu, tempat, dan keadaan. Bahkan pada jaman sekarang agama Buddha semakin menarik perhatian dunia Barat dan semakin mudah diterima oleh kaum intelektual karena merupakan agama yang tetap selaras dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern.
Agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala
Anggapan bahwa agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala disebabkan karena kalau dilihat sepintas lalu memang ada kemiripan antara umat Buddha yang bersujud di muka Buddharupang dengan para penyembah berhala. Namun sesungguhnya umat Buddha yang telah memahami Buddhadhamma hanya akan menjadikan Buddharupang sebagai sarana untuk mrnghormati sifat-sifat luhur Sang Buddha, sehingga akan dapat meneladani Sang Buddha. Sama seperti seorang warganegara ketika memberikan penghormatan bendera nasionalnya, yang dihormati bukanlah secarik kain, tetapi lambang kebesaran bangsa dan negara yang terkandung pada bendera tersebut.
Agama Buddha penuh dengan ketakhayulan dan menganjurkan bakar-bakar kertas
Anggapan ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, orang tidak mengerti makna sesungguhnya dari upacara-upacara dalam agama Buddha. Kedua, orang menganggap praktek-praktek non Buddhis sebagai bagian dari ajaran Sang Buddha.
Lilin, dupa, dan bunga yang kita persembahkan di altar semata-mata wujud penghormatan kita kepada Sang Buddha, sekaligus tanda bahwa kita ingat akan Dhamma yang beliau ajarkan. Lilin melambangkan cahaya Dhamma, dupa melambangkan keharuman Dhamma, dan bunga melambangkan keindahan Dhamma.
Kebaktian agama Buddha juga jauh dari ketakhayulan. Tujuan kebaktian dalam agama Buddha hanyalah untuk memusatkan perhatian dan memperkuat keyakinan kita kepada Buddha, Dhamma, Sangha. Agama Buddha justru menyatakan bahwa adanya pandangan "melalui upacara, kesucian dan pembebasan mutlak akan dapat diperoleh" merupakan salah satu belenggu yang harus dipatahkan.
Mengenai bakar-bakar uang kertas, rumah-rumahan kertas, dan sebagainya,semua itu adalah warisan tradisi orang Tionghoa dari jaman dahulu dan bukan milik agama Buddha. Demikian pula mengambil ciamsi, menanyakan peruntungan, meramalkan nasib, semua itu tidak dibenarkan dalam agama Buddha. Sesungguhnya umat Buddha telah memiliki pegangan yang mantap yaitu Hukum Karma.
Agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk menjadi Bhikkhu
Anggapan keliru bahwa kalau semua orang belajar agama Buddha maka nanti semua orang akan jadi Bhikkhu sehingga umat manusia akan musnah, merupakan anggapan yang terlalu berlebihan. Anggapan keliru tersebut timbul lebih karena kecemasan orang-orang tua yang melihat ada banyak pemuda yang meninggalkan rumah untuk menjadi bhikkhu, dan karena keterikatan mereka terhadap anak sangat kuat maka mereka tidak ingin anaknya menjadi bhikkhu. Sebagian dari mereka malah melarang anaknya pergi ke Vihara atau bahkan ada yang lebih suka jika anaknya tidak menganut agama Buddha.
Sesungguhnya menjalanin kehidupan dalam kebhikkhuan tidaklah mudah, oleh karena itu, orang yang memilih hidup menjadi bhikkhu jumlahnya tidak bisa banyak. Dan menurut agama Buddha sendiri, orang yang ingin mempelajari agama Buddha tidak harus menjadi Bhikkhu. Daripada menjadi bhikkhu namun tidak dapat menjalankan Dhamma dan Vinaya dengan baik, lebih baik menjadi umat awam yang baik saja. Menjadi bhikkhu atau tidak adalah pilihan yang dibenarkan agama Buddha. Namun dengan menjadi bhikkhu seseorang memang akan dapat sepenuhnya hidup untuk Buddhadhamma.
Agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk vegetarian
Anggapan keliru ini timbul karena agama Buddha yang berkembang di cina sangat mengutamakan hidup vegetarian, sehingga timbul anggapan agama Buddha mengharuskan umatnya untuk vegetarian. Padahal umat Buddha di banyak negara di luar Cina tidak vegetarian. Agama Buddha tidak mengharuskan umatnya vegetarian. Namun demikian, vegetarian merupakan latihan yang baik untuk dijalankan. Vegetarian akan dapat mengembangkan dan memelihara rasa welas asih kita sehingga kita tidak tega menyakiti makhluk hidup lain.
Agama Buddha membuat negara menjadi tidak maju
Adanya anggapan ini adalah didasarkan kenyataan-kenyataan yang ada sebagai bukti. Namun ternyata anggapan tersebut diatas keliru, karena adanay kenyataan-kenyataan lain sebagai bukti yang sebaliknya, yaitu agama Buddha jsutru telah berhasil membuat suatu negara menjadi maju. Di Indonesia sendiri, kejayaan masa lalu terjadi pada zaman Kesatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit ketika agama Buddha menjadi agama yang dianut. Masa jaya India adalah pada saat Raja Asoka memerintah dan mengembangkan agam Buddha. Jepang menjadi kuat setelah Restorasi Meiji. Demikian pula di Cina, kejayaan dinasti Tang dan dinasti Sung tidak lepas dari pengaruh agama Buddha.
Agama Buddha tidak melakukan pelayanan sosial
Anggapan ini dapat timbul karena dua hal. Pertama karena organisasi-organisasi umat Buddha memang kurang aktif bergerak dalam pelayanan sosial. Kedua, karena pelayanan sosial yang dilakukan umat Buddha cenderung tanpa publisitas sehingga tidak begitu diketahui oleh masyarakat luas.
Sesungguhnya agama Buddha sendiri mengajarkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang banyak. Umat Buddha diajarkan untuk menumbuhkan maitrikaruna dan boddhicitta. Dalam kenyataannya di masa lalu, di India, vihara-vihara juga menyediakan sarana-sarana pendidikan masyarakat. Sistem sekolah modern dimulai oleh agama Buddha, demikian pula pada masa itu bidang pengobatan berkembang baik di lingkungan agama Buddha.
Pada masa kini, sebagai contoh, di Taiwan kegiatan pelayanan sosial dalam bidang kesehatan yang hasilnya sangat mengagumkan telah dilakukan oleh Bhikshuni Cheng Yen melalui Yayasan Tzu Chi-nya.
Banyak konsep-konsep keliru yang tersebar di sekitar kita dan bahkan ada yang telah menjadi pendapat umum, sehingga kita seringkali secara tidak sadar menerima dan menelannya begitu saja sebagai suatu kebenaran. Akibatnya kita pun jadi tidak menyadari kekeliruan pandangan kita terhadap suatu peristiwa atau obyek.
Menyadari hal itu, tidak mengherankan kalau di kalangan masyarakat Indonesia--termasuk di kalangan mereka yang mengaku beragama Buddha--juga beredar anggapan-anggapan keliru terhadap agama Buddha. Memang tidak mudah menjadi orang yang selalu bisa mengikuti anjuran Sang Buddha untuk "ehipassiko" (dan dan lihatlah) maupun untuk berpedoman "jangan mudah percaya" sebagaimana yang dibabarkan Sang Buddha dalam Kalama Sutta.
Namun lepas dari kelemahan manusia yang mudah menerima begitu saja segala informasi tanpa disaring terlebih dahulu, anggapan keliru sesungguhnya sering bermula--dan juga mendapatkan penegasan--dari praktek-praktek non Buddhis yang dilakukan umat Buddha. Dalam hal ini semestinya umat Buddha mawas diri dan berusaha menjaga agar citra umat Buddha tidak menjadi jelek di mata umum. Sedangkan untuk meluruskan anggapan-anggapan keliru yang sudah beredar, memang diperlukan usaha-usaha ekstra untuk memberikan penerangan yang jelas kepada masyarakat teruatama di kalangan umat Buddha sendiri.
Beberapa anggapan keliru itu adalah:
1. agama Buddha mengajarkan untuk hidup pasif dan berpandangan pesimis.
2. agama Buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup
3. agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang tua
4. agama Buddha adalah agama nenek moyang yang sudah ketinggalan jaman
5. agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala
6. agama Buddha penuh dengan ketakhayulan dan mengajarkan untuk bakar-bakar kertas
7. agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk menjadi Bhikkhu
8. agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk vegetarian
9. agama Buddha membuat negara menjadi tidak maju
10. agama Buddha tidak melakukan pelayanan sosial
11. agama Buddha tidak memiliki konsepsi mengenai Tuhan Yang Maha Esa
Berikut ini akan dibahas satu persatu mengenai sebab dari anggapan keliru di atas serta jawaban dan penjelasan yang harus diberikan untuk meluruskannya. Adanya anggapan-anggapan keliru terhadap agama Buddha yang menyebabkan seseorang masih memiliki keraguan terhadap Buddhadharma. Agar keyakinannya dapat tumbuh secara benar, anggapan keliru tersebut harus dihapuskan terlebih dahulu.
Agama Buddha mengajarkan untuk hidup pasif dan berpandangan pesimis
Anggapan keliru ini muncul karena Sang Buddha menyatakan bahwa hidup ini adalah dukkha. sesungguhnya pengertian dukkha di sini adalah "tidak memuaskan". Agama Buddha tidak menyangkal bahwa hidup manusia ini diliputi senang dan susah yang silih berganti. Namun karena selain senang ada pula susah dan keduanya itu tidak kekal, maka hidup menjadi sesuatu keadaan yang tidak memuaskan. Dengan demikian dalam hal ini tentunya pandangan yang diajarkan agama Buddha bukanlah pandangan yang pesimistis, tetapi justru pandangan yang sanat realistis.
Sang Buddha menyatakan bahwa hidup ini dukkha maksudnya agar kita menyadari bahwa kehidupan kita yang sekarang masih belum sempurna dan setelah kita memahaminya tentu kita akan berusaha merealisasikan keadaan yang sempurna atau kebahagiaan sejati. Seperti halnya orang yang sakit, baru setelah mengetahui dirinya sakit ia akan berobat ke dokter untuk mengetahui sebab sakitnya dan apa obatnya. Setelah mengetahui obatnya ia akan memakannya supaya bisa sembuh dan sehat kembali.
Sang Buddha tidak hanya menyatakan bahwa hidup ini dukkha, tetapi juga menjelaskan sebab dari dukkha, keadaan lenyapnya dukkha, dan jalan untuk melenyapkan dukkha. Dengan demikian jelas bahwa agama Buddha tidak mengajarkan untuk hidup pasif. Umat Buddha justru manusia-manusia aktif yang berusaha melaksanakan jalan tengah yang diajarkan Sang Buddha untuk dapat mencapai kesempurnaan, atau paling tidak bisa mencapai keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya dan bukannya semakin merosot.
Agama buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup
Para Bhikkhu sering dikatakan telah meninggalkan keduniawian, sehingga dianggap agama Buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup. Sesungguhnya hal ini tidak benar. Benar bahwa para bhikkhu meninggalkan rumah, tetapi mereka tetap berada di dunia ini. Bahkan para Buddha, Bodhisatva, dan Arahat aktif menyebarkan kebenaran demi kesejahteraan dunia, tetapi akan lebih tepat jika dipahami sebagai "mengatasi keduniawian".
Sesungguhnya justru para bhikkhulah yang dalam latihan dan perenungannya benar-benar menghadapi kenyataaan hidup dan senantiasa berusaha mengatasi keserakahan, kebencian, dan kedunguan. Sedangkan umat awam banyak yang tidak berusaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah kehidupan secara tuntas, mereka lebih sering melarikan diri dari kenyataan hidup.
Agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang tua
Anggapan keliru bahwa agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang yang sudah tua dan tidak lagi punya kesibukan dapat timbul karena orang melihat praktek sebagian umat Buddha awam yang dalam melakukan kebaktian pagi dan sore menggunakan waktu yang cukup lama. Menganggap kebaktian dalam agama Buddha itu menyita waktu lama adalah keliru. Sebetulnya para perumahtangga yang memiliki banyak tugas dan pekerjaan dalam melakukan kebaktian secara singkat saja, tidak harus sepanjang seperti yang dilakukan seperti para Bhikkhu.
Agama Buddha sesungguhnya lebih cocok untuk orang-orang muda, karena sangat banyak keuntungannya jika seseorang sudah dapat mempraktekkan ajaran agama Buddha sejak masih muda.
Agama Buddha adalah agama nenek moyang yang sudah ketinggalan jaman
Anggapan seperti ini terjadi di tempat-tempat di mana umat Buddha menganut agama Buddha secara turun-temurun, namun hanya tinggal tradisinya saja. Tradisi itu pun dilaksanakan dengan tanpa pengertian benar. Tempat ibadah yang terkesan kuno juga telah ikut memunculkan anggapan bahwa agama Buddha sudah ketinggalan jaman.
Sesungguhnya kalau kita mau mengkaji ajaran agama Buddha, maka tidak akan pernah timbul pendapat bahwa agama Buddha itu sudah ketinggalan jaman. Agama Buddha memang agama warisan nenek moyang, namun agama Buddha merupakan agama yang tidak akan pernah ketinggalan jaman karena agama Buddha itu mengajarkan Kesunyataan, kebenaran mutlak yang tidak tergantung pada waktu, tempat, dan keadaan. Bahkan pada jaman sekarang agama Buddha semakin menarik perhatian dunia Barat dan semakin mudah diterima oleh kaum intelektual karena merupakan agama yang tetap selaras dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern.
Agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala
Anggapan bahwa agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala disebabkan karena kalau dilihat sepintas lalu memang ada kemiripan antara umat Buddha yang bersujud di muka Buddharupang dengan para penyembah berhala. Namun sesungguhnya umat Buddha yang telah memahami Buddhadhamma hanya akan menjadikan Buddharupang sebagai sarana untuk mrnghormati sifat-sifat luhur Sang Buddha, sehingga akan dapat meneladani Sang Buddha. Sama seperti seorang warganegara ketika memberikan penghormatan bendera nasionalnya, yang dihormati bukanlah secarik kain, tetapi lambang kebesaran bangsa dan negara yang terkandung pada bendera tersebut.
Agama Buddha penuh dengan ketakhayulan dan menganjurkan bakar-bakar kertas
Anggapan ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, orang tidak mengerti makna sesungguhnya dari upacara-upacara dalam agama Buddha. Kedua, orang menganggap praktek-praktek non Buddhis sebagai bagian dari ajaran Sang Buddha.
Lilin, dupa, dan bunga yang kita persembahkan di altar semata-mata wujud penghormatan kita kepada Sang Buddha, sekaligus tanda bahwa kita ingat akan Dhamma yang beliau ajarkan. Lilin melambangkan cahaya Dhamma, dupa melambangkan keharuman Dhamma, dan bunga melambangkan keindahan Dhamma.
Kebaktian agama Buddha juga jauh dari ketakhayulan. Tujuan kebaktian dalam agama Buddha hanyalah untuk memusatkan perhatian dan memperkuat keyakinan kita kepada Buddha, Dhamma, Sangha. Agama Buddha justru menyatakan bahwa adanya pandangan "melalui upacara, kesucian dan pembebasan mutlak akan dapat diperoleh" merupakan salah satu belenggu yang harus dipatahkan.
Mengenai bakar-bakar uang kertas, rumah-rumahan kertas, dan sebagainya,semua itu adalah warisan tradisi orang Tionghoa dari jaman dahulu dan bukan milik agama Buddha. Demikian pula mengambil ciamsi, menanyakan peruntungan, meramalkan nasib, semua itu tidak dibenarkan dalam agama Buddha. Sesungguhnya umat Buddha telah memiliki pegangan yang mantap yaitu Hukum Karma.
Agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk menjadi Bhikkhu
Anggapan keliru bahwa kalau semua orang belajar agama Buddha maka nanti semua orang akan jadi Bhikkhu sehingga umat manusia akan musnah, merupakan anggapan yang terlalu berlebihan. Anggapan keliru tersebut timbul lebih karena kecemasan orang-orang tua yang melihat ada banyak pemuda yang meninggalkan rumah untuk menjadi bhikkhu, dan karena keterikatan mereka terhadap anak sangat kuat maka mereka tidak ingin anaknya menjadi bhikkhu. Sebagian dari mereka malah melarang anaknya pergi ke Vihara atau bahkan ada yang lebih suka jika anaknya tidak menganut agama Buddha.
Sesungguhnya menjalanin kehidupan dalam kebhikkhuan tidaklah mudah, oleh karena itu, orang yang memilih hidup menjadi bhikkhu jumlahnya tidak bisa banyak. Dan menurut agama Buddha sendiri, orang yang ingin mempelajari agama Buddha tidak harus menjadi Bhikkhu. Daripada menjadi bhikkhu namun tidak dapat menjalankan Dhamma dan Vinaya dengan baik, lebih baik menjadi umat awam yang baik saja. Menjadi bhikkhu atau tidak adalah pilihan yang dibenarkan agama Buddha. Namun dengan menjadi bhikkhu seseorang memang akan dapat sepenuhnya hidup untuk Buddhadhamma.
Agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk vegetarian
Anggapan keliru ini timbul karena agama Buddha yang berkembang di cina sangat mengutamakan hidup vegetarian, sehingga timbul anggapan agama Buddha mengharuskan umatnya untuk vegetarian. Padahal umat Buddha di banyak negara di luar Cina tidak vegetarian. Agama Buddha tidak mengharuskan umatnya vegetarian. Namun demikian, vegetarian merupakan latihan yang baik untuk dijalankan. Vegetarian akan dapat mengembangkan dan memelihara rasa welas asih kita sehingga kita tidak tega menyakiti makhluk hidup lain.
Agama Buddha membuat negara menjadi tidak maju
Adanya anggapan ini adalah didasarkan kenyataan-kenyataan yang ada sebagai bukti. Namun ternyata anggapan tersebut diatas keliru, karena adanay kenyataan-kenyataan lain sebagai bukti yang sebaliknya, yaitu agama Buddha jsutru telah berhasil membuat suatu negara menjadi maju. Di Indonesia sendiri, kejayaan masa lalu terjadi pada zaman Kesatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit ketika agama Buddha menjadi agama yang dianut. Masa jaya India adalah pada saat Raja Asoka memerintah dan mengembangkan agam Buddha. Jepang menjadi kuat setelah Restorasi Meiji. Demikian pula di Cina, kejayaan dinasti Tang dan dinasti Sung tidak lepas dari pengaruh agama Buddha.
Agama Buddha tidak melakukan pelayanan sosial
Anggapan ini dapat timbul karena dua hal. Pertama karena organisasi-organisasi umat Buddha memang kurang aktif bergerak dalam pelayanan sosial. Kedua, karena pelayanan sosial yang dilakukan umat Buddha cenderung tanpa publisitas sehingga tidak begitu diketahui oleh masyarakat luas.
Sesungguhnya agama Buddha sendiri mengajarkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang banyak. Umat Buddha diajarkan untuk menumbuhkan maitrikaruna dan boddhicitta. Dalam kenyataannya di masa lalu, di India, vihara-vihara juga menyediakan sarana-sarana pendidikan masyarakat. Sistem sekolah modern dimulai oleh agama Buddha, demikian pula pada masa itu bidang pengobatan berkembang baik di lingkungan agama Buddha.
Pada masa kini, sebagai contoh, di Taiwan kegiatan pelayanan sosial dalam bidang kesehatan yang hasilnya sangat mengagumkan telah dilakukan oleh Bhikshuni Cheng Yen melalui Yayasan Tzu Chi-nya.