Log in

View Full Version : Wujud dan Letak Kesadaran


Buddha
18th November 2010, 10:54 AM
Wujud dan Letak Kesadaran


Tak terlalu sulit untuk menerima pendapat umum bahwa makhluk hidup itu terdiri atas jasmani dan batin. Namun, kiranya tidak gampang untuk menjelaskan bagaimana kaitan di antara kedua bagian tersebut. Persoalannya akan menjadi lebih pelik lagi apabila tiba pada penjelasan bagaimana dua bagian yang sangat berbeda itu dapat 'berpadu' membentuk suatu makhluk hidup yang utuh.

Jasmani adalah sesuatu yang jelas terlihat, terdengar, tercium, terasa, dan tersentuh. Karena itu, sama sekali tidak ada masalah untuk membuktikan keberadaannya. Sebaliknya, karena batin merupakan sesuatu yang tidak terlihat oleh mata biasa., pembuktian atas keberadaannya tidaklah gampang dilakukan, dan ini sering berbuntut pada perdebatan yang panjang.

Dalam gagasan umum, kehidupan di dunia ini tidaklah terlepas dari "waktu dan ruang" (time and space). Untuk bisa berada, jasmani -yang merupakan salah satu bagian kehidupan- membutuhkan waktu dan ruang. Sekarang timbul pertanyaan, apakah batin juga membutuhkan waktu dan ruang untuk bisa berada? Pertanyaan semacam ini jarang sekali dijawab secara telak. Namun, ada beberapa petunjuk tersirat yang mengiyakan pertanyaan tersebut. Dalam masyarakat umum di Indonesia, misalnya, ada ungkapan "Jangan dimasukkan dalam hati." Ungkapan ini secara langsung maupun taklangsung menunjukkan bahwa 'hati' bukan hanya merupakan salah satu organ tubuh dengan fungsi yang bersifat kejasmaniahan, melainkan juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan bentuk-bentuk pikiran, gagasan, ingatan, perasaan, dan sebagainya.

Salah satu penjelasan dalam KBBI atas aran 'hati' ialah sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan dsb). Dari penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa unsur-unsur batiniah suatu makhluk itu 'berada' di dalam hati kendati tidak disebutkan apakah semua itu juga muncul 'dari' dari dalam hati. Ini merupakan suatu kepercayaan yang primitif. Para pemikir modern cenderung mempercayai 'otak' sebagai tempat kemunculan bentuk-bentuk pikiran, gagasan, ingatan, perasaan, dan sebagainya; dan di sini pula semua itu disimpan. Mereka kebanyakan juga kurang bisa menerima kepercayaan kuno bahwa unsur-unsur batiniah makhluk hidup -entah itu disebut jiwa atau roh- berada dalam pernafasan.

Dalam Kitab Kejadian 2:7 dikisahkan bahwa Tuhan menciptakan manusia dari debu tanah, dan menghembuskan 'nafas hidup' ke dalam cuping hidung [saluran pernafasan]; sehingga manusia menjadi suatu makhluk hidup yang berjiwa (roh). Kisah ini menyiratkan bahwa roh/jiwa, yang merupakan bagian batiniah suatu makhluk hidup, dapat 'disisipkan' dalam pernafasan. Sukar sekali untuk dapat membayangkan hal ini apabila dipercayai bahwa roh/jiwa merupakan sesuatu yang nirbentuk (tidak mempunyai bentuk). Bagaimana mungkin sesuatu yang nirbentuk dapat disisipkan ke dalam sesuatu yang berbentuk? Dengan pertanyaan yang lain, bagaimana mungkin sesuatu yang tidak memiliki bentuk dapat dipadukan atau dicampur dengan sesuatu yang berbentuk? Bagaimanapun, dari kisah tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa "roh/jiwa" adalah sesuatu yang 'berada' dalam pernafasan.(14) Bersumber pada anggapan semacam inilah, kemudian dipercayai bahwa seseorang yang sudah tidak bernafas lagi berarti telah mati -dalam arti roh/jiwanya telah keluar dari dalam tubuh makhluk hidup. Entah apakah roh/jiwa itu keluar melalui hidung (saluran pernafasan) -sebagaimana pertama kalinya dihembuskan- ataukah dari lubang-lubang lainnya.

Masyarakat Tibet mempercayai adanya sembilan lubang di mana kesadaran yang merupakan unsur batiniah keluar dari tubuh suatu makhluk hidup. Dari lubang mana kesadaran itu keluar, ini menjadi pertanda di alam kehidupan manakah ia akan terlahirkan kembali. Jika keluar dari lubang dubur, orang yang mati akan terlahirkan kembali di Alam Neraka. Jika keluar dari lubang kemaluan, orang yang mati akan terlahirkan di Alam Binatang. Jika keluar dari lubang mulut, orang yang mati akan terlahirkan di Alam Peta. Jika keluar dari lubang hidung, orang yang mati akan terlahirkan di Alam Manusia (atau mungkin Alam Surga). Jika keluar dari lubang pusar [ada lubangnya?], orang yang mati akan terlahirkan di Alam Dewa. Jika keluar dari lubang telinga, orang yang mati akan terlahirkan di Alam Raksasa. Jika keluar dari lubang mata, orang yang mati akan terlahirkan di Alam Brahma Berbentuk. Jika keluar dari lubang dahi [?], orang yang mati akan terlahirkan di Alam Brahma Nirbentuk. Sementara itu, jika keluar dari lubang ubun-ubun, orang yang mati akan terlahirkan di Alam Sukh�vat� yang merupakan Surga Sebelah Barat kediaman Buddha Amit�bha. Lubang yang terakhir inilah yang menjadi idam-idaman para pemeluk Tantray�na di Tibet. Dengan dasar kepercayaan ini, kemudian diperkenalkan adanya suatu latihan bernama 'Bova' yang bermanfaat untuk mengendalikan ke lubang mana kesadaran akan dikeluarkan dari dalam tubuh manusia saat kematian. Latihan ini biasanya baru boleh dilaksanakan dengan bimbingan seorang guru berpengalaman. Dengan bantuan guru yang amat piawai -yang telah menembus Dharma serta memiliki kemampuan luar biasa-, orang yang sangat jahat sekali pun, yang tidak pernah berbuat kebajikan serta tidak pernah berlatih Bova sebelumnya, dapat mencapai kebebasan apabila kesadarannya berhasil diarahkan keluar menuju Alam Kebuddhaan (Amit�bha) melalui lubang ke sembilan tersebut. Kepercayaan Tibet ini secara tak langsung menyiratkan bahwa kesadaran adalah sesuatu yang memiliki 'wujud' atau 'bentuk' (form) yang tertampak -entah apakah dapat dilihat dengan mata biasa atau hanya dengan mata batin. Kalau tidak ada wujudnya, bagaimana mungkin dapat dikatakan keluar dari lubang ini atau itu? Kepercayaan bahwa kesadaran atau unsur-unsur batiniah lainnya memiliki wujud adalah suatu anggapan yang riskan. Ini kerap terjadi karena keterjebakan dalam upaya "menjasmanikan batin", yang timbul karena ketakmampuan dalam menjelaskan sesuatu yang tidak terlihat oleh mata biasa, tidak terdengar. dan sebagainya.

Walaupun mungkin tidak dapat dibuktikan di laboratorium ilmiah, keberadaan unsur-unsur batiniah tidak begitu disangsikan. Akan tetapi, dari mana atau di bagian mana unsur-unsur batiniah itu berada memang bukanlah suatu pertanyaan yang gampang dijawab dengan telak. Hadaya-vatthu -tempat kedudukan atau tempat kemunculan kesadaran (citta)- adalah suatu topik Abhidhamma yang kerap menimbulkan perdebatan yang panjang. Istilah ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris sebagai 'heart'. Ada sedikit kesukaran untuk mengalihbasakannya ke Indonesia karena kata ini bisa berarti 'hati' atau 'jantung'. Dalam KBBI, 'hati' dijabarkan sebagai organ badan yang berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu.

Sementara itu, 'jantung' dijelaskan sebagai bagian tubuh yang menjadi pusat peredaran darah (letaknya di dalam rongga dada sebelah atas). Yang dimaksudkan dengan Hadaya-vatthu dalam kitab Abhidhamma [yang digubah belakangan] ialah suatu materi yang muncul karena kamma (kammajar�pa), berada dalam salah satu organ tubuh yang berbentuk seperti bunga teratai terkatup, yang di dalamnya berisi darah yang mengalir sekitar satu telapak tangan yang mencembung, berbentuk mirip danau dengan ukuran kira-kira sebesar biji bunga 'mesua ferrea linn'. Berdasarkan pengertian ini, dapatlah disimpulkan bahwa Hadaya-vatthu adalah suatu materi yang berada di dalam rongga 'jantung'; bukan 'hati' (liver). Yang diacu bukanlah organ jantung secara keseluruhan (mamsa-hadaya-r�pa), melainkan sesuatu yang sangat kecil yang berada di bagian dalamnya (vatthu-hadaya-r�pa). Hadaya-vatthu dianggap sebagai tempat kemunculan manodh�tu [terdiri atas tiga kesadaran] dan manovi���nadh�tu [terdiri atas 76 kesadaran].

Berlandaskan pada Hadaya-vatthu inilah, makhluk hidup berbuat (melalui pikiran, ucapan dan tindakan) sesuatu yang bermanfaat maupun, yang tak bermanfaat. Menurut Bhikkhu N�rada, pandangan bahwa jantung merupakan tempat kemunculan kesadaran (cardiac theory) sudah ada sejak [sebelum] zaman Buddha Gotama, dan pandangan ini didukung secara nyata oleh kaum Upaniad. Beliau sendiri tidak pernah secara terang-terangan mendukung ataupun menolak pandangan ini. Jantung serta otak memang merupakan organ tubuh yang terpenting. Tanpa adanya kedua organ ini, tubuh jasmaniah makhluk hidup tidaklah dapat berfungsi sebagaimana layaknya. Namun, tidak di bagian mana pun dalam Kitab Suci Tipitaka, Beliau pernah menyatakan bahwa jantung atau otak merupakan tempat kemunculan kesadaran dalam alam yang terdiri dari lima kelompok kehidupan (pa�cavok�rabh�mi). Dalam kitab Abhidhamma yang terakhir, Patth�na, Sang Buddha hanya mengakui adanya kebergantungan pada materi (yam r�pam niss�ya). Baru dalam Kitab Atthas�lin� (ulasan atas Kitab Dhammasangan�), Hadaya-vatthu disebut oleh pengulas belakangan dan dijelaskan sebagai landasan kesadaran (cittassa vatthu).


NB:

14 Berdasarkan pada Kitab Pengkotbah 12:7 bahwa debu tanah kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya, ada sementara pihak yang menafsirkan bahwa nafas itu sendirilah yang dirujuk sebagai roh/jiwa. Roh/jiwa mungkin dipersamakan dengan udara yang keluar masuk dalam saluran pernafasan.